Tim Polisi Dibubarkan?
Usut Mark Up Data & Dana Covid-19
AMBON, Siwalimanews – Bukti dugaan mark up data dan dana dalam penanganan Covid-19 oleh Gugus Tugas Kota Ambon ditemukan polisi saat melakukan asistensi.
Dugaan mark up data itu terjadi pada jumlah orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP), serta jumlah tenaga kesehatan (nakes) yang bertugas di 22 Puskesmas di Kota Ambon.
Tak hanya itu, tim Polresta Ambon dan Pulau-pulau Lease juga menemukan hak-hak nakes dipotong. Disaat bukti indikasi penyelewengan sudah di tangan, pengusutan dihentikan.
Tim Polresta Ambon dibentuk sesuai surat perintah Nomor: SP/VIII/2020/Reskrim yang diteken Kasat Reskrim, AKP Mindo J. Manik.
Tim diperintahkan untuk melakukan serangkaian tindakan kepolisian selama masa pancegahan Covid-19 dan melakukan asistensi dengan dinas terkait dan atau gugus tugas percepatan penanggulangan Covid-19 meliputi; anggaran yang dipergunakan untuk kegiatan Covid-19, pengadaan alat kesehatan, bantuan langsung tunai (BLT) dan insentif untuk tenaga medis.
Baca Juga: KPK: Jangan Coba Korupsi Dana Covid“Benar ada tim yang dibentuk untuk asistensi penanganan Covid-19,” ujar sumber di Polda Maluku, kepada Siwalima, Senin (28/9).
Namun kata dia, tim tersebut tidak lagi melakukan asistensi terhadap gugus tugas. Mereka sudah dimutasikan. “Sudah tidak ada lagi timnya, mereka yang ada di tim dimutasikan ke bagian lain, malah akan menjalani pemeriksaan, nanti coba dicek aja ke Polresta,” ujarnya.
Kapolresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, Kombes Leo Simatupang yang dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp mengarahkan Siwalima ke Kasat Reskrim AKP Mindo J Manik. Sayangnya, Mindo yang dihubungi enggan mengangkat telepon selulernya. Pesan WhatsApp juga tak direspons.
Sementara Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Roem Ohoirat yang dikonfirmasi mengakui, anggota polisi yang sebelumnya melakukan asistensi terhadap gugus tugas sementara menjalani pemeriksaan etik. “Iya betul anggota kami dari Satreskrim Polresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease itu diperiksa Bidang Propam Polda Maluku,” kata Ohoirat.
Menurutnya, pemeriksaan tersebut hal biasa guna mengetahui langkah apa saja yang sudan dilakukan tim penyidik Satreskrim Polresta saat melakukan asistensi terhadap dinas terkait dalam penanganan Covid-19.
“Yang jelas apa yang dilakukan oleh teman-teman kita kemarin itu adalah ingin melakukan pengecekan apakah tenaga-tenaga medis ini hak-hak mereka diterima itu sudah tepat atau sesuai standar yang diterima atau tidak, dan lainnya,” ungkap Ohoirat.
Sumber di Pemkot Ambon juga mengakui, ada tim Satreskrim Polresta Ambon yang melakukan asistensi terhadap gugus tugas, khususnya Dinas Kesehatan. Dari situlah, terungkap dugaan penyelewengan di tubuh gugus tugas.
“Justru dari asistensi yang dilakukan maka terungkaplah dugaan penyelewengan yang dilakukan gugus tugas,” ujarnya.
Sumber yang meminta namanya tak dikorankan ini mengungkapkan, dugaan penyelewengan yang ditemukan adalah mark up jumlah pasien terkonfirmasi positif corona, ODP dan PDP, jumlah nakes yang bertugas di puskesmas, dan insentif nakes yang dipotong.
Pejabat Dinas Kesehatan mengarahkan agar data-data pasien Covid-19, yang berstatus ODP dan PDP dimanipulasi. Arahan disampaikan kepada hampir semua puskesmas di Kota Ambon. Ada sekitar 22 puskesmas yang ada di lima kecamatan di Kota Ambon. “Mungkin hanya Puskesmas Tawiri dan Hative Kecil yang bersih,” ujar sumber itu.
