KEHADIRAN pandemi covid-19 sejak awal 2020 yang dikategorikan sebagai global pandemik berdampak besar bagi tatanan kehidupan dunia, termasuk bidang pendidikan. Berbagai catatan kasus dan rekor-rekor pasien terkonfirmasi positif muncul di negara-negara dunia, begitupun di Indonesia. Hingga saat ini, Indonesia sepakat mengatakan pandemi belum berakhir meskipun secara nasional angka penduduk terkonfirmasi menurun. Sebagai negara dengan populasi yang menduduki lima besar jumlah penduduk terbesar dunia, Indonesia memiliki 35,3 juta siswa dari jenjang sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA). Jumlah ini ditambah lagi dengan 8,1 juta mahasiswa pada perguruan tinggi yang sampai saat ini sebagian besar masih harus melaksanakan kuliah di rumah atau secara daring (online), total 33,4 juta pelajar yang terpaksa belajar di rumah (Kemendik­bud, 2019).

Seiring mulai menurunnya kasus terkonfirmasi positif, pemerintah menggulirkan kebijakan pembelajaran tatap muka (PTM) dalam semester yang sedang berjalan pada tahun ajaran 2021/2022. Untuk mengetahui kesiapan awal memasuki pembelajaran tatap muka, penulis melakukan survei kesiapan pembelajaran tatap muka bagi 250 mahasiswa dan pelajar serta 126 pendidik. Pada artikel ini, penulis menyampaikan hasil survei tersebut. Dari data yang diperoleh, responden dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama ialah kelompok yang cenderung mendukung pembelajaran diselenggarakan secara luring (offline). Kelompok kedua ialah kelompok yang cenderung mendukung pembelajaran diseleng­garakan secara daring.

Tema yang diangkat kelompok pertama merupakan tema-tema yang berkaitan dengan menurunnya situasi ketegangan akibat covid-19. Selain itu, diangkat tema terkait berbagai kendala dan frustrasi yang berkaitan dengan pembelajaran daring. Ada juga yang megutarakan berbagai keinginan untuk belajar luring. Terakhir, yang berkaitan dengan vaksin yang mana mereka sudah melaksanakan vaksin kedua sehingga mereka merasa siap mengadakan pembelajaran luring. Di sisi lain, kelompok kedua mengangkat tema seputar masih adanya kasus covid-19 dan protokol kesehatan. Ada juga yang mengangkat kendala yang berpusat pada topik ekonomi dan psikologis. Ada juga yang mengutarakan kendala yang berkaitan dengan tempat tinggal. Khususnya, karena mereka berdomisili jauh dari kampus/sekolah, berkaitan dengan izin dari orangtua, berkaitan dengan kondisi belum divaksin kedua. Karen itu, mereka merasa belum siap untuk pembelajaran luring.

Belajar dalam masa pandemi Belajar dari rumah menjadi pilihan paling rasional dalam kegiatan pembelajaran dan proses pendidikan di Indonesia saat pandemi. Opsi ini diambil guna meminimalisasi potensi penyebaran virus korona di lingkungan sekolah dan menghindari adanya klaster perseko­lahan. Belajar dari rumah (darum) yang diterapkan pada mayoritas wilayah di Indonesia tidak lepas dari prinsip pendidikan Indonesia dalam masa pandemi, yaitu kesehatan dan keselamatan siswa, guru, tenaga pendidik harus menjadi perhatan utama. Karena itu, belajar secara online atau belajar dari rumah merupakan exit strategy agar pendidikan terus berlangsung.

Prinsip-prinsip ini menjadi rambu dan dasar bagi pelaksanaan pendidikan pada masa pandemi. Pembelajaran daring pada praktiknya memberikan makna baru bagi pihak-pihak yang terkait langsung dengan pendidikan, seperti pendidik, peserta didik, orangtua, dan pemerintah selaku pemangku kebijakan.

Baca Juga: Penerapan Teknologi Penyulingan Minyak Kayu Putih Metode Kukus di Buru

Varian baru Kini, setelah laju penyebaran covid 19 dianggap melandai dan menjadi dasar digelarnya PTM, muncul varian baru, omicron (Media Indonesia, 29 November 2021). Karena itu, varian baru ini merupakan tantangan pembelajaran tatap muka. Pemerintah, jika akan tetap melaksnakan PTM, harus mengantisipasi dan menutup mata rantai varian baru omicron ini. Dalam survei awal menunjukkan bahwa responden yang siap dengan pembelajaran tatap muka lebih besar persentasenya jika dibandingkan dengan yang tidak siap. Namun, dalam PTM ini, tetap menuntut adaptasi yang cepat dan pertimbangan yang matang dari semua unsur yang terlibat serta berhubungan dengan pendidikan, dari pemerintah selaku pemegang kebijakan, pendidik sebagai eksekutor lapangan, satuan pendidkan yang menyelenggrakan pendidikan, tenaga pendidik yang menunjang proses pendidikan, hingga para peserta didik serta orangtua.

Hal yang harus dipersiapakan pemerintah memasuki pembelajaran tatap muka ialah memperkuat pengalaman belajar pendidik dan peserta didik yang telah didapat selama pandemi yang mana pembelajaran sudah mengarah ke pembelajaran berbasis teknologi. Dalam masa PTM juga tetap memerlukan teknologi sebagai alat bantu pembelajaran. Karena itu, berbagai sarana dan prasarana yang tersedia selama masa pandemi tetap harus dipertahankan, seperti penyediaan jaringan internet dan bantuan kuota belajar. Tentu di samping itu, sarana kebersihan di kampus dan faslitas umum lainnya harus tetap terpelihara, fasilitas ruang belajar dipastikan aman karena ruang tersebut sudah lama tidak digunakan. Kita tidak ingin kejadian berulang pada kasus tertimpanya siswa oleh atap kelas yang runtuh. Kebijakan pencegahan virus covid-19 tetap harus dalam kendali pemerintah. Termasuk, vaksinasi harus dilakukan pada semua aktor dalam PTM dan menjangkau semua masyarakat, mencegah, dan tanggap terhadap munculnya varian baru. Dalam kaitannya dengan proses belajar tatap muka, pertimbangan utama yang harus diperhatikan ialah proses pembelajaran ini bukanlah fase pembelajaran normal seperti sebelum terjadi pandemi sehingga pendekatannya pun berbeda. Dengan begitu, peserta didik diharapkan tetap bisa fokus, sehat, dan bahagia dalam belajar. Di luar itu, pendidik sebagai implementator praktik pendidikan dituntut untuk mampu beradaptasi dengan cepat dalam model pembelajaran era kenormalan baru (masa abnormal).

Salah satu model yang ditawarkan ialah blended learning dan atau hybrid learning. Pemerintah selaku pemegang kebijakan tetap harus memperhatikan keberlangsungan pendidikan secara profesional dan terjamin kesehatan para aktor yang terlibat dalam proses pendidikan, khususnya, dan kesehatan warga masyarakat umumnya. Terlebih, munculnya varian baru omicron yang patut diwaspadai dan dicegah masuk ke Indonesia.( Elly Malihah, Guru Besar Sosiologi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, Ketua Umum Asosiasi Pendidik dan Peneliti Sosiologi Indonesia (AP3SI) )