Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Kepulauan Aru menolak proses tahap II penyerahan lima tersangka, dugaan korupsi penyalahgunaan dana hibah Pilkada Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Aru pada KPU Kabupaten Kepulauan Aru tahun 2020 beserta barang buktinya dari Penyidik Polres setempat.

Padahal, Penyidik Polres Kepulauan Aru telah mendatangi Kantor Kejari Kepulauan Aru dengan membawa lima tersangka yang adalah komisioner KPU setempat untuk dilakukan proses tahap II, Rabu, 13 Desember 2023.

Lima tersangka yaitu, Mustafa Darakay, Ketua KPU Kabupaten Kepulauan Aru, Yoseph Sudarso Labok, Mohamad Adjir Kadir, Kenan Rahalus dan Tina Jovita Putnarubun, masing-masing sebagai anggota KPU Kabupaten Kepulauan Aru.

Penolakan proses tahap II itu disertai dengan surat yang dikeluarkan oleh Kejari Kepulauan Aru Nomor: B-1620/Q.1.15/Ft.1/12/2023, Perihal: surat balasan pengiriman tersangka dan barang bukti atas nama tersangka Mustafa Darakay dan kawan-kawan (dkk) yang ditujukan kepada Kapolres Kepulauan Aru di Dobo.

Dalam surat penolakan tahap II tersebut dijelaskan empat point alasan atau pertimbangan Penuntut Umum Kejari Kepulauan Aru yaitu, Pertama, Penuntut Umum Kejari Kepulauan Aru sudah melakukan koordinasi dengan Pengadilan Negeri Ambon, dimana terkait penerimaan administrasi perkara pelimpahan perkara akan ditutup pada 15 Desember 2023.

Baca Juga: Keterangan Saksi Perkuat Bukti Korupsi

Kedua, Penuntut Umum Kejari Kepulauan Aru belum bisa menerima tersangka dan barang bukti (Tahap II) pada Rabu, 13 Desember 2023.

Ketiga, saran Penuntut Umum Kejari Kepulauan Aru agar penerimaan tersangka dan barang bukti (Tahap II) dilakukan setelah Pengadilan Negeri Ambon dapat menerima pelimpahan perkara sekitar Januari 2024.

Keempat, terhadap penerimaan tersangka dan barang bukti (Tahap II) Penuntut Umum Kejari Kepulauan Aru meminta kepada Penyidik Polres Kepulauan Aru dapat dihadirkan kembali para tersangka dimaksud beserta dengan barang buktinya.

Sesuai dengan aturan sistim, mekanisme dan prosedur penyerahan tahap II yaitu, (1) Penyidik melakukan koordinasi dengan JPU untuk menginformasikan jadwal tahap (2) petugas menerima persyaratan tahap 2.

(3). Petugas menerima tahanan dan menempatkan tahanan dalam ruang tahanan. (4) petugas melakukan koordinasi dengan JPU dan petugas barang bukti untuk pelaksanaan tahap 2 di ruang tahap 2.

(5) Petugas mempersiapkan tersangka, barang bukti dan berkas administrasi di ruang pemeriksaan tahap 2. (6) JPU melakukan pemeriksaan tersangka dan barang bukti serta kelengkapan formil dan materiil

(7) JPU membuat nota pendapat tentang status penahanan. (8) Pimpinan memberikan arahan untuk menahan atau tidak menahan tersangka. (9) JPU menempatkan kembali tersangka di ruang tahanan dan menyerahkan barang bukti kepada petugas

(10) JPU memanggil penyidik untuk menandatangani Berita Acara serah terima tersangka dan barang bukti. (11) staf membawa dan memasukan tahanan ke rumah tahanan atau lembaga pemasyarakatan setempat.

Alasan Kejari Aru bahwa tahap II tersangka dan barang bukti tidak bisa dilakukan karena sudah melakukan koordinasi dengan Pengadilan Negeri Ambon merupakan alasan yang tidak tepat.

Kewenangan untuk melakukan tahap II ada pada kejaksaan, sehingga dalam kondisi apapun jika berkas perkara yang ditangani penyidik sudah lengkap maka kejaksaan tidak punya alasan untuk menolak.

Soal apakah lima komisioner Aru ini akan ditahan ataukah tidak itu soal lain dengan pertimbangan bahwa, tahan pemilihan umum sementara berjalan dan jika dilakukan penahanan terhadap lima tersangka yang merupakan komisioner KPU Aru, maka tentu saja itu akan menganggu jalannya proses pemilu yang semakin dekat.

Selain itu, Kejari Aru seharusnya menerima tahap II, sehingga kewenangan penuh ada dikejaksaan, dan bukan lagi beralasan penutupan pelimpahan perkara di pengadilan tanggal 15 Desember.

Setelah kejari menerima tahap II, tugas dari kejaksaan juga akan membuat dakwaan sehingga mestinya kejaksaan menerima tahap II dari kepolisian dan selanjutnya kewenangan kejaksaan membuat surat dakwaan sebelum dilimpahkan ke pengadilan.

Dengan ditolaknya tahap II berkas perkara dan barang bukti lima komisioner KPU Aru, publik sudah pasti menduga penolakan ini sarat kepentingan politik.

Hal ini mestinya dijelaskan Kejari Aru dengan berbagai pertimbangan tersebut dan bukan menolak tahap II itu.

Publik tentu binggung dengan kebijakan kejaksaan, tetapi publik berharap Kejari Aru bisa transparan mengapa penolakan itu dilakukan. Apakah benah karena nuansa politik dimana pesta demokrasi sudah semakin dekat?. (*)