TOLERANSI berasal dari bahasa Inggris, tolerance, yang mempunyai arti sebagai suatu tindakan untuk menghargai orang lain karena perbedaan­perbedaan yang melekat dalam diri kita masing-masing. Kata tolerance dalam bahasa Latin, tolerare, artinya sabar dan menahan diri. Sehingga jelas bagi kita bahwa makna toleransi adalah sikap kita untuk menghormati orang lain, yang untuk itu perlu kita menahan diri dari melakukan perbuatan yang tidak baik. Menurut Deklarasi Prinsip-Prinsip Toleransi dari Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) toleransi adalah ‘rasa hormat, penerimaan, dan penghargaan atas keragaman budaya dunia kita, bentuk ekspresi dan cara kita menjadi manusia’. Toleransi dipahami oleh PBB adalah sebagai cara yang tepat untuk kita menjadi manusia yang benar dan dapat terus mendukung kehidupan dunia kita yang penuh dengan berbagai macam perbedaan. Dalam sejarahnya, pada 1996, Majelis Umum PBB (dengan resolusi 51/95) mengundang negara-negara anggota PBB untuk memperingati Hari Toleransi Internasional pada 16 November.

Tindakan ini menindaklanjuti Tahun Toleransi Perserikatan Bangsa- Bangsa, yaitu 1995, yang dicanangkan oleh Majelis Umum PBB pada 1993 atas inisiatif UNESCO, yang dituangkan dalam Deklarasi Prinsip-Prinsip Toleransi dan Rencana Tindak Lanjut Tahunan. Karena itu, hingga sekarang kita terus menjadikan 16 November ini sebagai hari toleransi dunia. Dalam komitmennya, PBB telah sepakat untuk memperkuat toleransi dengan memupuk saling pengertian di antara budaya dan masyarakat. Hal ini terletak pada inti Piagam PBB, serta deklarasi universal hak asasi manusia, dan lebih penting sekarang ini di era meningkatnya kekerasan ekstremisme dan konfl ik yang meluas yang ditandai dengan pengabaian mendasar terhadap kehidupan manusia.

Toleransi dalam kehidupan Sebagai suatu bentuk tingkah laku, toleransi adalah penghormatan dan penghargaan terhadap keragaman budaya dunia kita, bentuk ekspresi dan cara kita menjadi manusia. Kultur selalu memberikan modal kepada kita semua tentang alam ini sehingga muncul pemahaman yang berbeda-beda. Karena itu, orang secara alami beragam. Toleransi mengakui HAM universal dan kebebasan fundamental orang lain. Hanya dengan toleransi kita dapat menjamin kelangsungan hidup komunitas yang beragam di setiap wilayah di dunia. Pernyataan tersebut mengkualifi kasikan bahwa toleransi tidak hanya sebagai kewajiban moral, tetapi juga sebagai persyaratan politik dan hukum bagi individu, kelompok dan negara. Ini menekankan bahwa negara harus menyusun undang- undang bila diperlukan untuk memastikan kesetaraan perlakuan dan kesempatan bagi semua kelompok dan individu dalam masyarakat.

Beberapa masalah dalam kehidupan dapat ditangani dengan prinsip toleransi ini. Dalam bidang hukum, misalnya, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menegakkan hukum HAM, untuk melarang dan menghukum kejahatan kebencian dan diskriminasi dan untuk memastikan akses yang sama untuk penyelesaian sengketa. Dalam hal pendidikan, hukum saja tidak cukup untuk melawan intoleransi. Karena itu, penekanan yang lebih besar perlu diberikan pada pendidikan yang lebih banyak dan lebih baik. Dalam akses informasi, cara paling efisien untuk membatasi pengaruh para penyebar kebencian adalah dengan mempromosikan kebebasan pers dan pluralisme pers agar publik dapat membedakan antara fakta dan opini. Tentang kesadaran individu, intoleransi melahirkan intoleransi. Karenanya untuk memerangi intoleransi, individu harus menyadari hubungan antara perilaku mereka dan lingkaran setan dari ketidakpercayaan dan kekerasan di masyarakat. Dalam hal solusi lokal ketika dihadapkan pada eskalasi intoleransi di sekitar kita, kita tidak boleh menunggu pemerintah dan lembaga bertindak sendiri. Kita semua adalah bagian dari solusi. Kita semua harus bertindak bersama-sama. Di sinilah pentingnya negara dengan aturan hukum yang kuat dan stabil. Negara tanpa aturan yang benar dan adil tidak akan mungkin mampu mewujudkan kehidupan yang matang dan dewasa dalam menghadapi berbagai perilaku intoleran yang terjadi dalam masyarakat.

