AMBON, Siwalimanes  Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Ambon, Chaterina Lesbata menuntut lima terdakwa dengan pidana 3 tahun penjara, karena terbukti melakukan tindakan kekerasaan secara bersama-sama.

Lima terdakwa itu adalah, Jhon Lapatui alias Jhon (60), Yustus Allerbitu alias Yus (43), Ferdinan Melsasail alias Pede (43), Nathaniel Ratuanik alias Tani (41) dan Reinaldo Muskita alias Naldo (26).

Tuntutan JPU tersebut disampaikan dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Ambon, Jumat (6/9)  dipimpin majelis hakim yang diketuai, Esau Yerisitou didampingi Felix R. Wuisan dan Syamsudin La Hasan selaku hakim anggota. Sedangkan para terdakwa didam­pingi tim penasehat hukum­nya, Mag­dalena Lappy dan Ronald Salawane.

Menurut JPU, perbuatan para terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana keke­rasan bersama terhadap korban, Donny Corneles Josepus Pattiasina alias Odon. Sebagaimana diatur dan diancam pidana, Pasal 170 KUHP tentang kekerasan bersama.

“Kami minta majelis hakim yang mengadili perkara ini, agar menghukum para terdakwa de­ngan hukuman pen­jara, sebagaimana dalam tuntutan kami,” ucap JPU Cheterina Lesbata,  ketika membacakan tuntutan para terdakwa.

Baca Juga: Kasus Pesta Sabu di Lapas Ambon Didiamkan

Dalam tuntutannya JPU menguraikan hal-hal yang membe­ratkan dan meri­ngankan bagi para terdakwa. Yang memberatkan, perbuatan terdakwa melanggar hukum dan akibat perbuatan para terdakwa korban merasa kesakitan.

Sedangkan yang meringankan, para terdakwa berlaku sopan selama proses persidangan dan belum pernah dihukum.

Untuk diketahui, tindak pidana kekerasan bersama yang dilakukan para terdakwa terhadap korban Donny Corneles Josepus Pattiasina, terjadi pada awal Januari 2019 sekitar pukul 18.00 WIT bertempat di halaman kosong, dekat jalan aspal depan kuburan islam Gunung Nona, Kecamatan Nusaniwe Ambon.

Awalnya, korban datang ke tempat kejadian dan melihat ada aktifitas pekerjaan pembangunan di tanah tersebut. Korban lantas kembali ke rumahnya untuk mengambil surat pelepasan hak tanah dengan maksud untuk menunjukannya ke pada para pekerja agar tidak lagi ada proses pembangunan diatas lahan tersebut.

Namun setelah kembali ke lokasi, semua pekerja sudah tidak ada lagi. Korban langsung membongkar slop yang baru dibangun diatas fondasi dengan cara memukul reng balak sebelah bawah, sehingga mengakibatkan kayu penopang dan besi-besi ikut rubuh

Tak lama kemudian datang saksi Ketua RT Ampi Talakua, dan berdebat dengan korban. Korban kemudian menunjukan surat pelepasan tanah tersebut kepada saksi Ampi Talakua, namun saksi tidak mengubrisnya.

Karena suasana makin panas, kemudian datang para terdakwa dengan membawa balok kayu dan bambu dan menyuruh korban untuk memperbaiki pondasi yang sudah dirusaknya. Namun korban menolak dan mengatakan bahwa, tanah itu masih dalam proses sengketa sehingga korban berhak membongkar lahan itu.

Mendengar perkataan korban, para terdakwa tersulut emosi dan langsung memukul korban dengan menggunakan kayu dan bambu yang sudah disiapkan. Melihat korban sudah sudah berlumuran darah, warga sekitar lantas menolong korban dan menyuruh korban kembali ke rumahnya. Tidak terima dengan perlakuan para terdakwa, korban lantas melaporkan mereka ke polisi agar diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Usai mendengar pembacaan tuntutan JPU, majelis hakim menunda sidang hingga, Kamis (13/9) depan dengan agenda pembelaan. (S-49)