Usut Tuntas Korupsi MCU di RS Haulussy, Bisa Tambah Tersangka
AMBON, Siwalimanews – Tim penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku masih terus melakukan penyidikan tuntas kasus dugaan korupsi medical check up di RS Haulussy.
Dalam pengusutan kasus ini, tim penyidik Kejati Maluku baru menetapkan satu tersangka, yaitu mantan Ketua Ikatan Dokter Indonesia Maluku, HT.
Namun menurut Humas Kejati Maluku, Wahyudi Kareba, penyidik masih terus melakukan penyidikan, dan tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru.
“Ya tidak menuntup kemungkinan akan ada tersangka baru. Nanti ikuti saja perkembangannya dan tim penyidik masih terus bekerja,” jelas Kareba kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Kamis (5/1).
Kareba mengungkapkan, jika fakta-fakta dalam proses penyidikan itu ada tersangka baru maka dirinya akan sampaikan ke publik.
Baca Juga: Tak Ditemukan, SAR Hentikan Pencarian Warga Tihu“Jika ada tambahan tersangka maka akan segera disampaikan,” ujarnya singkat sembari mengaku, pihaknya akan tetap komitmen dan konsisten dalam penangganan kasus korupsi.
“Ikuti saja perkembangannya karena dalam proses penyidikan menjurus ke HT sehingga HT ditetapkan sebagai tersangka,” katanya.
Satu Dokter Tersangka
Seperti diberitakan sebelumnya, mantan Ketua Ikatan Dokter Indonesia Maluku, HT, ditetapkan sebagai tersangka oleh tim penyidik Kejati dalam kasus dugaan korupsi MCU RS Haulussy Ambon.
Penelusuran Siwalima, inisial HT yang juga mantan Ketua Ikatan Dokter Indonesia Maluku merujuk kepada Hendreta Tuanakotta.
Kuat dugaan anggaran untuk jasa MCU itu bermasalah, kurun tahun 2016-2020. Dan HT diduga menerima anggaran tersebut.
Pada tahun 2017, tercatat dilaksanakan tiga Pilkada, yang proses MCU dilaksanakan di RS Haulussy yakni, Kota Ambon dan KKT.
Selanjutnya pada tahun 2018 lalu, dilaksanakan kegiatan serupa untuk Pilkada Kota Tual, Maluku Tenggara dan Pilgub Maluku.
Kemudian pada tahun 2020, tercatat empat kabupaten yang melaksanakan Pilkada, dimana seluruhnya melakukan medical check up di RS Haulussy, yaitu Kabupaten Buru Selatan, Kepulauan Aru, Maluku Barat Daya dan Seram Bagian Timur.
Kejar Tersangka Lain
Desakan agar penyidik tidak tebang pilih dalam kasus ini gencar disuarakan.
Praktisi hukum Fileo Pistos Noija, menanggapi ditetapkannya satu tersangka yaitu HT, dalam kasus ini.
Noija meminta, Kejaksaan Tinggi tidak saja menetapkan HT sebagai tersangka dalam kasus tersebut, tapi juga harus menjerat pihak-pihak lain yang juga diduga terlibat.
Kejati Maluku telah menetapkan mantan Ketua Ikatan Dokter Indonesia Maluku, HT sebagai tersangka kasus dugaan korupsi lMCU RS Haulussy Ambon.
Kuat dugaan anggaran untuk jasa MCU itu bermasalah, kurun tahun 2016-2020. Dan HT diduga menerima anggaran tersebut.
Noija yang juga kuasa hukum HT mengaku, dalam kasus ini ada kerja sama atau MoU antara KPU, IDI dan RS Haulussy sehingga dalam kasus korupsi tidak saja satu tersangka tetapi ada yang turut bersama-sama.
“Beta ditunjuk sebagai kuasa hukum tetapi setahu beta dalam kasus korupsi itu tidak tersangka satu, tetapi ada pihak lainnya juga, apalagi kasus ini ada kerja sama antara KPU, IDI dan RS Haulussy,” ujar Noija saat dihubungi Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (4/1).
Noija belum mau berkomentar lebih jauh tentang penetapan kliennya sebagai tersangka.
“Beta minta maaf beta ditunjuk memang sebagai kuasa hukum, beta belum mau berkomentar lebih jauh, beta belajar pahami kasusnya,” ujarnya singkat.
Minta Transparan
Terpisah, praktisi hukum Ronny Samloy meminta tim penyidik Kejati Maluku jika sudah mengantongi tersangka lain maka harus transparan ke publik.
Dia memberikan apresiasi bagi tim penyidik Kejati Maluku yang sudah menetapkan satu dokter sebagai tersangka kasus MCU di RS Haulussy Ambon.
Dengan ditetapkan HT sebagai tersangka, ujarnya, banyak kalangan menilai baik kinerja terukur Kejati Maluku tetapi juga harus kejar tersangka lain, karena korupsi tidak ada tersangka tunggal.
“Sebagai Praktisi Hukum tentu kami mengapresiasi Kinerja yang ditinjukan pihak kejaksaan Tinggi Maluku yang telah berhasil menyeret salah satu tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi MCU di RS Haulussy,” ujarnya kepada Siwalima di Ambon, Rabu (4/1).