Ia mencontohkan, di puskesmas Kilang yang ada di Kecamatan Leitimur Selatan, banyak nama yang dimasukan dalam daftar positif corona, ODP dan PDP seolah-olah, mereka adalah penduduk desa atau kecamatan setempat. Padahal setelah ditelusuri, ada yang tinggalnya di Namlea, Kabupaten Buru, ada yang di Makassar bahkan ada yang di Jakarta.
“Semua orang tahu, di Desa Kilang itu penduduknya beragama Kristen, tapi ternyata data yang ada di Dinas Kesehatan, banyak nama-nama yang beragama Muslim. Ini ada apa? Setelah ditelusuri, mereka ngaku tinggal di Namlea, Makassar, bahkan ada yang di ibukota negara. Ini kan tidak beres,” tandasnya.
Praktek yang sama diduga juga dilakukan pada sejumlah puskesmas di Kota Ambon. “Rata-rata semua mengikuti arahan dari pejabat Dinkes Kota Ambon,” ujar sumber itu.
Kebijakan tracking massal ke masyarakat hanya akal-akalan untuk memanipulasi data positif, ODP dan PDP di suatu wilayah. Sumber itu mengaku gerah dengan kebijakan seperti itu. “Corona memang ada, tapi jangan manipulasi data untuk meraup keuntungan. Kasihan masyarakat,” tandasnya.
Ia menjelaskan, jumlah kasus positif, ODP dan PDP yang diduga dimanipulasi bertujuan untuk mendongkrak jumlah nakes yang bertugas. Jadi bukan hanya jumlah kasus, tetapi jumlah nakes juga dimanipulasi alias fiktif.
“Misalnya dalam satu wilayah puskesmas jumlah ada 100 kasus, berarti nakes yang bertugas 7-10 orang, kemudian 100 hingga 200 kasus, sekitar 10 sampai 20 nakes yang bertugas. Nah, data kasus diduga dimanipulasi seperti itu agar dalam laporan Dinkes dibuat jumlah nakes yang bertugas banyak. Padahal tidak,” ujarnya.
Semakin banyak jumlah nakes yang dibuat seolah-olah melaksanakan tugas, kata dia, maka pengusulan untuk pembayaran intensif semakin besar. “Diduga modus yang dilakukan seperti itu,” ujarnya.
Sumber itu menyebutkan, Kementerian Kesehatan mengalokasikan dana insentif daerah Kota Ambon melalui Dana Alokasi Khusus Bantuan Operasional Kesehatan Tambahan dalam penanganan Covid-19 sebesar Rp 3.450.000. 000 untuk tiga bulan, yakni Maret, April dan Mei 2020.
BPKAD kemudian mentransfer ke rekening Dinas Kesehatan Kota Ambon sebesar Rp 1.900.000.000 untuk insentif nakes bulan Maret dan April pada 22 puskesmas di Kota Ambon.
Data yang dihimpun dari 21 kepala puskesmas di Ambon, total dana yang sudah diterima Rp 1.708.500. 000,00. Sesuai laporan Dinas Kesehatan, jumlah nakes yang diinput pada 21 puskesmas sebanyak 653 orang. Namun yang diberikan insentif hanya 414 orang.
Pada bulan Maret 2020 jumlah nakes yang menerima intensif sebanyak 200 orang. Kemudian bulan April 2020 sebanyak 214 orang. “Jadi totalnya 414 orang saja,” ujarnya.
Dari jumlah 653 nakes di 21 puskesmas, minus Puskesmas Hutumuri, terdapat selisih 239 nakes yang mendapatkan insentif
“Jumlah 239 ini yang diduga fiktif, mark up, yang dipakai untuk mengusulkan pencairan anggaran, biar uang yang keluar gede. Pertanyaannya, uang milik nakes fiktif itu dikemanakan,” ujar sumber itu.
Dugaan penyelewengan lainnya adalah insentif nakes yang dipotong Dinas Kesehatan Kota Ambon.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 392 Tahun 2020 tentang pemberian insentif dan santunan kematian, sasaran pemberian insentif dan santunan kematian menyebutkan, besaran insentif nakes masing-masing; dokter spesialis Rp 15 juta, dokter umum atau gigi Rp 10 juta, bidang dan perawat Rp 7,5 juta dan tenaga medis lainnya Rp 5 juta.
