AMBON, Siwalimanews – Walaupun 15.120 vial vaksin Covid-19 sudah tiba di Maluku dan akan didistribusikan ke 11 kabupaten/kota, namun sayangnya warga masih ragu juga binggung tentang dampak penggunaan vaksin tersebut.

Keraguan dan kebi­ng­ungan warga ini juga disebabkan karena, kurangnya sosiali­sasi yang dila­ku­kan pemerintah untuk membe­rikan pemaha­man, keya­kinan dan kepastian penggunaan vaksin aman bagi masyarakat, tetapi juga mampu memitigasi penularan covid serta pemulihan ekonomi dapat lebih cepat pulih dari pandemi Covid-19.

Sejumlah masyarakat di Maluku memang takut divaksin. Alasan­nya bervariasi mulai dari tidak percaya vaksin itu aman hingga mengganggap hanya menjadi hipotesis atau bahan percobaan.

“Belum mau divaksin. Kecuali gubernur sudah divaksin,” kata Pika Patiiha, salah satu warga Batu Merah.

Senada, masyarakat lainnya berpikir demikian. Mereka takut vaksin tersebut tidak aman.

Baca Juga: Brimob Maluku Banjiri Poka Rumatiga dengan Disinfektan

“Belum mau divaksin karena belum tahu vaksin itu aman atau tidak,” kata Winda Herman.

“Saya mau divaksin kalau memang itu aman dan yang terbaik untuk pencegahan corona,” ujar Yunus Wattimena.

Rony Tamtalahitu yang hari-hari bekerja sebagai pengayuh becak di Kota Ambon menolak diberikan vak­sinasi, sebab kegunaan dari vaksin tersebut belum diketahui secara pasti.

“Vaksin ini untuk apa dulu?. Kalau untuk imun kan kita bisa minum vitamin saja, pemerintah tidak berikan sosialisasi kepada kita, saya sendiri juga tidak tahu. Jadi kalau mau di­vaksin saya tidak mau,” papar Rony kepada Siwalima, Selasa (5/1).

Dia meminta, pemerintah dapat memberi edukasi terkait dengan ke­gunaan vaksin tersebut kepada mas­yarakat, agar nantinya ketika diha­ruskan vaksin ia bersama keluarga­nya sudah siap.

“Kalau boleh harus ada sosiali­sasi untuk kami juga. Kami harus tahu vaksin untuk apa, kami ini kan tidak sakit lalu kalau divaksin nanti bagaimana lagi?, kami ini juga takut,” ujar Rony.

Tak hanya Rony, salah satu te­man­nya yang juga memiliki profesi yang sama sebagai pengauyuh be­cak meng­ungkapkan, dirinya tidak ingin mela­kukan vaksin apabila tidak dijelaskan dengan baik oleh peme­rintah.

“Saya tidak mau, saya saja tidak tahu vaksin ini apa?. Untuk apa saya divaksin kalau tidak ada yang memberi tahu kepada kami,” ungkap Jemmy.

Alung, salah satu tukang ojek di kawasan Batu Meja juga keberatan divaksin. Ia mengakui, pemerintah tidak memberikan penjelasan kepa­da masyarakat sehingga ia sendiri tidak memahami tujuan vaksinasi itu dilakukan.

“Vaksin untuk apa?. Saya tidak mau, saya bisa saja tidak tahu harus­nya mereka sebelum melakukan me­reka harus mensosialisasikan kepada kita dulu. Ini kita belum tau lagi mereka sudah mau lakukan vaksin saja, coba mereka terlebih dulu baru kita masyarakat ini,” tandasnya.

Ony Pattileuw, salah satu warga Batu Gajah mengaku kurang mema­hami dengan pasti tujuan dilakukamn vaksinasi bagi masyarakat.

