AMBON, Siwlaimanews –  Kondisi Rumah Sakit Haulussy sangat memprihatikan dan terancam gulung tikar alias bangkrut. Hingga kini utang kepada pihak ketiga mencapai Rp31 miliar, belum mampu dilunasi.

Selain itu, sejak pengalihan rumah sakit milik daerah ini men­jadi badan layanan umum daerah, pendapatan yang dihasilkan juga tidak mampu membiayai semua operasional RS Haulussy.

Di sisi lain, manajemen RS Hau­lussy juga dinilai tidak mampu mengelola rumah sakit milik tersebut.

Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Maluku, Andi Munaswir mendesak, Pemprov Maluku un­tuk segera mengambil alih pe­ngelolaan RS Haulussy.

Menurut dia, salah satu penye­bab RS Haulussy hampir bang­krut lantaran pendapatan yang dihasilkan juga tidak mampu membiayai semua operasional.

Baca Juga: Pangdam Dampingi Presiden Selama di Maluku

Selain itu, utang yang dimiliki RS telah terlampau banyak yang mencapai miliaran rupiah, menye­babkan operasional RS ini tidak dapat berjalan dengan baik. Belum lagi terlilit masalah dugaan korupsi yang saat ini diusut Kejaksaan Tinggi Maluku.

Akibat utang pihak ketiga yang terlampau banyak, menyebabkan alat katerisasi jantung yang telah tersedia dan menjadi kebutuhan pokok pasien tidak dapat dioperasio­nalkan.

Selain itu, banyak obat-obatan yang kosong sehingga pasien harus membeli obat dari luar RS, padahal harusnya disediakan dan gratis.

“Ini akibat dari PBF tidak lagi menyalurkan obat-obatan karena utang yang tidak dibayar melebihi jatuh tempo. Haulussy udah kolaps utang terlalu banyak, jadi kita akan usulkan diambil alih langsung Pemda,” ujar Munaswir kepada Siwalima melalui pesan Whatsapp, pekan kemarin.

Jika status BLUD tidak diubah, tambahnya,  ke depan hampir dipas­tikan RS Haulussy akan mengalami kebangkrutan dan bila itu terjadi, maka akan merugikan daerah mau­pun masyarakat yang selama ini membutuhkan pelayanan.

Politisi Partai Gerindra Maluku ini pun mengharapkan semua pihak termasuk Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, dapat memperhatikan per­soalan RS ini agar dapat dicarikan solusi minimal dengan mengambil alih pengelolaannya.

Utang RS Haulussy kepada reka­nan atau pihak ketiga mencapai Rp31 miliar.  Sebelumnya, mencapai Rp40 miliar, namun  telah dicicil Rp9 miliar, sehingga masih tersisa yang belum dilunasi sebesar Rp31 miliar.

Minta Perhatian Gubernur

Persoalan utang yang membe­lenggu RS  Haulussy telah meng­akibatkan rumah sakit plat merah ini nyaris bangkrut, Gubenur diingat­kan tidak menutup mata.

Advokat Rony Samloy mengata­kan RS Haulussy merupakan milik daerah maka Pemprov Maluku harus jeli dan bertanggung jawab terhadap persoalan yang terjadi di manajemen RSUD Haulussy.

Gubenur Maluku sebagai kepala daerah bersama jajaran harus dapat mencari solusi sehingga masalah ini bisa tuntas, sebab persoalan dibalik proses hukum disinyalir membuat manajemen RS Haulussy bangkrut atau kolaps.

“Gubernur tidak boleh tutup mata dan harus turun tangan karena menyangkut hajat hidup orang banyak untuk kepentingan banyak orang dibidang kesehatan,” tegas Samloy saat diwawancarai melalui telepon selulernya, Minggu (18/9).

Dia mengakui, saat ini di Maluku sudah ada begitu banyak rumah sakit tetapi orang juga melihat pelayanan di RS termasuk baik, maka pemerintah daerah harus mem­beri­kan dukungan finansial disamping persoalan penyalahgunaan keuang­an yang sedang diusut.

