AMBON, Siwalimanews – Kementerian Dalam Negeri resmi mengeksekusi putusan Mahkamah Konstitusi terkait masa jabatan kepala daerah.

Hal ini tertuang dalam Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 100.2.1.3/7543/SJ, Tanggal 28 Desember 2023 yang ditujukan kepada sejumlah Ketua DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota termasuk DPRD Provinsi Ma­luku.

Surat yang diteken langsung Mendagri Muhammad Tito Karnavian tersebut, menjawab tiga surat sebe­lum yang diterbitkan Kemendagri perihal usul nama calon penjabat Gubernur, Bupati dan Walikota November lalu.

Dalam salinan surat Mendagri yang diterima Siwalima, Kamis (28/12) malam mengungkapkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 143/PUU-XXI/2023 pada intinya telah memberikan norma baru atas ketentuan pasal 201 ayat (5) UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemi­lihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi UU.

Mendagri secara tegas menjelas­kan amar putusannya MK yang pada pokoknya mengatur masa jabatan kepala daerah hasil pemi­lihan tahun 2018 yang pelan­ti­kannya pada 2019  menjabat sampai lima tahun.

Baca Juga: Polda Maluku Selamatkan 2,1 M Uang Negara

“Pasal 201 ayat (5) UU Nomor 10 tahun 2016 yang semulanya berbunyi Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Gubernur hasil pemilu 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023 menjadi gubernur dan wakil gubernur, Bupati dan wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Gubernur hasil pemilihan dan pelantikan tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023,” de­mikian bunyi salah satu poin dari surat Mendagri tersebut.

Sedangkan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Gubernur hasil pemilu 2018 yang pelantikan­nya dilakukan Tahun 2019 meme­gang jabatan selama lima tahun terhitung sejak tanggal pelantikan, sepanjang tidak melewati satu bulan sebelum diselenggarakannya pemungutan suara serentak secara nasional tahun 2024.

Sehubungan dengan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut maka Pengisian jabatan penjabat kepala daerah akan dilakukan Kemendagri pada saat akhir masa jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah pada daerah masing-masing.

Dengan ketentuan sepanjangan tidak melewati satu bulan sebelum diselenggarakannya pemungutan suara serentak secara nasional tahun 2024 sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Menanggapi isi surat Mendagri ini, Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Unpatti, Muham­mad Irham mengungkapkan, pu­tusan MK terhadap masa jabatan tujuh kepala daerah di Indonesia termasuk Gubernur Maluku, Murad Ismail sudah final.

Sehingga langkah tepat, Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian menindaklanjuti putusan MK tersebut dengan menyurati sejumlah Ketua DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota termasuk DPRD Provinsi Maluku mengatur masa jabatan kepala daerah hasil pemilihan tahun 2018 yang pelantikannya pada 2019  menjabat sampai lima tahun.

Kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (3/1) Irham mengatakan, dalam isi surat Mendagri yang menjelaskan bahwa, Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Gubernur hasil pemilu 2018 yang pelantikannya dilakukan Tahun 2019 memegang jabatan selama lima tahun terhitung sejak tanggal pelantikan, sepanjang tidak melewati satu bulan sebelum diselenggarakannya pemungutan suara serentak secara nasional tahun 2024. Hal ini sama sekali tidak berpengaruh terhadap masa jabatan Gubernur Maluku, Murad Ismail yang berakhir pada April 2024.

“Point sepanjang tidak melewati satu bulan sebelum diselengga­rakannya pemungutan suara serentak secara nasional tahun 2024 itu tidak berlaku bagi Gubernur Maluku, karena isi surat itu menjelaskan soal Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan pilkada berlangsung bulan November 2024,” ujar Irham.

Dikatakan, dalam pemunggutan suara serentak secara nasional tahun 2024 untuk tahun 2024 ini berlangsung pada bulan Februari untuk pemilihan anggota DPR, DPRD dan DPD dan Pemilihan Presiden. Sedangkan Pilkada serentak berlangsung di bulan November, sehingga surat mendagri tersebut dimaksudkan kepada pemilihan kepala daerah.

“Beda kalau Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku masa jabatan berakhir November 2024, maka satu bulan sebelumnya di bulan Oktober sudah harus selesai masa jabat­annya,” ujar dia.

Menurutnya, norma hukum dalam isi surat Mendagri tersebut sesuai dengan peruntukkannya yaitu Pilkada dan bukan Pileg yang berlangsung di bulan Februari 2024 ini.

“Norma hukum sesuai dengan peruntukkannya sehingga terkait pilkada dan bukan pileg. Karena itu masa jabatan Gubernur Maluku berakhi di bulan April, dan masa jabatan itu tidak menganggu pilkada November 2024. Karena jika masa jabatan berakhir November maka sudah pasti bulan Oktober  sudah harus terhenti. Karena SK mendagri terkait dengan hak-hak pemilihan umum kepala daerah. Kecuali norma untuk anggota dewan atau DPD,” tegasnya.

Dia menambahkan, putusan MK sudah final terkait masa jabatan Gubernur Maluku dan 6 kepala daerah lainnya di Indonesia, se­hingga tepat Mendagri menindak­lanjuti putusan MK tersebut.

Pilkada

Sementara Plh Kapuspen Ke­mendagri, Yudia Ramli yang dikon­firmasi Siwalima juga mengakui, bahwa isi surat kemendagri itu dimaksudkan pilkada.