Ony yang berprofesi sebagai pe­nga­yuh becak ini bersedia dirinya dan keluarga divaksin asalkan Pem­prov Maluku maupun Pemkot  Ambon dapat memberika keyakinan bahwa vaksin Covid 19 ini aman dan tidak berdampak buruk ketika di­gunakan.

“Kita ini awam jadi butuh diberi­kan pemahaman supaya katong tahu, katong memang dengar vaksin sudah ada di Maluku, tetapi juga banyak dengar dampak buruknya ketika orang divaksin, ini yang harus dijelaskan pemerintah karena katong takut, isu-isu bahwa kalau vaksin bisa meninggal dan lumpuh ini yang katong takut,” jelas Ony.

Bukan saja di Kota Ambon, warga di Kota Namlea juga menolak di­vaksin jika pemerintah tidak mem­berikan kepastian penggunaannya.

“Vaksin itu untuk apa,  beta kan seng sakit,  jadi seng perlu divaksin wa­lau digratiskan,” ujar Wa Ani,  pedagang di pasar Namlea.

Menurut ibu ini,  sejak terjadi pan­demik Covid-19, ia dan keluarganya seisi rumah tidak ada yang sakit. Apalagi tertular Covid-19.

Beberapa pedagang yang ditanya juga enggan untuk divaksin. “Ada video yang sudah beredar di What­Apps berisi penjelasan seorang wanita bule yang jadi korban vaksin covid. Matanya bengkak. Jangan sam­pai terjadi seperti ini, “harap Sofyan,  tukang ojek di Namlea.

Sementara itu, Ny Suhartin se­orang pemilik rumah makan dimintai tang­gapannya, mengakui tidak ter­lalu tahu lebih mendalam soal vaksin covid.

Tapi kata dia, bila pemberian vak­sin itu bertujuan mulia untuk me­nyudahi wabah yang sudah pande­mik ini,  maka seharusnya  didu­kung.

“Kalau divaksin itu masyarakat harus bayar berapa atau digratiskan pemerintah? Kalau vaksin ini ampuh, sebaiknya diberikan massal dan digratiskan,” kata Ny Suhartin.

Selama ini Ny Suhartin mengaku ia dan keluarganya sudah menerap­kan protokol kesehatan dengan se­lalu menerapkan 3M, mencuci ta­ngan, pakai masker dan jaga jarak saat di luar rumah.

Bukan saja di Kabupaten Buru, di Kabupaten SBB khususnya wilayah Kota Piru dan sekitarnya belum bersedia untuk di vaksin, dengan alasan belum mengetahui jelas aspek keamanannya.

Sebab untuk memastikan aspek keamanan dan kehalalan vaksin, karena warga belum melihat dengan jelas dan terbukti warga menggu­nakan vaksin tersebut.

Lambertus Salenusa, salah satu warga SBB mengatakan, sangat penting bagi warga untuk terus memastikan bahwa vaksin tersebut aman atau tidak, karena sampai saat ini belum ada titik terang terkait penggunaan vaksin di masyarakat.

“Oleh sebab itu selaku warga kami belum siap untuk di vaksin, harus di­coba dulu dengan melibatkan petugas kesehatan, karena petugas kesehatan adalah sumber informasi paling ter­percaya di masyarakat,” katanya.

Dijelaskan, selaku masyarakat biasa belum bersedia disuntik vak­sin Covid-19 ini karena hawatir terhadap keamanan dan keefektifan vaksin. Bahkan masyarakat juga belum percaya terhadap vaksin.

Selain itu, salah satu pedagang Ny. Wa Ona mengungkapkan belum mengetahui secara jelas penggu­naan vaksin tersebut.

Ia meminta, Dinas Kesehatan untuk melakukan sosialisasi kepada warga agar warga mengetahui dengan pasti.

“Katong takut disuntik vaksin Covid-19 karena belum tahu efeknya yang jelas. Bahkan keraguan kami  terhadap program vaksinasi virus corona dinilai akibat penyampaian infor­masi terkait vaksin pencegahan Covid-19 masih belum optimal,” ucapnya.