Gubenur juga harus melakukan evaluasi terhadap seluruh aktivitas manajemen RS Haulussy, sebab manajemen saat ini berdampak signifikan terhadap pembangunan kesehatan di Maluku khususnya Kota Ambon.

Apalagi persoalan di RS ini merupakan persoalan lama yang telah diketahui oleh Pemprov Maluku sehingga jika manajemen hari ini tidak memiliki kemampuan manajerial maka jangan ditempatkan di RS Haulussy.

“Gubernur harus mencari orang yang memiliki kemampuan mana­jerial mumpuni agar dapat mendatangkan keuntungan bagi rumah sakit tersebut,” ujar Samloy.

Ditambahkan, dalam melakukan evaluasi masalah manajemen pengelolaan keuangan harus di tingkatkan agar tidak terjadi kebo­coran pada pos-pos yang selama ini dimanfaatkan oleh orang tertentu untuk meraup keuntungan pribadi maupun kelompok.

Pengelolaan Buruk

Terpisah, advokat Munir Kairoty juga menyayangkan pengelolaan RSHaulussy yang tidak baik dan berakibat nyaris bangkrut.

Menurutnya, jika ada terjadi kerugian yang dialami RS Haulussy maka gubenur tidak boleh menutup mata karena menyangkut harga diri orang Maluku.

“Satu-satunya rumah sakit ke­banggaan orang Maluku maka Gubernur harus turun tangan melihat kondisi yang ada di RS ini, sebagai rumah sakit kembangkan Maluku jika masyarakat tidak sehat, bagaimana dapat membangun daerah sebab kesehatan dan pendi­dikan itu sangat penting,” ujar Kairoty saat diwawancarai Siwalima melalui sambungan selulernya, Minggu (18/9).

Kairoty menegaskan, persoalan RS Haulussy sangat tergantung dari orang yang mengelola artinya, jika orangnya tidak mampu harus dilaku­kan evaluasi secara menye­luruh.

“Harus diganti kepada orang yang mampu mengelola rumah sakit ini supaya menjadi RS yang dapat bersaing dengan rumah sakit lain di Maluku. Artinya kalau orang yang dipercaya untuk mengelola rumah sakit lantas tidak bisa membawa RS kearah yang baik, maka harus diganti karena tidak mampu dan diberikan kepada orang yang mampu bekerja,” cetusnya.

Sementara itu, Direktur RS Hau­lussy Zulkarnain yang dihubungi Siwalima melalui sambungan se­lulernya namun tidaklah aktif.

Komitmen Bayar

Jauh sebelumnya, Wakil Direktur Bidang Pelayanan, Elna Anakotta mengungkapkan, pihaknya komit­men untuk melunasi hutang kepada pihak ketiga.

“Iya memang kita ada masih hu­tang ke pihak ketiga, dan zamannya pak Zulkarnain itu sudah mulai membayar,” ujar Anakotta saat dikonfirmasi Siwalima melalui tele­pon selulernya, Selasa (20/5) lalu.

Dia mengakui, pihaknya akan tetap mencicil, karena kondisi pendapatan RSUD pasca Covid itu tidak mampu untuk membayar langsung. Namun tetap komitmen menuntaskan hutang kepada pihak ketiga.

“Kita tetap akan membayar hutang tersebut dan kita akan cicil sedikit-sedikit. Dan ini hutang obat dan hutang obat ini yang harus katorang cicil. Sekarang kita mulai cicil dari bulan Februari awal,” ujarnya sembari menegaskan, pihaknya tetap komitmen melunasi hutang tersebut.

Ditambahkan, pemesan obat tidak gampang karena harus sesuai dengan regulasi dan obat tiba juga butuh waktu dua sampai tiga minggu.

“Untuk pemesan obat itu butuh waktu tidak langsung pesan obat datang karena ini harus sesuai regulasi dan ekatalog. Jadi harus tunggu dulu dua atau tiga minggu baru obat datang, beda kalau pribadi yang pesan langsung misalnya pribadi buka klinik lalu pesan langsung. Kalau pemerintah itu ada aturannya,” ujarnya singkat.(S-20)