Warga Tenggara di Maluku meminta keadilan dari Pemprov terhadap proyek infrastruktur yang didanai pinjaman dari PT Sarana Multi Infrastruktur sebesar Rp 700 miliar.

Mereka menilai, kue pembangunan yang dijatahi melalui dana pinjaman tersebut sangatlah kecil mengalir ke Tenggara Raya, sebab proyek lebih banyak difokuskan di Kota Ambon. Malah jalan lingkungan juga dibangun pakai dana pinjaman SMI. Padahal kon¬disi infrastruktur di kawasan Tenggara Raya harus men¬jadi perhatian Pemprov Maluku.

“Kami menilai kebijakan pemprov secara tidak lang¬sung telah menimbulkan keresahan besar bagi masyarakat Tenggara Raya,”

Padahal pemprov seharus¬nya adil dalam menetapkan kebija¬kan pembangunan di 11 kabupaten/kota di Maluku yang harus dilihat dalam satu kesatuan.

Para wakil rakyat dapil Tenggara Raya di DPRD sendiri saat rapat ba¬dan anggaran, telah meminta pemprov untuk melihat masalah ini, agar terjadi keadilan anggaran bagi semua daerah di Maluku. namun, pemprov lagi-lagi tak menghiraukannya, dan Tenggara Raya tetap dianaktirikan.

Warga Tenggara Raya kecewa, sebab pendistribusian anggaran ter¬sebut tidak adil dimana kabupaten dan kota di Tenggara Raya hanya kebagian jatah sangat kecil.

“Distribusi anggaran yang berasal dari pinjaman pemulihan ekonomi nasional pada beberapa daerah di Tenggara Raya sangat memprihatikan,”

Pasalnya, bila dilihat dari rincian program dan kegiatan yang dibiayai dari pinjaman itu, maka tidak ada keadilan anggaran bagi daerah-daerah tenggara raya, baik Kabu¬paten Aru, Malra, Kota Tual, KKT maupun MBD.

Jumlah anggaran yang terdistribusi melalui program dan kegiatan ke kawasan Tenggara Raya tidak mencapai Rp 50 miliar dari total Rp 700 miliar. Dimana dari Rp 700 miliar KKT hanya dapat Rp 8,5 miliar atau 1,21 persen, MBD dapat Rp 6 miliar atau 0.86 persen, Aru 8,5 persen atau 1.21 persen, ini yang buat oarang Tenggara Raya sakit melihat ketidak adilan ini.

Warga Tenggara Raya menilai Pemprov Maluku keliru dalam membuat kebija¬kan dengan meletakan fokus pemba¬ngunan pada daerah tertentu saja.

Padahal pemprov harus bersikap adil dan tidak boleh meletakan deter¬minasi cara pandang etnis sentris¬men yang memprioritaskan Ambon dan Lease serta mengesampingkan daerah lain di luar itu, karena ini sangat memprihatinkan dan berpo¬tensi mengingatkan kembali tentang situasi cara pandang yang telah dilewati jauh tetapi dengan adanya perlakuan-perlakuan ini.

Penerapan bentuk alokasi anggaran yang seperti ini, memperlihatkan suatu keburukan dalam memperlakukan manusia yang berada dilevel peradaban kemanu¬siaan itu sendiri. Padahal kesatuan semua daerah itulah yang memben¬tuk menjadi warga Maluku yang bermartabat.

Jika alasan jumlah penduduk yang digunakan untuk memprioritaskan Ambon,   maka sebe¬narnya Kabupaten Aru juga miliki jumlah penduduk yang tidak kalah dibandingkan dengan daerah lain. Tetapi yang mesti diper¬hatikan pemprov ialah faktor kesulitan yang dihadapi oleh wilayah Teng¬gara Raya, dengan biaya ekonomi yang begitu tinggi, dibandingkan Kota Ambon.

Untuk itu, pemprov tidak boleh menyepelekan kabupaten/kota yang ada dikawsan Tenggara Raya, karena daerah lain memiliki hak yang sama diluar dari Kota Ambon dan Malteng.

“Tidak boleh disepelekan daerah Tenggara Raya, karena daerah lain memiliki hak yang sama, khususnya daerah-daerah perbatasan seperti MBD, KKT dan Aru,”.

Kenapa demikian, karena disaat pembayaran hutang Rp 700 miliar itu, tidak menggunakan APBD Kota Ambon atau Malteng, melainkan gunakan APBD Provinsi Maluku yang merupakan milik 11 kabupaten/kota.

Untuk itu, masyarakat Tenggara Raya sangat mengharapkan dana ini diperuntukan bagi pemulihan ekonomi, serta penanganan pendemi Covid-19, namun sayangnya, lagi-lagi Tenggara Raya dianaktirikan.

Sikap pemprov yang menganaktirikan Tenggara Raya ini bukan baru dilakukan, namun diskriminasi seperti ini sudah sejak Indonesia Merdeka. Namun disaat memasuki era reformasi, warga Tenggara Raya berharap sikap pemprov yang menganaktirikan Tenggara Raya dihilangkan, ternyata sikap itu masih tetap ada.

Untuk menghilangkan adanya kecemburuan itu, maka Pemprov Maluku harus melihat hal ini dengan baik, agar tidak menimbulkan kecemburuan antara daerah di Maluku yang dapat ber¬dampak pada disintegrasi daerah.

Kini warga Tenggara Raya sangat menanti sikap Pemprov Maluku dibawah Kepemimpinan Murad Ismail selaku Gubernur dan Bernabas Orno Sebagai Wakil Gubernur, untuk berbuat adil dalam pembagian kue-kue pembangunan maupun anggaran untuk pemulihan ekonomi ditengah pandemi Covod-19.(*)