Selain itu, lanjutnya, ada sejumlah alasan lain seperti kehalalan, risiko dan efek samping, serta vaksin yang berbayar. Untuk vaksin yang ber­bayar ini pemerintah ada kesan berbisnis. Ini yang menyebabkan masyarakat menolak.

Di Kabupaten Buru Selatan juga sejumlah warga menolak divaksinasi Covid-19,” kami kurang paham soal vaksin itu. Untuk apa kami harus di vaksin, sejak Covid-19 mulai digempar-gemparkan sana sini kami sehat-sehat saja. Lalu untuk apa kami harus divaksin,” kata Natalia, warga Namrole.

Ia menolak untuk divaksin karena vaksin itu tak diyakini aman bagi orang yang divaksin.

“Banyak berita yang beredar di berbagai media. Ada yang tambah sakit dan ada meninggal pasca divak­sin. Lalu tujuan vaksin ini untuk men­cegah Covid-19 ataukah membunuh masyarakat? Kami menolak untuk divaksin. Sebab, kami tidak mau jadi kelinci percobaan,” ucapnya.

Ia menyarankan agar vaksin itu diprioritaskan saja bagi para pejabat di Bursel sebagai contoh agar warga benar-benar yakin akan vaksin itu.

“Baiknya vaksin dulu para pejabat di daerah ini, kalau dampaknya positif maka kami akan ikut divaksin, tapi kalau para pejabat tidak divaksin, maka kami warga pun tidak mau divaksin,” paparnya.

Warga Namrole lainnya yang juga mantan Ketua KPU Kabupaten Bursel, Said Sabi mengaku belum tahu secara detail akan manfaat vaksin itu.

“Belum tau informasi secara detail mengenai vaksin tersebut, perlu sosialisasi secara menyeluruh untuk masyarakat agar dapat diketahui sejauhmana manfaat dari vaksin itu,” kata Sabi.

Ia berharap, masyarakat tidak dijadikan sebagai kelinci percobaan untuk divaksin. Sebab ditakuti ada efek samping yang tak diinginkan dari vaksin tersebut.

“Jangan sampai masyarakat dijadikan sebagai kelinci percobaan. Bila kandungan vaksin tersebut halal dan tak ada efek samping secara jangka panjang tentu masyarakat pasti mau,” ucapnya.

Warga Namrole lainnya, Intan Mamulaty bahkan menolak mentah-mentah untuk divaksin. “Kalau saya sih kurang setuju dengan vaksin,” ucap Intan singkat.

Sedangkan, Said Ode menilai jika setelah divaksin dan masyarakat bisa beraktivitas secara normal itu sesuatu yang baik.

“Kalau memang setelah di vaksin tidak ada masalah lagi dengan Covid-19 sehingga masyarakat sudah bisa beraktivitas kembali seperti sebelum adanya corona, beta pikir sesuatu yang baik,” kata Ode.

Sedangkan, warga Bursel asal Kecamatan Fena Fafan, Rudy Seleky menilai harusnya sosialisasi dilakukan secara maksimal kepada masyarakat sebelum dilakukan proses vaksinasi.

“Mestinya sosoalisasi dilakukan secara masif ke suluhuh masyarakat dulu baru di lakukan vaksin. Sosialisasinya harus dari dokter ahli, jangan yang hanya petugas sebagai penyambung info,” kata Seleky.

Ia berharap, para pimpinan di daerah ini yang harus divaksin terlebih dahulu sebelum masyarakat.

Mantan Sekda Bursel Syahroel AE Pawa menilai di Bursel tidak ada Covid-19 sehingga tidak diperlukan vaksin. “Virus covid hanya bisa bertahan hidup dalam suhu udara di bawah 24 C. Buru Selatan daerah panas, tidak ada Covid 19,” katanya singkat.

