AMBON, Siwalimanews – Gelombang aksi penolakan ter­hadap UU Omnibus Law Cipta Kerja terus bergulir. Ratusan ma­hasiswa dari sejumlah perguruan tinggi dan organisasi kema­ha­siswaan se-Kota Ambon kembali melakukan unjuk rasa  di Kantor DPRD Maluku Kamis (15/10).

Kali ini aksi demo dilancarkan mahasiswa IAIN Ambon, Universitas Darussalam (Unidar) Ambon dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Ambon.

Pantauan Siwalima, sebelum ke kantor DPRD Maluku, demonstran terlebih dulu melancarkan aksi mereka di kantor Gubernur Maluku. Nampak hanya mahasiswa Unidar Ambon dan GMNI.

Puluhan massa dari GMNI Ca­bang Ambon yang pertama menda­tangi kantor Gubernur Maluku seki­tar pukul 10.00 WIT. Sedangkan pu­luhan mahasiswa Unidar tiba pukul 10.45 WIT di pintu pagar bagian kiri Jalan Pattimura.

Aksi GMNI yang dikoordinir Rudi Rumagia itu menuntut pemerintah menolak UU Cipta Kerja. Dalam orasi­nya Rumagia menegaskan, GMNI Cabang Ambon menolak dengan tegas disahkannya UU Cipta Kerja. Mereka juga mendesak DPR bertanggung jawab atas adanya mosi tak percaya dari masyarakat Indonesia.

Baca Juga: DPRD Maluku Sepakat Tolak Omnibus Law

Sedangkan puluhan mahasiswa Unidar dibawah koordinator lapa­ngan Moh. Taufik Souwakil juga men­datangi pintu samping kiri kantor Gubernur Maluku Jalan Patti­mura dengan agenda yang sama yakni menolak UU Cipta Kerja.

Tak lama berorasi, Wakil Gubernur Maluku, Barnabas Orno akhirnya menemui pendemo. Kepada pende­mo Orno mengatakan menerima aspirasi yang disampaikan mahasis­wa. Namun demikian, pihaknya tidak bisa memutuskan menolak UU tersebut karena tidak berwenang.

Meski demikian, Orno janji aspi­rasi para mahasiswa akan disampai­kan ke pemerintah pusat. Usai men­dengar penjelasan Orno, ratusan mahasiswa itu membubarkan diri dengan tertib dikawal ketat aparat Satpol PP Provinsi Maluku.

Demo di  DPRD Maluku

Semnetara itu ratusan massa aksi dari IAIN Ambon menyambangi kantor DPRD Maluku di kawasan Karang Panjang Kecamatan Sirimau Kota Ambon. Mereka membawa pamplet dengan bertuliskan “Tolak UU Cipta Kerja Omnibus Law”.

Tepat pukul 12.00 WIT mereka tiba dan melakukan orasi dengan peng­a­walan 300 aparat gabungan TNI dan Polri. Dalam orasinya, koordinator aksi Syawal Tamher mengatakan UU Cipta Kerja yang telah ditetapkan DPR RI pada prinsipnya cacat hu­kum karena tidak melibatkan partisipasi masyarakat.

“UU Cipta Kerja itulah cacat hu­kum karena tidak melibatkan parti­sipasi masyarakat dalam pembaha­san,” ujar Tamher.

Olehnya ratusan mahasiswa IAIN ini meminta DPRD Provinsi Maluku menolak UU dimaksud dengan me­nandatangani penolakan terhadap UU Cipta Kerja. Dalam aksi ini, massa ditemui oleh anggota DPRD Maluku, Richard Rahakbauw, Wahid Laitupa, Hengki Pelata dan Benhur Watubun.

Pada prinsipnya DPRD meminta agar 10 orang dari massa aksi untuk menyampaikan dan mendiskusikan tuntutan di dalam ruangan rapat DPRD Maluku, namun permintaan itu ditolak, bahkan massa aksi terl­i­bat perdebat kusir dengan wakil rakyat tersebut.

Setelah menolak tawaran DPRD, massa aksi kemudian melakukan orasi dan negosiasi pung langsung dilakukan oleh aparat kepolisian de­ngan koordinator aksi. Alhasil mereka setuju untuk 10 orang masuk menyam­paikan aspirasi kepada DPRD. Setelah menyampaikan aspi­rasi, masa aksi IAIN membubarkan diri.

GMNI & Unidar Lanjut Aksi

Usai mahasiswa IAIN melakukan aksinya, giliran massa dari GMNI Cabang Ambon dan mahasiswa Unidar Ambon melanjutkan dengan melakukan aksi serupa dengan tun­tutan yang sama.

Aksi dan tuntutan tersebut disam­paikan secara bergantian, sehingga proses orasinya pun terlihat begitu ramai. Dua eleman masyarakat ini pada prinsipnya mendesak agar DPRD Maluku menolak pengesahan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law yang telah disahkan pada 5 Oktober lalu.

Menurut mereka, keberadaan UU tersebut telah cacat secara formil mau­pun materil karena tidak meli­batkan partisipasi publik dalam pembahasan, sehingga merugikan masyarakat.

Sepanjang orasi berlangsung, tak ada satu pun anggota DPRD Ma­luku yang menemui mereka, alhasil proses penyampaian tuntutan de­ngan mekanisme yang sama dimana 10 orang dari setiap massa aksi diizinkan masuk dan menyampaikan tuntutan langsung kepada anggota dewan di ruangan Komisi II.

Usai melakukan pertemuan de­ngan ketiga kelompok aksi, anggota DPRD Maluku, Wahid Laitupa me­ngatakan jika ketiga organisasi telah menyampaikan tuntutan yang sama dimana mereka menuntut agar UU Cipta Kerja dicabut.

“Aspirasi yang disampaikan sama agar Undang-Undang Omnibus Law ini di dicabut,” ujar Laitupa.

Dikatakan, DPRD Maluku sebagai perpanjangan tangan dari rakyat, seluruh aspirasi yang mereka sam­paikan akan ditindaklanjuti. Ditanya soal kemungkinan DPRD juga me­nolak UU Cipta Kerja, Laitupa mene­gaskan DPRD tidak akan sampai pada persoalan itu, sebab sampai saat ini dewan belum membaca secara lengkap isi dari UU tersebut, sehingga tidak diketahui apakah UU tersebut bermasalah seperti yang disampaikan massa aksi.

Karena itu, semua yang menjadi tuntutan massa akan disampaikan kepada pimpinan dewan untuk nantinya dibahas. (S-39/Cr-2)