Walikota Beri Ruang, Warga Tunggu Polisi Usut Mark Up Gustu
AMBON, Siwalimanews – Berbagai komponen masyarakat meminta pihak kepolisian mengusut dugaan mark up yang dilakukan Satgas Penanganan Covid-19 Kota Ambon.
Walikota Ambon Richard Louhenapessy, sudah membuka ruang dan mempersilahkan polisi melakukan pengusutan.
“Pastinya sebagai pimpinan di Kota Ambon, Walikota berkeinginan untuk proses hukum berjalan dengan baik,” kata Akademisi Hukum Unpatti, George Leasa kepada Siwalima, Sabtu (10/10).
Menurutnya, pernyataan walikota mesti disikapi dengan baik oleh kepolisian. Jika walikota telah membuka diri, maka aparat kepolisian jangan ragu untuk melakukan pengusutan. “Beliau sudah membuka diri maka polisi jangan ragu untuk mengusut melalui penyelidikan,” tegas Leasa.
Leasa mengingatkan kepada kepolisian agar ketika mengusut dugaan itu, wajib mengutamakan transparansi.
Baca Juga: Kepala BPN Buru Saksi Kasus Lahan PLTG NamleaHal senada disampaikan anggota DPRD Maluku, Eddison Sarimanella. Ia mengatakan jika walikota telah mempersilakan untuk mengusut maka polisi harus segera mengambil langkah. “Kalau memang beliau sudah sampaikan itu, maka polisi harus mengusut,” ujarnya.
Menurutnya, perlu ada langkah cepat dari kepolisian agar ada kepastian hukum.
Senada denga Sarimanella, anggota Komisi I DPRD Maluku, Alimudin Kolatlena mengatakan, harus ada tindakan serius dari kepolisian dalam menyikapi pernyataan Walikota Ambon. “Harus serius untuk mengusut dugaan itu,” ujarnya.
Aliansi Gerakan Anti Korupsi (AGAS) Maluku meminta polisi jangan ragu lagi mengusut dugaan mark up yang dilakukan Satgas Covid-19 Kota Ambon.
“Walikota sudah memberikan ruang dengan mempersilakan polisi untuk mengusut dugaan mark up data sehingga polisi jangan ragu lagi untuk melakukan penyelidikan,” ujar Ketua AGAS Maluku, Jonathan Pesurnay.
Menurut dia, dengan diberikannya kesempatan oleh walikota untuk melakukan penyelidikan, maka polisi tidak perlu ragu-ragu.
“Kesempatan sudah terbuka luas, polisi harus cepat bergerak karena tidak ada lagi hambatan,” ujarnya.
Pesurnay berharap proses penyelidikan segera dilakukan agar temuan polisi saat melakukan pendampingan terhadap Satgas Covid-19 ada kepastian hukum.
Warga kota Juan de Queljoe mendukung langkah polisi untuk melakukan pengusutan dugaan mark up di Satgas Covid-19 Kota Ambon.
“Kasus dugaan mark up data ini harus tuntas tanpa ada intervensi maupun tekanan dari manapun dan dari siapapun,” tandasnya.
Hal senada diungkapkan warga lainnya Roland Mustamu. Ia mendorong polisi untuk secepatnya melakukan penyelidikan. “Walikota sudah membuka kesempatan untuk melakukan penyelidikan, sehingga polisi jangan ragu lagi,” ujarnya.
Rike Telussa mengecam Satgas Covid-19 Kota Ambon yang melakukan dugaan penyelewengan untuk menggarap anggaran yang besar.
“Tujuan dibalik itu kan anggaran. Selaku warga Kota Ambon, kami minta diusut tuntas, apalagi polisi sudah menemukan banyak bukti,” tandasnya.
Silakan Usut
Seperti diberitakan, Walikota Ambon, Richard Louhenapessy mengklaim tidak ada mark up yang dilakukan Satgas Covid-19. Ia mempersilakan kepolisian untuk melakukan pengusutan.
Walikota menegaskan dirinya telah mengingatkan seluruh pejabat di Pemkot Ambon agar jangan coba-coba memakan dana Covid-19.
“Kalau memang ada indikasi bahwa itu ada mark up silakan diproses hukum, karena saya sudah bilang seluruh pejabat, tidak terkecuali jangan coba-coba menikmati dana covid ini untuk kepentingan pribadi maupun keluarga. Jangan coba-coba, karena itu saudara akan tanggung itu bukan hanya untuk saudara, tapi anak cucu juga akan menerima beban itu,” tandas walikota kepada Siwalima, Kamis (8/10).
Kata walikota, dirinya telah meminta kepada seluruh pegawai dan pejabat pemkot yang tergabung dalam Satgas Penanganan Covid-19 Kota Ambon untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan hukum yang berlaku.
