AMBON, Siwalimanews – Tim penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku terus menggali bukti-bukti dugaan penyim­pangan upah tenaga kesehatan RSUD Haulussy.

Buktinya tim penyidik akan me­meriksa sejumlah saksi baik dari internal RSUD Haulussy sendiri, nakes, Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Maluku, serta Sekretaris Daerah Maluku, Sadli Ie.

Sumber Siwalima di Ditreskrimsus Polda Maluku mengatakan, tim pe­nyidik telah menyiapkan pemanggilan untuk dimintai keterangan sejumlah saksi termasuk Sekda Maluku dan BPKAD Provinsi Maluku.

Kata sumber yang meminta namanya tak dikorankan ini, pemeriksaan terhadap Sekda maupun BPKAD disebabkan anggaran untuk upah nakes telah ada namun diduga digu­nakan untuk kegiatan lain.

Sementara itu, Direktur Reskrimsus Polda Maluku, Kombes Hujra Sou­mena yang dikonfirmasi Siwalima, Senin (14/1) membenarkan akan memeriksa sejumlah saksi.

Baca Juga: Polisi Mulai Garap Upah Nakes RSUD Haulussy, Usut Penyimpangan

Namun dia tidak menjelaskan secara spesifik saksi-saksi siapa saja yang akan diperiksa pihak penyidik.

Ditanyakan siapa-siapa saja yang akan diperiksa, apakah termasuk Sekda Maluku dan pihak BPKAD, menurut Soumena sejumlah saksi akan diperiksa. “Sejumlah saksi ya akan diperiksa,” ujarnya singkat.

Beri Dukungan

Terpisah praktisi hukum, Yeanly Lopulalan memberikan dukungan kepada Ditreskrimsus Polda Maluku untuk membongkar dugaan penyim­pangan upah nakes RSUD Haulussy.

Wanita asal Negeri Porto itu menjelaskan, hak nakes merupakan hal paling utama yang mestinya diselesaikan sebab sebagai garda terdepan dalam penanganan kasus-kasus seperti Covid 19 yang diketahui seluruh dunia merasakan hal itu.

Kepada Siwalima di Ambon, Senin (15/1) mengecam keras hak-hak nakes yang kemudian dikebiri dan digunakan untuk kegiatan lain. Hal ini tentu saja sudah berten­tangan dengan aturan. Karena itu dia sangat mendukung aparat kepolisian khususnya Ditreskrimsus Polda Maluku untuk membongkar praktek busuk yang menyalahi aturan, sehingga upah nakes yang seharusnya dibayarkan justru tidak dilakukan.

Dia meminta penyidik untuk mengusut hingga tuntas, termasuk pihak-pihak terkait apakah para pejabat Pemprov ataupun pihak managemen RSUD Haulussy dipanggil untuk dimintai kete­rangan.

“Kita mesti ingat dengan sejumlah kasus kesehatan yang mewabah. Mereka para nakes pasang badan untuk keselamatan banyak orang. Dengan menderita, depresi dan lain mereka tetap kerja untuk masyarakat banyak. Lalu kalau hak atau upah mereka dikebiri mau jadi apa. Ini pelanggaran aturan hukum,” te­gasnya

Sebagai praktisi hukum dan masyarakat, tambah dia, tentu men­dukung penuh langkah kepolisian untuk menuntaskan kasus ini.

Selain Kepolisian, Lopulalan mengharapkan juga kepada pihak manajemen RSUD Haulussy untuk membantu pihak kepolisian dalam memberikan data pendukung sehingga hak nakes bisa diselesai­kan dengan cepat.

Dituntaskan

Di tempat yang sama, praktisi hukum Marnex Salmon juga menyatakan dukungannya untuk pihak kepolisian dalam menun­taskan upah nakes RSUD Haulussy.

Ratusan nakes RSUD Haulussy, lanjut dia, tentu saja berharap, kasus ini bisa tuntas di usut Ditreskrimsus Polda Maluku.

Dia juga mengecam tindakan menggebiri hak-hak nakes. Karena itu dia meminta agar kepolisian dalam hal ini penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku, dan siapapun yang diduga terlibat harus diproses.

“Masyarakat menaruh harapan kepada APH dalam menyelesaikan kasus RSUD Haulussy. Tentunya masyarakat berharap bukan hanya sedikit aksi yang telah dilakukan tetapi mesti diselesaikan hingga tuntas,” kata Marnex

Usut Penyimpangan

Penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku mengusut kasus dugaan penyimpangan upah tenaga kese­hatan RSUD Haulussy Ambon.

Direktur Kriminal Khusus Polda Maluku, Kombes Hujra Soumena yang dikonfirmasi Siwalima, Sabtu (13/1) menegaskan, penyidik saat ini fokus menemukan penyimpangan dana insentif nakes RSUD milik daerah Maluku itu. “Kita masih fokus gali penyimpangan,” tegas­nya.

Kata Soumena, kasus ini sudah ditahap penyelidikan dan penyidik telah memeriksa belasan saksi baik dari tenaga kesehatan maupun internal RSUD Haulusy.

