NAMLEA, Siwalimanews – Puluhan kepala keluarga harus meninggalkan Desa Wapsalit karena takut imbas dari pembukaan sasi adat secara sepihak oleh aparat keamanan.

Palang sasi adat ini sendiri sudah dipasang oleh para tetua Desa Wapsalit untuk menghentikan aktivitas PT Ormat Geothermal Indonesia (OGI) yang melakukan pengeboran panas bumi.

Dampak sosial dari eksplorasi pengeboran panas bumi menjadi salah satu penyebab mengungsinya puluhan warga dari Desa Wapsalit, Kecamatan Lolong Guba.

Informasi yang dihimpun Siwalima menyebutkan kalau Gebat Wael, Tokoh Adat Dataran Tinggi Wapsalit Petuanan Kayeli, kesal dengan pembukaan sasi adat yang dilakukan aparat keamanan.

Pemalangan sasi adat telah dibuka secara sepihak oleh oknum aparat. itu sangat disesalkan,” terang Wael.

Baca Juga: PKS PT BPT Sepihak, Daerah Rugi Miliaran Rupiah

Padahal menurutnya selama ini aparat selalu memperhatikan rakyat dan selalu berada pada posisi netral.

Di sebutkan, dampak dari pembu­kaan palang adat justru semakin menimbulkan permasalahan, karena sudah puluhan warga mengungsi keluar dari desa.

“Karena merasa takut dan terancam serta kemungkinannya akan bertambah warga lagi yang akan mengungsi keluar dari Desa Wapsalit,” lanjutnya.

Ditempat terpisah, Humas PT OGI, M Adjie Hentihu yang dikonfirmasi Siwalima, Minggu (6/8), memban­tah kalau apa pembongkaran paksa palang sasi adat oleh aparat.

“Palang adat itu hanya dibuka sementara waktu, setelah terlebih dahulu dilakukan koordinasi dengan tokoh adat,” jelasnya.

Lanjutnya palang dibuka se­mentara waktu dan ditutup lagi guna memberikan akses kendaraan menyuplai BBM untuk kebutuhan generator dan air bersih untuk karyawan PT OGI.

“Setelah koordinasi, baru palang untuk menyuplai air bersih dan BBM. Setelah itu palang ditutup lagi. Jadi tidak ada upaya buka paksa,” katanya.

Terkait dampak sosial yang ditimbulkan akibat palang adat dibuka yang membuat warga mengungsi ia menyebutkan hal itu terkait dengan kepercayaan adat.

“Saya hanya bisa menghimbau agar masyarakat yang terlanjur mengungsi agar mau kembali lagi ke rumah mereka,” pesannya.

Siwalima juga melaporkan bahwa dalam sebuah video rekaman yang beredar di masyarakat menunjukan pengakuan warga yang mengungsi akibat ketakutan.

Mereka mengaku pergi mening­galkan kampung, tinggalkan rumah, tinggalkan kebun, tinggalkan hewan peliharaan dan tambak ikan.

Warga dalam video itu meminta kepada penjabat bupati datang ke Wapsalit untuk melihat kebun, hewan peliharaan dan kolam ikan yang telah mereka tinggalkan.

Namun dalam isi video yang direkam oleh seseorang itu, tidak dijelaskan secara spesifik soal ketakutan warga yang berakibat warga mengungsi.

Selain video ini, juga beredar luas dua rekaman suara aktivis perem­puan, Deliana Bihuku yang dikutip dari WA grup Epsulut Geba Adat.

Dalam rekaman itu, Deliana menyampaikan pesan dan salam dari masyarakat adat kepada mahasiswa untuk turun lapangan menolak kehadiran PT OGI.

Deliana meminta kepada warga jangan ikutan mengungsi dan ia dan rekan mahasiswa serta masyarakat akan turun melakukan aksi protes meminta PT OGI berhenti ber­operasi.

“Besok ini (Minggu-red), mungkin selesai ibadah kampong kosong (akibat mengungsi, red), “ ucap Deliana.

Dalam satu rekaman lainnya, ia menyebutkan, kalau awal yang mem­buat masyarakat mengungsi karena perusahan PT OGI yang menyuruh.

“Jadi perusahan yang suruh pindah. Perusahan bilang pada bapak babinsa dong untuk menghimbau kepada masyarakat pindah dolo untuk sementara waktu karena bahaya dari efek pengeboran di atas, “ ujarnya.

Pernyataan itu juga kemudian dibantah oleh Humas PT OGI, Adjie Hentihu dan Djafar Nurlatu.

“Coba cek lagi ke lokasi (desa-red), apa benar ada perintah perusa­han kepada kades dan babinsa se­per­ti itu,” kata Djafar seraya menam­bahkan kalau info itu tidak benar.

Adjie Hentihu juga membantah kalau perusahan ada memakai tangan babinsa dan para kades guna menyuruh masyarakat mengungsi untuk sementara waktu.

“Itu info hoax. Info yang tidak benar, “ tangkis Adjie. (S-15)