Berbeda lagi dengan warga Bursel asal Kecamatan Leksula, Ignatius Rodrigues yang menilai kebijakan vaksinasi ini sebagai sebuah langkah yang baik.

“Kebijakan penyaluran vaksin Covid-19 ke semua kabupaten/kota ada­lah sebuah langkah maju, seba­gai upaya meredam persebaran dan ancaman Covid-19. Bagi saya kebija­kan ini perlu didukung,” kata Rodri­gues melalui mesengger, Selasa (5/1).

Rodrigues mengaku bersedia untuk divaksin bila dilakukan oleh pemerintah, “saya pribadi bersedia untuk divaksin bila program ini dilakukan oleh pemerintah melalui tim medis,” ucapnya.

Berikutnya warga Malteng minta pejabat Pemkab Malteng harus divaksin lebih awal, meski Pemkab Malteng telah menegaskan jatah awal vaksin Covid-19 berjumlah 2.096 buah diprioritaskan bagi seluruh tenaga kesehatan.

“Baiknya para pejabat, anggota dewan dan petugas rumah sakit dulu yang di vaksin. Kalau langsung ke masyarakat jangan dulu. Kalau langsung saya orang pertama yang bakal menolak,” tegas Anwar Lamani, salah satu warga Kota Masohi ini.

Anwar yang berprofesi sebagai tukang ojek ini menjelaskan, langkah Pemkab Malteng untuk memprio­ritaskan petugas kesehatan itu adalah langkah tepat, sebab mereka bertugas melayani orang sakit termasuk pasein atau orang yang terinfeksi virus Corona.

“Kami setuju dengan Pemerintah yang mendahulukan tenaga keseha­tan untuk divaksin. Sebab mereka yang setiap saat melayani orang sakit termasuk yang terserang virus Corona. Andaikata hasil vaksinya tidak menimbulkan masalah atau ganggu kesehatan seperti yang sempat ber­edar di medsos itu, baru selanjutnya ke masyarakat umum,” katanya.

Hijra salah satu tokoh pemuda di Malteng juga mengungkapkan hal senada. Baginya penggunaan vak­sin sebaiknya digunakan bagi semua pejabat Pemerintah, para legislator, PNS serta petugas kesehatan yang ada di jajaran Pemkab Malteng. Hal ini agar masyarakat dapat kembali percaya dengan vaksin Covid-19 yang didatangkan dari Cina itu.

Perlu Sosialisasi

Akademisi Unidar, Zulfikar Lestaluhu mengatakan, kurangnya pemahaman masyarakat tentang vaksin Covid juga disebabkan karena minimnya sosialisasi yang dilakukan pemerintah.

Sosialisasi kata dia, harus intens dilakukan untuk memberikan keyakinan bahwa vaksin Covid itu aman digunakan.

“Pemerintah harus memberikan pemahaman pada masyarakat bahwa vaksin penting untuk diri masya­rakat sendiri, untuk rakyat. Untuk negara kita supaya pandemi ber­akhir,” jelas Sulfikar kepada Siwa­lima, Selasa (5/1).

Sulfikar mengakui, masih ada sejumlah kelompok masyarakat yang enggan divaksin, karena memper­tanyakan efektivitas vaksin yang didatangkan pemerintah.

Jika sosialisasi tersebut lebih digencarkan lagi, ia yakin masya­rakat bisa memahami sepenuhnya bahwa vaksin yang didapatkan mereka aman.

“Tugas pemerintah memang harus meyakinkan masyarakat kalau vaksin ini memang ampuh dan aman. Karena banyak masyarakat berang­gapan setelah disuntik vaksin, kemungkinan mereka akan mati,” katanya lagi.

Sulkifar sendiri menyetujui vaksin tersebut diperuntukkan pertama bagi tenaga kesehatan. Namun, dia berharap selanjutnya para pejabat yang harus divaksin. Setelah itu baru masyarakat.

