Pekan Olahraga Nasional (PON) XX di Papua telah dibuka secara resmi pada 2 Oktober 2021 yang lalu oleh Presiden, Joko Widodo.  Event empat tahunan itu menjadi ajang pertemuan para olahragawan se-Indonesia tak terkecuali Provinsi Maluku.

Kontingen Maluku sendiri menurunkan  45 atlet, yang akan bertanding pada 14 cabang olahraga. Cabang olahraga itu diantaranya anggar, atletik, balap motor,  dayung, layar, karate, kempo, muaythai, panjat tebing, selam, tinju, taekwondo dan wushu.

Tidak bisa dipungkiri, keberangkatan atlet Maluku ke Papua saat ini hanya bermodalkan semangat. Namun lebih daripada itu atlet kita diperhadapkan dengan pshykologi yang luar biasa.

Sampai saat ini, para atlet Maluku belum mengetahui berapa besaran bonus yang akan diberikan pemerintah provinsi Maluku kepada mereka.Tidak sedikit dari para atlet berteriak minta kejelasan KONI Maluku dan Pemerintah Provinsi Maluku.

Pemerintah seolah tidak mau ambil pusing dengan rintihan atlet. Pemerintah seharusnya tahu diri bonus merupakan faktor penyemangat. Bonus juga menjadi suplemen bagi atlet untuk serius dalam melatih fisik dengan baik.

Baca Juga: Tingginya Kasus DBD di Ambon

Maluku di setiap event pesta olahraga empat tahunan itu survive pada cabang olahraga tertentu. Ini dikarenakan ada cabang olahraga tertentu yang menjadi pionir tidak saja berskala lokal tapi nasional bahkan internasional.

Sebut saja cabang olahraga dayung. Atlet dayung Maluku merupakan penghuni pelatnas yang sudah mengharumkan nama Maluku dan Indonesia di kancah internasional. La Memo salah satunya. Ada juga di cabang atletik, pelari Alvin Tehupeiory. Selanjutnya, dicabang tinju amatir ada Yulius Lumoly, Ralin Lumoli, dan lainnya.

Sayangnya, sampai sekarang Pemerintah Provinsi Maluku dan KONI belum juga mengumumkan bonus atlet. Sejatinya, Pemerintah Provinsi Maluku dan KONI memikirkan pengorbanan atlet. Sebab jika itu tidak dipedulikan akibatnya fatal.

Atlet Maluku bisa saja mutasi ke daerah atau provinsi lainnya. Iming-iming bonus dan janji-janji seperti diangkat menjadi ASN jadi pilihan bagi atlet kita. Bukan itu saja, ketidakpedulian pemerintah terhadap atlet berimplikasi kepada upaya KONI dan pengurus cabang olahraga mencari bibit atau atlet-atlet baru.

Isu ketidakpedulian pemerintah kepada atlet menjadi bola liar yang akan menghambat regenerasi atlet itu sendiri. Pemerintah harusnya konsisten. PON menjadi ajang bergengsi dimana wibawa pemerintah dipertaruhkan. Tanpa pemerintah tidak ada PON. Sebaliknya tanpa pemerintah dan PON tidak ada atlet.

Kolaborasi antara pemerintah, PON dan atlet ini melahirkan akselerasi dan sinergitas yang baik. Olehnya itu peran pemerintah sangat diharapkan. Kaitan dengan itu, Pemerintah Provinsi Maluku seharusnya mengumumkan bonus atlet sebelum keberangkatan ke Jayapura-Papua.

Paling tidak, KONI dan Pemerintah Provinsi Maluku bersinergi untuk merealisasikan bonus atlet itu. Pengorbanan atlet tidak bisa dipandang dengan sebelah mata. Atlet berlaga di PON ibaratkan jiwa dan raganya dipertaruhkan. Hidup dan mati atlet juga dinyatakan dan didedikasikan untuk daerah.

Tidak ada yang gratis dalam dunia olahraga. Kewajiban pemerintah dalam hal ini memberikan suplemen (bonus) merupakan harga mati.

Atlet tidak hanya membawa nama pribadinya, tapi atlet dipundaknya terdapat beban daerah, beban pemerintah yang jika ditakar tidak bisa disamakan dengan timbangan apapun.

Setiap atlet dalam jiwanya hanya mendedikasikan hidupnya untuk nama daerah. Olehnya itu pemerintah harusnya tahu diri seberapa besar kewajibannya. Janji Pemerintah Provinsi Maluku untuk membayar bonus atlet dianggap hanya retorika. Disatu sisi ada janji itu, tapi disisi lain berapa jumlah atau nilai bonus yang dijanjikan kepada atlet.

Sikap pemerintah yang hanya mengumbar janji akan berdampak kepada kepercayaan publik. Publik tentu tidak lagi percaya dengan janji-janji pemerintah. Olehnya itu diharapkan Pemerintah Provinsi Maluku secepatnya mengumumkan besaran bonus atlet sebelum PON usai. (*)