“Namun nakes tak menerima sebesar itu, yang diterima justru nilainya di bawah sekali,” ujarnya, kepada Siwalima, Sabtu (26/9).
Sumber yang meminta namanya tak dikorankan ini menjelaskan, awalnya insentif itu masuk ke rekening masing-masing nakes. Atas instruksi pejabat Dinas Kesehatan kepada kepala-kepala puskesmas, insentif itu dikeluarkan oleh nakes, dan diserahkan kepada bendahara dinas. Nah, sisitulah terjadi pemotongan.
“Uang disetor ke rekening masing-masing nakes sesuai SK. Setelah itu, kepala puskesmas perintahkan untuk menarik kembali semua uang yang disetor tersebut dan dikumpulkan ke bendahara puskesmas. Selanjutnya bendahara puskesmas membawanya ke dinas, dan terjadi pemotongan di sana. Kemudian barulah dinas kembalikan ke bendahara puskesmas untuk dibagikan kepada nakes sesuai SK,” beber sumber yang meminta namanya tak dikorankan itu.
Sumber itu mengungkapkan, pemotongan yang dilakukan bervariasi. Namun angkanya cukup fantastis. “Kalau dokter punya dipotong, yang mereka hanya terima itu 4-5 juta saja. Kalau perawat atau bidan dari jumlah 7,5 juta yang harus diterima, mereka hanya terima kisaran 1-1,5 juta saja,” ujarnya.
Lanjut sumber ini, disaat dugaan penyelewengan ditemukan, Pemkot Ambon membuat melakukan intervensi. Laporan dibuat kepada Pemprov Maluku, seolah-olah tim Polresta Ambon membuat gaduh dengan melakukan pemeriksaan terhadap nakes yang menangani Covid-19.
Laporan sepihak ini kemudian dilanjutkan Pemprov Maluku ke Kementerian Kesehatan dan Komite Penanganan Covid-19.
“Padahal fakta sesungguhnya tidak ada pemeriksaan yang dilakukan Satreskrim, yang ada hanya pendampingan dan asistensi. Ini juga bagian dari pengawasan yang dilakukan pihak kepolisian terhadap penggunaan dana Covid-19,” ujarnya.
Namun begitu, kata dia, kalau ditemukan dugaan penyelewengan, polisi tidak bisa menutup mata. “Masa dibiarkan,” ujarnya.
Ia mengaku mendapatkan informasi, kalau tim Satreskrim Polresta itu sudah dibubarkan. “Kami dapat info gitu, kalau benar, ini namanya intervensi. Mereka itu sudah bekerja dengan benar,” katanya.
Silakan Usut
Walikota Ambon, Richard Louhenapessy membantah adanya pemotongan insentif nakes. Ia mengklaim insentif mereka dibayar sesuai surat kerja.
“Aturan itu, itu tiap-tiap insentif itu dibayar sesuai dengan surat tugas, jadi setiap kali bertugas itu puskesmas dia keluarkan surat tugas,” kata walikota kepada wartawan di Ambon, Senin (28/9).
Ia mengakui, ada sebanyak 653 nakes. Namun yang dibayarkan hanya 414, sesuai dengan surat kerja yang dikeluarkan oleh puskesmas. “Total seluruhnya itu 414, jadi bukan dapat semua nggak. Jadi dibayarkan sesuai dengan surat tugas,” ujarnya.
Walikota mempersilakan polisi melakukan asistensi atau langkah hukum jika ditemukan dugaan penyelewengan. “Ini kan masyarakat pung dana to, jadi siapa mau datang lihat silakan saja. Cuma dia harus lewat mekanisme, dia lewat prosedur kalau ada indikasi,” tandasnya.
Walikota menegaskan, kalau ada dugaan penyelewengan silakan diproses asalkan sesuai prosedur hukum yang berlaku.
“Silakan kalau misalnya ada kecenderungan untuk melawan hukum, silakan proses. Cuma kalau misalnya itu sesuai dengan aturan ya saya juga mohon supaya didukung, jangan sampai ini semangat pelayanan dari pada dokter dan perawat dong itu juga kendor, dampaknya buat masyarakat,” ujarnya. (Mg-6)
Tinggalkan Balasan