“Saya setuju awalnya tenaga medis, lalu berikutnya harus pejabat, baru kemudian masyarakat.  Supaya masyarakat percaya juga,” ujarnya.

Minta Kepala Daerah Atur

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian me­minta, kepala daerah untuk proaktif dalam mempersiapkan dan menso­sialisasi­kan program vaksinasi yang akan dila­kukan secara serentak di 34 provinsi, secara bertahap, mulai pekan depan.

Tito berharap kepada seluruh ke­pala daerah untuk dapat mengatur pro­ses vaksinasi agar tidak terjadi keri­butan. “Karena vaksin seolah seperti emas, bisa rebutan, menim­bulkan keru­munan, dan lain-lain,” kata Tito saat Rapat Koordinasi Kesiapan Vaksinasi Covid-19 dan Kesiapan Pe­negakan Protokol Kesehatan Tahun 2021 di Kantor Kemendagri, Selasa (5/1).

“Harus ada sosialisasi, ada taha­pan dan sosialisasi yang harus disam­paikan kepada masyarakat, agar tidak terjadi rush, tidak terjadi kerusuhan,” kata Mendagri Tito.

Mendagri juga meminta, kepala daerah untuk dapat menjawab pertanyaan publik terkait prioritas vaksinasi yang dilakukan terhadap 3 kelompok masyarakat.

“Kenapa tenaga kesehatan duluan? Kenapa pejabat duluan? Ini bagian dari upaya untuk meyakinkan publik bahwa vaksin aman, karena masih ada masyarakat yang bukan hanya tidak percaya vaksin, Covid pun ada yang tidak percaya,” ujar Tito.

Sebagaimana diketahui, penyun­ti­kan vaksin rencananya akan dila­ku­kan pada 13 Januari 2021. Adapun vak­sinasi tersebut akan diberikan per­tama kali kepada Presiden Joko Widodo.

Hal ini bertujuan untuk mening­katkan kepercayaan dan partisipasi tenaga kesehatan dan publik dalam program vaksinasi gratis bertahap.

Adapun proses vaksinasi ini dilakukan dengan diawali oleh tiga kelompok, yakni kelompok pejabat publik pusat dan daerah, pengurus Asosiasi Pofesi Tenaga Kesehatan dan key leader kesehatan daerah, serta tokoh agama daerah.

“Penyuntikan perdana tanggal 13 (Januari), hari Rabu depan, itu nanti di tingkat pusat oleh Bapak Presiden langsung yang pertama, beberapa menteri lain, pejabat tingkat pusat yang pimpinan Kementerian/Lemba­ga, usia di bawah 60 tahun,” kata Tito.

“Karena ini yang dari Sinovac, (untuk usia) 18-59 tahun,” ucap dia.

Lebih lanjut, Tito mengatakan, penyuntikan vaksin kemudian akan dilakukan di daerah. Sehingga, ia meminta kepala daerah untuk turut serta memastikan dan hadir langsung dalam proses penyuntikan vaksin.

“Penyuntikan pertama di tingkat daerah tanggal 14 dan 15, jadi se­mentara belum ditentukan waktu­nya, tapi mungkin ini tergantung kesiapan di daerah juga, mungkin sekitar 10 orang dengan publik figur, kalau kepala daerahnya di bawah 60 tahun,” kata Tito.

“Kemudian kalau di atas 60 tahun bisa wakil, sekda, pejabat lain, forkopimda, tolong

Selain data, Mendagri juga me­minta kepala daerah untuk mengatur jadwal maupun kesiapan teknis lainnya dalam program vaksinasi secara gratis ini. “Harus diatur jadwalnya pada saat penyuntikan, siapa yang ditarget, kemudian kordinasi dengan aparat keamanan, TNI/Polri, Satpol PP,” ucap Tito. (S-50/S-52/S-31/S-48/S-35).