“Iyah terima kasih maksudnya pilkada,” ujarnya singkat kepada Siwalima melalui pesan Whatsapp, Rabu (3/1).

Dingatkan Netral

Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi tentang masa jabatan kepala daerah hasil pemilihan Tahun 2018 yang telah ditindaklanjuti Menteri Dalam Negeri, Gubernur Maluku Murad Ismail diingatkan untuk netralitas dalam Pemilu mendatang.

Akademisi Fisip Unpatti Jeffry Leiwakabessy mengatakan, per­panjangan masa jabatan yang mesti berakhir 30 Desember lalu harus dilihat sebagai satu kesempatan untuk menyelesaikan sejumlah tugas yang belum tuntas hingga saat ini.

“Tanggung jawab gubernur sekarang adalah harus menyele­saikan seluruh masalah yang ada menyangkut infrastuktur, kema­syarakatan termasuk kebijakan pemerintah untuk memenuhi kebu­tuhan masyarakat,” ujar Leiwa­kabessy kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (3/1).

Sebagai akademisi, dirinya melihat bahwa selama ini penyelenggara tugas pemerintahan untuk kepen­tingan masyarakat tidak berjalan dengan baik, karena ada kepen­tingan pribadi gubernur.

Selain itu, perpanjangan masa jabatan Gubernur harus dipandang sebagai hal positif tetapi juga hal negatif yang berpotensi me­nyangkut ketidaknetralan dalam pemilu serentak Februari nanti.

“Kalau untuk saya kebijakan pemotongan masa jabatan Gubernur itu sangat baik mengingat pemilu serentak apalagi nuansa politik berkaitan dengan istri Gubernur yang sedang ikut kontestasi pileg,” jelasnya.

Menurut Leiwakabessy, terbuka ruang panggung perpanjangan masa jabatan berpotensi digunakan artinya konflik kepentingan sangat terbuka lebar dengan otoritas yang dimiliki sebagai gubernur.

“Saya kasih contoh kemarin hari Martha Christina Tiahahu yang adalah pahlawan nasional tidak dihadiri gubernur, walaupun tidak wajib hadir tetapi sesungguhnya sebagai pimpinan daerah harus hadir. Sedangkan tadi acara di Tulehu untuk Hari Amal Bhakti Kemenag justru gubernur hadir, kami menduga kehadiran sebagai gubernur ini bawa kepentingan pribadi menjelang 14 Februari,” bebernya.

Leiwakabessy menegaskan sebagai pimpinan daerah, Gubernur harus dapat bersikap netral dan lebih selektif untuk membedakan mana urusan pemerintahan yang wajib menjaga netralitas, artinya tidak boleh menggunakan kekuatan untuk menangkan yang istrinya sedang mencalonkan diri anggota legislatif.

“Kita berharap Gubernur harus netral dan lebih selektif harus tahu tugas yang dipikul sebagai Gubernur Maluku dan mana tugas sebagai suami,” tuturnya.

Jadi Catatan

Terpisah, Pengamat Kebijakan Publik Nataniel Elake menjelaskan perpanjangan masa jabatan Gubernur  hingga 24 April 2024 akan bersinggungan dengan tahun politik sehingga perpanjangan waktu  harus menjadi catatan bagi gubernur berkaitan dengan pen­calonan istrinya sebagai anggota DPR RI.

Dikatakan, gubernur dalam kedudukan harus berdiri sebagai pembina politik untuk sebuah parpol, jangan sampai cenderung menggunakan kekuatan birokrasi untuk memenangkan istri.

“Itu yang perlu dijaga betul sehingga dalam kapasitas sebagai gubernur jangan sampai intervensi kekuasaan dalam proses politik,” tutur Elake.

Gubernur kata Elake wajib tetap berdiri diatas kepentingan seluruh partai politik sebab sangat tidak elok apabila sebagai penguasa cen­derung untuk bekerja bagi ke­pentingan istrinya.

Elake pun mengingatkan gu­bernur agar disisa akhir jabatan harus berkonsentrasi untuk menyelesaikan persoalan daerah, ketimbangan harus terjun ke politik praktis untuk memenangkan istrinya.

“Kita berharap tugas menyangkut visi dan misi yang belum direalisasi kiranya dalam waktu singkat gubernur harus bisa diselesaikan dari pada tidak netral dalam pemilu nanti,” pungkas Elake.

Akhir Jabatan 2024

Mahkamah Konstitusi menga­bulkan gugatan tujuh kepala daerah terkait akhir masa jabatan mereka.

Tujuh kepala daerah yaitu, Gubernur Maluku Murad Ismail, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil E Dardak, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto, Wakil Wali Kota Bogor Didie A Rachim, Wali Kota Go­rontalo Marten A Taha, Wali Kota Padang Hendri Septa, dan

Wali Kota Tarakan Khairul.

Tujuh kepala daerah ini meng­ajukan uji materiil Pasal 201 ayat (5) UU Pilkada Nomor 10/2016 yang mengatur kepala daerah hasil pemilihan 2018 menjabat sampai 2023. Alasannya, meski dipilih lewat Pilkada 2018, para pemohon baru dilantik pada 2019.

Jika masa jabatan mereka mesti berakhir di 2023, maka periode kepemimpinan mereka tak utuh selama lima tahun.

Untuk diketahui, pasangan Murad-Orno dilantik Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu, 24 April 2019, berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 189/P Tahun 2018 tanggal 28 September 2018. (S-05/S-20)