Tugu Trikora merupakan salah satu icon Kota Ambon terletak persis di jantung kota berada di pertemuan antara empat jalan raya yakni Jl A,M. Sangadji, Jl Diponegoro, Jl Dr.Soetomo dan Jalan Said Perintah.

Tugu ini selalu dijaga oleh pemerintah daerah. Penamaan tugu tersebut dengan Trikora berdasarkan pada perjuangan rakyat Ambon untuk  menggabungkan  wilayah Papua bagian Barat sebagai salah satu wilayah yang bernaung dalam Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Trikora merupakan akronim atau singkatan dari Tri Komando Rakyat. Untuk mengenang peristiwa bersejarah itu Pemerintah Kota Ambon membangun tugu dengan nama Trikora.

Kini tugu atau monumen itu dalam pusaran korupsi. Meskipun pembangunannya sudah selesai, tetapi meninggalkan bauh tak sedap. Bauh beraroma korupsi tercium oleh masyarakat dan mengadukannya ke penegak hukum.

Korps Adhyaksa dipilih LSM Lumbung Informasi Rakyat Maluku (LIRA) untuk melaporkan dugaan korupsi pembangunan tugu yang memakan anggaran daerah Rp 1,4 milyar tersebut.

Baca Juga: Bidikan KPK di Bursel

Direktur LIRA Maluku, Jan Sariwating awalnya melaporkan kasus ini ke Kejari Ambon  2019 yang lalu, tapi tidak mendapat perhatian. Tidak puas, Sariwating melaporkan ke Kejati Maluku dan akhirnya direspons.

Pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) dan pengumpulan data (Puldata) dari orang-orang yang dianggap mengetahui pekerjaan tugu mulai dari tender hingga penyelesaian konstruksi mulai dilakukan jaksa

Terendus ada ketidakberesan dalam proyek senilai Rp.876.848.000 milik Dinas PUPR Pemkot Ambon itu. Tak hanya tender, tetapi kualitas konstruksi juga sarat masalah.

Dalam laman LPSE tertulis, nama paket proyek itu  Revitalisasi Tugu Trikora yang juga mencakup pekerjaan air mancur dan tugu meriam di depan Pomdam XVI/Pattimura. Anggaran bersumber dari APBD 2019 senilai Rp 897.479.800.

Paket proyek ini dimenangkan oleh CV Iryunshiol City. Perusahaan ini beralamat di Dusun I RT 06 RW 003 Desa Were, Kecamatan Weda, Kabupaten Halmahera Tengah Provinsi Maluku Utara.

Sesuai kontrak pekerjaan tugu ini berupa air mancur, taman mini di sekitar tugu, bagian tugunya dilapisi marmer dan dihiasi lampu warna warni. Tujuan Pemkot membuat tugu yang tadinya biasa-biasa saja itu menjadi lebih menarik.

Warga Kota Ambon bersukacita, karena ada nuansa lain dari pembangunan tugu tersebut. Sayangnya, pekerjaan revitalisasi tugu ini diduga bermasalah dan sarat korupsi.

Tak ada yang istimewa dari pembangunan tugu ini. Pandangan mata warga Kota Ambon terhadap Tugu Trikora baik di siang hari maupun pada malam hari biasa-biasa saja.

Air mancur yang dimaksudkan tidak selamanya mengalir. Taman juga tidak ada yang istimewa. Termasuk lampu warna warni. Jika Pemkot Ambon mengubahnya menjadi tempat wisata atau destinasi wisata, mesti direnovasi dengan baik agar hasilnya pun bagus.

Bagaimana mau menarik wisatawan, kalau pekerjaan tugu bersejarah  saja tidak beres. Lebih lucu lagi, paket pekerjaan dikerjakan kontraktor pelaksana dari luar Maluku. Ini membuktikan kalau pemerintah daerah tidak menghargai kemampuan konstruksi anak daerah.

Semoga kedepan proyek-proyek yang berhubungan dengan sejarah dan asal usul negeri berjulukan Ambon Manise ini pemerintah percayakan kepada anak asli Maluku untuk mengerjakannya. Karena dengan begitu ada rasa tanggung jawab sebagai anak daerah untuk serius dalam mengerjakan proyek dimaksud. (**)