AMBON, Siwalimanews – Setelah ditolak oleh warga Dusun Airlouw, Desa Nusaniwe, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Ambon, akhirnya mengalihkan tempat karantina ke Desa Amahusu, Keca­matan Nusaniwe.

Hal ini disampaikan Ketua Gu­gus Tugas Covid-19 Pemkot Ambon, Syarif Hadler ketika dihubungi Siwalima melalui telepon seluler­nya, Jumat (24/4).

“Sudah dialihkan ke tempat lain. Ke salah satu sekolah yang ada di Amahusu,” katanya.

Menurut Hadler, pemerintah telah menyampaikan dengan baik kepada masyarakat di Airlouw untuk menjadikan SMP 22 sebagai tempat karantina. Namun ada ok­num tertentu yang sengaja mem­provokasi warga untuk menolak.

“Kami telah menyelesaikannya, telah disampaikan dengan baik kepada masyarakat. Sesungguh­nya sebelumnya itu masyarakat menerima, hanya saja ada oknum yang memang sengaja, sehingga pada akhirnya memang masya­rakat menolak untuk dijadikan tempat isolasi,” jelasnya.

Baca Juga: Besok, Sidang Isbat Penentuan Awal Ramadhan

Masyarakat juga sudah mene­rima untuk pemindahan tempat iso­lasi ke salah satu sekolah yang berada di Desa Amahusu, sehing­ga tidak ada lagi penolakan.

“Bukan cuman di Airlouw saja, kemarin yang di Hutumuri sempat ada penolakan. Lalu kemudian setelah kita cek, ternyata seko­lahnya berada di tengah-tengah pemukiman jadi kita pindahkan juga,” kata Hadler.

Ia menambahkan, pihaknya akan terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar tidak terjadi lagi penolakan.

Warga Airlouw Ngamuk

Seperti diberitakan, puluhan war­ga Dusun Airlouw, Desa Nusa­niwe Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon ngamuk gedung SMP Ne­geri 22 dijadikan tempat karantina pelaku perjalanan atau orang da­lam pemantauan (OPD) virus corona.

Mereka berbondong-bondong keluar ke jalan Kamis, (23/4) pagi, setelah mendengar informasi, kalau tim gugus tugas Covid-19 akan membawa fasilitas karantina ke gedung SMP 22 yang berada di Dusun Airlouw.

Warga bergegas memblokade jalan masuk ke sekolah, dengan pohon yang ditebang menutupi badan jalan. Tak hanya itu, mereka juga memasang spanduk yang bertuliskan, “Kami RT 12/03 me­nolak dengan tegas SMP Negeri 22 dijadikan tempat karantina Covid-19”.

Salah seorang warga Airlouw, Jacky Leatemia menegaskan, warga marah dan merasa tidak dihargai, karena tidak diberitahu oleh RT jika SMP Negeri 22 akan dijadikan tempat karantina.

“Kami marah, karena RT ambil keputusan sendiri untuk sekolah ini dipakai sebagi tempat karan­tina,” tandas Jacky kepada Siwalima, di Airlouw.

Menurut lelaki 38 tahun ini, sudah ada pertemuan antara Pe­merintah Desa Nusaniwe dengan RT terkait rencana gedung SMP Negeri 22 dijadikan tempat karan­tina. Namun belum mencapai ke­sepakatan. Tetapi RT sudah mengambil keputusan sepihak.

“Memang betul ada pertemuan dengan pemerintah desa, tapi belum dapa keputusan pasti, tapi RT tanpa koordinasi dia ambil keputusan sendiri,” ujar Jacky.

Menyikapi aksi warga Airlouw, Penjabat Desa Nusaniwe, Athur Solsolai bersama Kapolsek Nusa­niwe Iptu Pieter Metahemual, dan Danramil Nusaniwe Kapten Infantri Dede Ruhiak turun langsung ke lokasi dan melakukan mediasi, serta meminta agar warga segera membuka blokade untuk kelan­caran arus lalu lintas. Tetapi mendapat penolakan keras dari warga setempat. Mereka tetap menolak SMP Negeri 22 dijadikan tempat karantina.

Solsolai saat dikonfirmasi di Kantor Desa Nusaniwe menjelas­kan, di Desa Nusaniwe sudah ter­bentuk tim gugus tugas Covid-19.

“Sudah dibentuk tim gugus tugas yang mempunyai tugas untuk menangani Covid-19 termasuk mengenai tempat karantina sesuai anjuran pemkot,” ujarnya.

Solsolai juga menjelaskan, pada Kamis (16/4) lalu sudah ada per­temuan dengan tim gugus tugas Kota Ambon, Camat Nusaniwe, Di­nas Kesehatan, Badan Penanggu­langan Bencana, Polsek, Dand­ramil bersama seluruh perangkat RT di Desa Nusaniwe.

Pertemuan tersebut dilakukan untuk membahas penanganan Covid-19  yang didalamnya juga mem­bicarakan soal penempatan SMP 22 sebagai tempat karantina sementara. “Jadi memang hari Kamis kemarin ada pertemuan,” ungkapnya.

Solsolai mengakui, dalam per­temuan itu ada penolakan dari berbagai pihak terkait penempatan SMP 22 tempat karantina, sehi­ngga harus dibuat pernyataan sikap bahwa semua RT menyetujui hal tersebut. Namun dengan syarat, sosialisasi harus dilakukan kepada masyarakat.

“Terkait hal ini saya tidak bisa mengambil keputusan sendiri, karena ini menyangkut Desa Nusaniwe maka semua perangkat RT harus menyatakan sikap untuk menjadikan SMP 22 sebagai tempat penampungan sementara pasien PDP, namun dengan syarat harus ada sosialisasi khusus kepada masyarakat,” jelasnya.

Seharusnya sosialisasi kepada masyarakat, kata Solsolai, dilaku­kan kemarin. Namun informasi lebih dulu merebak di lapangan bahwa RT sudah menandatangani persetujuan untuk sekolah tersebut jadi tempat penampungan, sehi­ngga warga protes dan melakukan blokade.

Solsolai mengatakan, Pemerin­tah Desa Nusaniwe sudah mela­kukan koordinasi dengan pihak ke­camatan, dan menyampaikan soal penolakan warga.

“Terkait banyaknya penolakan dari warga kami sudah melakukan koordinasi ke pihak camat agar tempat tersebut dipindahkan ke puskesmas,” ujarnya. (Mg-6)