“Perhatikan itu normatif, perhatikan itu aturan jangan sampai saudara mengambil kebijakan itu tidak berdasar, itu resikonya saudara,” ujarnya.
Ia membantah ada mark up data jumlah kasus orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), jumlah tenaga kesehatan (nakes), dan pemotongan insentif nakes. Sebab, semua diaudit oleh BPKP. “Jadi bukan dimark up, seng. Itu data-data kita serahkan semua ke BPKP,” ujarnya.
Walikota mengakui, nakes yang terdaftar sebanyak 600 lebih. Tetapi insentif yang dibayar hanya kepada 400 lebih, karena sesuai waktu kerja.
“SK menyangkut nakes yang terdaftar itu seluruhnya 600 sekian. Ssedangkan realisasi pembayaran kurang lebih 400. Nah, kenapa? karena setiap surat tugas keluar itu ada orang yang berbeda. Jadi misalnya surat tugas kali ini itu nona punya nama, nanti dua minggu berikut, nona seng ada nama lai, orang lain punya nama. Tapi total seluruh nakes yang ada, itu kurang lebih 600. Tetapi yang dibayar itu total 400 sekian sesuai dengan data keuangan yang ada,” jelasnya.
Namun kalau pihak kepolisian hendak melakukan pengusutan, walikota tidak keberatan. Ia mempersilakan dilakukan proses hukum.
“Silakan, nggak ada masalah kita tidak akan tutup-tutupi itu kan bukan uang untuk Pemkot, itu uang untuk rakyat,” tegasnya.
Temuan Polisi
Seperti diberitakan, saat asistensi Tim Satreskrim Polresta Ambon menemukan data-data pasien Covid-19, yang berstatus ODP dan PDP dimanipulasi. Ini diduga dilakukan atas arahan pejabat Dinas Kesehatan. Arahan disampaikan kepada hampir semua puskesmas di Kota Ambon.
Kementerian Kesehatan mengalokasikan dana insentif daerah Kota Ambon melalui Dana Alokasi Khusus Bantuan Operasional Kesehatan Tambahan dalam penanganan Covid-19 sebesar Rp 3.450.000. 000 untuk tiga bulan, yakni Maret, April dan Mei 2020.
BPKAD kemudian mentransfer ke rekening Dinas Kesehatan Kota Ambon sebesar Rp 1.900.000.000 untuk insentif nakes bulan Maret dan April pada 22 puskesmas di Kota Ambon.
Sesuai laporan Dinas Kesehatan, jumlah nakes yang diinput pada 21 puskesmas sebanyak 653 orang. Namun yang diberikan insentif hanya 414 orang.
Pada bulan Maret 2020 jumlah nakes yang menerima insentif sebanyak 200 orang kemudian bulan April 2020 sebanyak 214 orang. Jadi totalnya 414 orang.
Dari jumlah 653 nakes di 21 puskesmas, minus Puskesmas Hutumuri, terdapat selisih 239 nakes yang mendapatkan insentif. Jumlah 239 ini diduga fiktif, yang dipakai untuk mengusulkan pencairan anggaran.
Dugaan penyelewengan lainnya adalah insentif nakes yang dipotong Dinas Kesehatan Kota Ambon.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 392 Tahun 2020 tentang pemberian insentif dan santunan kematian, sasaran pemberian insentif dan santunan kematian menyebutkan, besaran insentif nakes masing-masing; dokter spesialis Rp 15 juta, dokter umum atau gigi Rp 10 juta, bidang dan perawat Rp 7,5 juta dan tenaga medis lainnya Rp 5 juta. Namun nakes tak menerima sebesar itu, yang diterima justru nilainya di bawah.
Namun saat hendak menindaklanjuti temuan itu, tim unit Tipikor Satreskrim Polresta Ambon dimutasikan oleh Kapolres Kombes Leo Simatupang ke satker lain.
Sudah begitu, Kapolda Maluku Irjen Baharudin Djafar tidak respontif. Malah ia mengatakan, siap melakukan pengusutan jika data soal dugaan mark up tersebut ada. Pihaknya menunggu laporan sebagai dasar untuk melakukan pengusutan. Padahal polisi sendiri yang menemukan bukti itu.
“Sampai saat ini belum ada aduan terkait adanya dugaan mark up data, kita melakukan pengusutan kasus harus ada dulu data validnya, kalau memang benar adanya dugaan ini, siapa saja silakan lapor kalau ada datanya pasti akan kita usut,” tandas Kapolda singkat, saat silaturahmi dengan insan pers, Selasa (6/10). (Cr-2)
Tinggalkan Balasan