AMBON, Siwalimanews – Direksi Bank Maluku-Malut dinilai paling bertanggung jawab terkait penerbitan circular letter kepada seluruh pe­megang saham guna mele­gal­kan pembayaran remune­rasi.

Kebijakan penerbitan circular letter dengan meminta pe­megang saham Bank Maluku Malut mengesahkan, adalah merupakan langkah yang bertentangan dengan aturan hukum.

Praktisi Hukum, Munir Kai­roty menjelaskan, berdasar­kan UU Perseroan Terbatas penetapan besaran insentif atau remunerasi wajib dilaku­kan dalam Rapat Umum Pe­megang Saham.

Ketentuan tersebut kata Kairoty menjadi kewajiban bagi jajaran direksi agar se­luruh kebijakan yang ditem­puh tidak boleh bertentangan dengan UU.

“Kalau perintah UU bahwa harus ditetapkan dalam RU­PS maka itu harus diikuti, jika diluar itu maka menjadi pelang­garan hukum yang harus diusut penegak hukum,” tegas Kairoty

Baca Juga: Pegawai Pajak Saumlaki Diduga Dibunuh

Menurutnya, tidak ada alasan bagi direksi untuk bertahun-tahun mengambil kebijakan pembayaran remunerasi tanpa adanya persetujuan pemegang saham.

Kebijakan yang ditempuh direksi sejak tahun 2020 hingga 2023 lanjut Kairoty, telah memenuhi unsur perbuatan melawan hukum artinya, sirkular yang diterbitkan merupakan tindakan yang tidak dapat diterima.

Kairoty menegaskan, secara hukum persetujuan circular dinyatakan berlaku sejak ditandatangani dan berlaku kedepan dan tidak berlaku surut.

“Persetujuan itu berlaku ke depan, jadi kalau circular itu ditujukan untuk membenarkan kesalahan pada masa lalu, maka itu bentuk perbuatan melawan hukum sehingga Direksi harus bertanggung jawab,” tegasnya.

Lanjutnya, Kejaksaan Tinggi harus konsisten untuk mengusut kasus pembayaran remunerasi, sebab persoalan ini merupakan temuan OJK artinya tidak ada alasan bagi kejaksaan untuk mendiamkan.

Kejaksaan Tinggi harus berani meminta pertanggung jawaban atas penyalahgunaan wewenang yang berujung pada tindak pidana, apalagi perbuatan tersebut secara diam-diam dan dibawah tangan.

Kairoty juga mendesak kejaksaan untuk meminta pertanggungjawaban Otoritas Jasa Keuangan, sebab sebagai lembaga pengawas OJK mestinya sejak awal mendeteksi persoalan ini.

Selain itu, saran yang diberikan bagi direksi dengan menerbitkan sirkular guna melegakan perbuatan dimasa lalu tidak dapat diterima.

“Sebagai lembaga pengawas mestinya OJK memberikan saran sesuai aturan artinya kalau tindakan yang dilakukan direksi itu sudah tidak sesuai dengan aturan mesti OJK tegas,” ujarnya.

Karenanya, Kairoty meminta kejaksaan tinggi untuk lebih profesional dalam mengusut kasus tersebut, agar terang-benderang kasus yang meru­gikan bank milik pemerintah itu.

Mintai Keterangan OJK

Terpisah Praktisi Hukum Alfaris Laturake juga mendesak Kejaksaan Tinggi Maluku untuk meminta pertanggungjawaban direksi dan OJK terkait penerbitan circular letter

Dijelaskan, jika circular yang diterbitkan untuk mengisi kekosongan aturan kedepan maka, dapat diterima tetapi jika dilakukan untuk melegalkan perbuatan sebelumnya maka itu perbuatan melawan hukum.

“Circular itu kan alternatif kalau dalam keadaan mendesak terjadi kekosongan aturan maka, dapat dimintakan persetujuan pemegang saham tapi kalau bertahun-tahun tidak ada persetujuan RUPS dan dibiarkan begitu saja maka itu pelanggaran hukum,” tegas Laturake.

Lanjutnya, Bank Maluku-Malut adalah bank pemerintah otomatis setiap kebijakan yang ditempuh harus berdasarkan ketentuan UU yakni harus ditetapkan dalam RUPS.

Kalau tidak dan merupakan kebijakan pimpinan maka itu merupakan sebuah pelanggaran pidana, sehingga harus diusut tuntas oleh Kejaksaaan Tinggi.

Tak hanya jajaran direksi, Laturake juga mendesak Kejaksaan Tinggi meminta pertanggungjawaban Otoritas Jasa Keuangan sebab sebagai lembaga pengawasan OJK tidak menjalankan tugas secara maksimal.

“OJK harus diperiksa juga karena kewenangan untuk melakukan pengawasan, tapi tidak dilakukan dengan baik akibatnya circular yang disarankan menjadi masalah,” jelasnya.(S-20)