AMBON, Siwalimanews – Penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku mengusut kasus du­gaan penyimpangan upah tenaga kesehatan RSUD Hau­lussy Ambon.

Direktur Kriminal Khusus Polda Maluku, Kombes Hujra Soumena yang dikonfirmasi Siwalima, Sabtu (13/1) menegaskan, penyidik saat ini fokus menemukan penyimpangan dana insentif nakes RSUD milik daerah Maluku itu. “Kita masih fokus gali penyimpangan,” tegasnya.

Kata Soumena, kasus ini sudah ditahap penyelidikan dan penyidik telah memeriksa belasan saksi baik dari tenaga kesehatan maupun internal RSUD Haulusy.

Dari hasil penyelidikan diketahui anggaran untuk nakes telah dicairkan hanya saja digunakan untuk hal lain.

Hal ini yang menjadi dasar penyidik untuk menemukan siapa yang ber­tanggung jawab dalam penyimpangan anggaran tersebut.

Baca Juga: Periksa Raja, Tambang Galian C Ilegal Rohomoni Disita

“Saat ini kita lagi fokus untuk te­mukan penyimpangan penggunaan keuanganya,” kata dia.

Soumena sebelumnya kepada Siwalima, Kamis (11/1) juga mene­gaskan, penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku saat ini fokus menemukan penyimpangan dana intensif nakes RS milik daerah Maluku itu dengan telah memeriksa belasan saksi.

Dikatakan, kasus ini telah masuk dalam tahap penyelidikan. “Kasus ini dalam penyelidikan dan ada sejumlah saksi yang sudah dimintai keterangan,” ujar Soumena kepada Siwalima di Ambon, Kamis (11/1).

Sementara itu Informasi yang di himpun Siwalima terdapat sejumlah saksi baik dari Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Maluku, auditor hingga Sekda Maluku akan dipang­gil untuk dimintai keterangan.

Pemanggilan tersebut dilakukan lantaran hasil penyelidikan me­nunjukan adanya pencairan angga­ran, namun tidak sampai ke tangan pemegang hak dalam hal ini nakes.

Hanya saja, Soumena belum ber­komentar jauh, lataran penyelidikan masih berjalan.

“Perkembangan lanjut nanti saya infokan, kita fokus penyimpang­annya dulu,” pungkasnya.

Didukung DPRD 

DPRD Provinsi Maluku mendu­kung penuh langkah Ditreskrimsus Polda Maluku untuk mengusut tuntas dugaan penyimpangan upah nakes di RSUD Haulussy.

Dukungan tegas ini diungkapkan Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Maluku, Samson Atapary kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Sabtu (13/1).

Samson menjelaskan pengusutan yang dilakukan Direskrimsus Polda Maluku terhadap penggunaan upah tenaga kesehatan RSUD Haulussy.

“Bagi kami pengusutan yang sudah dilakukan Ditreskrimsus sudah tepat dan DPRD memberikan dukungan penuh agar diungkapkan terang benderang,” ujar Samson.

Menurutnya, siapapun pejabat daerah yang dipanggil Ditreskrim­sus wajib hadir untuk memberikan keterangan terkait penggunaan anggaran tersebut.

Jika saksi yang dipanggil tidak hadir atau tidak kooperatif maka penyidik harus melakukan upaya paksa terhadap saksi-saksi.

Ketegasan penyidik kata Samson diperlukan guna memastikan penegakan hukum terhadap upaya nakes di RSUD tidak berlarut-larut dan menimbulkan kecurigaan.

“Kalau tidak hadir atau tidak kooperatif, penyidik lakukan upaya paksa agar ada kepastian hukum dan tidak berlarut-larut,” tegasnya.

Komisi IV maupun DPRD secara kelembagaan kata Atapary pasti memberikan dukungan penuh sebab masalah tersebut sudah menjadi kegelisahan DPRD sejak 3 tahun lalu.

Bahkan, DPRD sudah memasukan dalam visi komisi, kata akhir fraksi maupun dibicarakan di tingkat Banggar, tapi tidak ada tindak lanjut oleh gubernur.

“Jadi kalau penegak hukum masuk melakukan penyelidikan dan penyidikan sudah sangat tepat,” tuturnya.

Apresiasi

Terpisah, Praktisi Hukum Djidion Batmomolin memberikan apresiasi bagi Ditreskrimsus Polda Maluku atas proses penegakan hukum yang dilakukan dalam kaitannya dengan upah tenaga kesehatan.

Dikatakan, persoalan nakes di RSUD Haulussy bukan merupakan persoalan baru telat telah terjadi namun belum terungkap.

“Ini sudah tepat jadi, kalau Ditreskrimsus Polda Maluku sudah ambil langkah untuk mengungkap persoalan di RSUD.

Batmomolin menjelaskan siapa­pun yang nanti dipanggil harus bersikap kooperatif dan tidak menghambat proses penegakan hukum sehingga terbuka.

Empat Tahun

Untuk diketahui, ratusan tenaga kesehatan belum menerima upah kerja atau intensif sebesar Rp26 miliar.

Sudah empat tahun sejak 2020 hingga akhir Desember 2023 seba­nyak 600 tenaga kesehatan yang yerdiri dari ASN, Non ASN, honor daerah dan tenaga kerja sukarela belum memperoleh hak-haknya.

Adapun jasa pelayanan sebesar Rp26 miliar yang belum diterima yaitu, tahun 2020 untuk BPJS sebesar Rp2.522.498.760,-

Tahun 2021 untuk BPJS yang harus dibayarkan sebesar Rp4.880.­030.040,80,-

Tahun tahun 2022 sebesar Rp6.010.564.520,- selanjutnya di tahun 2022 pembayaran sesuai peraturan daerah untuk medical check up sebesar Rp1.348.586.740,- sedangkan Covid-19 sebesar Rp1.242.561.080.

Tahun 2023 untuk pembayaran BPJS sebesar Rp9.133.854.493,- pembayaran Perda sebesar Rp789.596.622,80,- dan Covid-19 sebesar Rp65.237.600,-

Dengan demikian total keseluruhan hak nakes yang belum dibayarkan untuk BPJS sebesar Rp22.546.947.813,80. Untuk Perda total Rp2.138.183.402,80 ditambah MCU tahun 2021. Sedangkan Perda berjumlah Rp1.307.798.680,-

Total hampir 26 M dana jasa pelayanan kurang lebih 600 pegawai RS M Haulussy belum dibayar.

Akibat belum terima hak-hak mereka, ratusan tenaga kesehatan ini menggelar aksi demonstrasi menuntut agar pemprov maupun managemen segera membayar hak-hak mereka. (S-10/S-20)