Dia meminta, Kejati Maluku untuk tidak melindungi oknum-oknum lain yang diduga terlibat jika memang sudah kantongi calon tersangka lainnya.
“Kami juga meminta Kejati jika telah kantongi tersangka lain, harus segera diInformasikan ke publik, sehingga masyarakat Tahu, jangan lindungi siapapun di balik kasus Ini,” kata Samloy.
Jangan Dilindungi
Terpisah praktisi hukum, Nelson Sianressy juga meminta tim penyidik Kejati Maluku untuk tidak melindungi oknum-oknum yang diduga terlibat dalam kasus ini.
“Jaksa kan sudah memiliki data awal dan beberapa target tersangka, mestinya dilakukan secepatnya.
Jangan sampai berlarut, mengingat kepercayaan masyarakat telah diberikan bagi Kejati Maluku dalam menyelesaikan Kasus Korupsi di Maluku ini,” ujar Sianressy yang diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (4/1).
Sianressy meminta, Kejati untuk segera umumkan tersangka lain jika memang sudah kantongi dan bukan satu tersangka saja.
Sementara itu, informasi yang diperoleh Siwalima, untuk melakukan MCU di RS Haulussy Pemilihan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota dan Provinsi Maluku, KPU Maluku melakukan kerja sama dengan pihak RS Haulussy maupun IDI Maluku.
Menurut sumber, KPU Maluku mentransfer sejumlah anggaran bernilai miliaran rumah kepada pihak RS Haulussy sebagai penyelenggara MCU tersebut, dan selanjutnya RS Haulussy menyerahkan uang tersebut kepada IDI.
“Sehingga dalam kasus ini bukan satu tersangka saja, harus juga ada tersangka lain, karena ini ada kerja sama,” ujarnya.
Sedangkan Kareba yang dikonfirmasi Siwalima di ruang kerjanya, Rabu (4/1) terkait kasus ini mengungkapkan, baru satu tersangka saja yang ditetapkan tim penyidik Kejati Maluku. “Baru diinformasikan satu tersangka saja HT,” ujarnya.
Kareba mengaku, belum ada informasi lain soal penambahan tersangka, jika ada maka dirinya akan segera sampaikan.
“Belum ada info. Kalau ada saya sampaikan,” ujarnya singkat.
Untuk diketahui, Kejati bidik sejumlah kasus di RS Haulussy berdasarkan surat nomor: SP 814/Q.1.5/1.d.1/06/2022.
Selain pembayataan BPJS Non Covid, pembayaran BPJS Covid tahun 2020, pembayaran kekurangan jasa nakes BPJS tahun 2019 tetapi juga pengadaan obat dan bahan habis pakai juga sarana dan prasarana pengadaan alat kesehatan dan pembayaran perda pada RSUD Haulussy tahun 2019-2020.
BPJS Kesehatan diketahui mendapat tugas dari pemerintah memverifikasi klaim rumah sakit rujukan Covid-19 di Indonesia setelah verifikasi barulah Kementerian Kesehatan melakukan pembayaran klaim tersebut.
Diduga total klaim Covid dari rumah sakit rujukan di Provinsi Maluku sejak 2020 hingga September 2021 yang lolos verifikasi BPJS Kesehatan mencapai 1.186 kasus dengan nilai Rp117,3 miliar.
Sejak tahun 2020 tercatat sebanyak 891 kasus atau klaim di Maluku lolos verifikasi BPJS Kesehatan. Nilai klaim dari jumlah kasus tersebut mencapai sekitar Rp97,32 miliar dan hingga September 2021 klaim yang sudah terverifikasi ada 295 dengan jumlah biaya sekitar Rp20 miliar.
Negara Rugi 600 Juta
Seperti diberitakan sebelumnya, empat pejabat RS Haulussy yang sudah berstatus tersangka, bakal segera diperiksa penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku.
Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Edyward Kaban akhirnya angkat bicara terkait pengusutan kasus dugaan korupsi penyalahgunaan anggaran uang makan minum tenaga kesehatan Covid-19 tahun anggaran 2020 di RS Haulussy.
Kajati mengakui, telah menetapkan empat tersangka kasus dugaan korupsi uang makan yaitu, JAA, NL, HK dan MJ.
Kepada wartawan di ruang kerjanya, Selasa (8/11), Kaban mengungkapkan, pihaknya telah mengantongi kerugian negara dari BPKP Perwakilan Maluku sebesar Rp600 juta.
“Untuk kasus ini kita sudah tetapkan empat tersangka mereka masing masing berinisial JAA, NL, HK dan MJ dari pihak RSUD, penetapan tersangka dilakukan setelah kita mendapatkan hasil perhitungan kerugian negara dari BPKP yang menunjukan adanya kerugian negara sebesar lebih dari Rp. 600 juta,”jelasnya.
Kajati juga mengungkapkan, pihaknya akan mengangendakan pemeriksaan empat tersangka.
Sementara untuk kasus medical check up kepada daerah di rumah sakit berpelat merah milik Pemprov Maluku lanjut Kajati, masih penyidikan dan belum mengarah ke penetapan tersangka.
“Untuk kasus satunya lagi yang ada di tahap penyidikan, belum ada tersangka. Proses penyidikan sementara berjalan dan kita menunggu hasil perhitungan kerugian negaranya,” tutur Kajati. (S-05)
Tinggalkan Balasan