Tujuan pendidikan kita Pendidikan toleransi harus bertujuan untuk melawan pengaruh yang mengarah pada ketakutan dan pengucilan orang lain dan harus membantu kaum muda mengembangkan kapasitas untuk penilaian independen, pemikiran kritis dan penalaran etis. Keanekaragaman agama, bahasa, budaya, dan suku bangsa di dunia kita bukanlah dalih untuk konflik, tetapi justru menjadi harta yang memperkaya kita semua. Tidak dapat disangkal bahwa dalam dunia pendidikan materi toleransi adalah salah satu hal yang amat penting. Jika kita pahami bahwa toleransi merupakan sikap menghargai dan menghormati terhadap suatu perbedaan dan menerima keanekaragaman, sikap toleransi tidak lain adalah wujud dari hasil pendidikan itu sendiri. Melalui pendidikan sikap toleransi akan tumbuh dan kesediaan kita untuk dapat memahami tentang keanekaragaman tersebut akan muncul dalam diri kita.

Baca Juga: Meneropong Peluang Cuan Era Endemi

Jika kita sepakat bahwa pendidikan merupakan proses untuk menjadikan atau membangun manusia ke arah yang lebih baik, entah itu dalam hal pengetahuan, perasaan, sikap, keterampilan dan lain sebagainya, sudah sewajarnya kita berharap bahwa pendidikan akan mampu menumbuhkan rasa dan sikap cinta kita terhadap sesama, karena pendidikan pada hakikatnya mengajarkan nilai-nilai kebaikan dalam segala aspek. Ketika tumbuh dalam diri kita rasa kasih sayang kepada sesama, maka sikap toleransi kepada sesama muncul tanpa paksaan. Penanaman terhadap nilainilai toleransi sejatinya telah terkandung dalam berbagai mata pelajaran dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Pendidikan agama, sebagai contoh, membawa pengaruh kuat kepada peserta didik.

Jika pendidikan agama tersebut menyebarkan sikap dan perilaku tidak toleran, pasti akan menghasilkan peserta didik yang intoleran juga. Sebaliknya, penyampaian ajaran agama yang lembut dan mampu membuka cakrawala para peserta didik maka pelajaran agama akan dapat menumbuhkan wawasan mereka yang toleran dan terbuka.

Pendidikan agama harus mampu membuka cakrawala para anak didik karena toleran si adalah sikap keterbukaan terhadap segala kemungkinan perbedaan. Toleransi dalam hal ini adalah toleransi beragama yang melahirkan sikap dan perilaku yang tidak memaksakan orang lain untuk menganut agama kita, tidak mencela atau menghina agama lain dengan alasan apa pun, serta tidak melarang ataupun mengganggu umat agama lain untuk beribadah sesuai agama atau kepercayaan masing-masing (Media Indonesia, 15/10) sehingga orang yang toleran akan menampilkan perilaku penghargaan terhadap pendapat mengenai pemikiran orang lain yang berbeda dengan kita, serta saling tolong-menolong antar sesama manusia tanpa memandang suku, ras, agama, dan antargolongan. (Ratno Lukito, Dewan Pengawas Yayasan Sukma)