Dari hasil penyelidikan diketahui anggaran untuk nakes telah dicair­kan hanya saja digunakan untuk hal lain.

Hal ini yang menjadi dasar penyidik untuk menemukan siapa yang bertanggung jawab dalam penyimpangan anggaran tersebut.

“Saat ini kita lagi fokus untuk temukan penyimpangan penggu­naan keuanganya,” kata dia.

Soumena sebelumnya kepada Siwalima, Kamis (11/1) juga me­negaskan, penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku saat ini fokus menemukan penyimpangan dana intensif nakes RS milik daerah Maluku itu dengan telah memeriksa belasan saksi.

Dikatakan, kasus ini telah masuk dalam tahap penyelidikan. “Kasus ini dalam penyelidikan dan ada sejumlah saksi yang sudah dimintai keterangan,” ujar Soumena kepada Siwalima di Ambon, Kamis (11/1).

Sementara itu Informasi yang di himpun Siwalima terdapat sejumlah saksi baik dari Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Maluku, auditor hingga Sekda Maluku akan dipang­gil untuk dimintai keterangan.

Pemanggilan tersebut dilakukan lantaran hasil penyelidikan me­nunjukan adanya pencairan ang­garan, namun tidak sampai ke tangan pemegang hak dalam hal ini nakes.

Hanya saja, Soumena belum berkomentar jauh, lataran penye­lidikan masih berjalan.

“Perkembangan lanjut nanti saya infokan, kita fokus penyimpang­annya dulu,” pungkasnya.

Didukung DPRD 

DPRD Provinsi Maluku mendu­kung penuh langkah Ditreskrimsus Polda Maluku untuk mengusut tuntas dugaan penyimpangan upah nakes di RSUD Haulussy.

Dukungan tegas ini diungkapkan Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Maluku, Samson Atapary kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Sabtu (13/1).

Samson menjelaskan pengusutan yang dilakukan Direskrimsus Polda Maluku terhadap penggunaan upah tenaga kesehatan RSUD Haulussy.

“Bagi kami pengusutan yang sudah dilakukan Ditreskrimsus sudah tepat dan DPRD memberikan dukungan penuh agar diungkapkan terang benderang,” ujar Samson.

Menurutnya, siapapun pejabat daerah yang dipanggil Ditres­krimsus wajib hadir untuk mem­berikan keterangan terkait penggu­naan anggaran tersebut.

Jika saksi yang dipanggil tidak hadir atau tidak kooperatif maka penyidik harus melakukan upaya paksa terhadap saksi-saksi.

Ketegasan penyidik kata Samson diperlukan guna memastikan penegakan hukum terhadap upaya nakes di RSUD tidak berlarut-larut dan menimbulkan kecurigaan.

“Kalau tidak hadir atau tidak kooperatif, penyidik lakukan upaya paksa agar ada kepastian hukum dan tidak berlarut-larut,” tegasnya.

Komisi IV maupun DPRD secara kelembagaan kata Atapary pasti memberikan dukungan penuh sebab masalah tersebut sudah menjadi kegelisahan DPRD sejak 3 tahun lalu.

Bahkan, DPRD sudah memasukan dalam visi komisi, kata akhir fraksi maupun dibicarakan di tingkat Banggar, tapi tidak ada tindak lanjut oleh gubernur.

“Jadi kalau penegak hukum masuk melakukan penyelidikan dan penyidikan sudah sangat tepat,” tuturnya.

Empat Tahun

Untuk diketahui, ratusan tenaga kesehatan belum menerima upah kerja atau intensif sebesar Rp26 miliar.

Sudah empat tahun sejak 2020 hingga akhir Desember 2023 sebanyak 600 tenaga kesehatan yang yerdiri dari ASN, Non ASN, honor daerah dan tenaga kerja sukarela belum memperoleh hak-haknya.

Adapun jasa pelayanan sebesar Rp26 miliar yang belum diterima yaitu, tahun 2020 untuk BPJS sebesar Rp2.522.498.760,-

Tahun 2021 untuk BPJS yang harus dibayarkan sebesar Rp4.880.­030.040,80,-

Tahun tahun 2022 sebesar Rp6.010.564.520,- selanjutnya di tahun 2022 pembayaran sesuai peraturan daerah untuk medical check up sebesar Rp1.348.586.740,- sedangkan Covid-19 sebesar Rp1.242.561.080.

Tahun 2023 untuk pembayaran BPJS sebesar Rp9.133.854.493,- pembayaran Perda sebesar Rp789.596.622,80,- dan Covid-19 sebesar Rp65.237.600,-

Dengan demikian total keselu­ruhan hak nakes yang belum dibayarkan untuk BPJS sebesar Rp22.546.947.813,80. Untuk Perda total Rp2.138.183.402,80 ditambah MCU tahun 2021. Sedangkan Perda berjumlah Rp1.307.798.680,-

Total hampir 26 M dana jasa pelayanan kurang lebih 600 pegawai RS M Haulussy belum dibayar.

Akibat belum terima hak-hak mereka, ratusan tenaga kesehatan ini menggelar aksi demonstrasi menuntut agar pemprov maupun managemen segera membayar hak-hak mereka. (S-10/S-26)