AMBON, Siwalimanews – Aparat penegak hukum didesak segera mengusut berbagai masalah yang saat ini melilit Bank Maluku-Malut.

Desakan itu disuarakan akademisi fakultas hukum, organisasi pemuda, maupun praktisi hukum, menyusul dugaan remunerasi tak halal yang diterima direksi Bank Maluku-Malut.

Mereka mendesak aparat penegak hukum baik jaksa maupun polisi, maupun KPK, tidak tinggal diam terkait pemberian remunerasi bagi jajaran direksi dan komisari yang diduga sarat dengan pelanggaran hukum.

Sebagaimana diberitakan, pembaya­ran remunerasi yang dilakukan sejak tahun 2020-2023 kepada jajaran direksi maupun komisaris, ternyata tanpa persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham.

Akademisi Hukum Unpatti, Reimon Supusepa menjelaskan, berdasarkan Pasal 96 dan pasal 113 UU Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terba­tas secara tegas mengatur bahwa, pe­ne­tapan besaran gaji dan tunjangan dewan direksi dan dewan komisaris ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS.

Baca Juga: Tak Miliki Amdal, KNPI Minta PT OGI Hengkang dari Buru

Ketentuan hukum tersebut secara langsung memberikan batas bahwa pembayaran remunerasi wajib dilakukan melalui keputusan para pemegang saham, sebab RUPS merupakan lembaga tertinggi dalam perseroan terbatas termasuk Bank Maluku-Malut.

“Apapun alasannya penetapan gaji dan tunjangan wajib dilakukan melalui RUPS sebab UU PT itu memberikan kewenangan bagi RUPS. Diluar itu merupakan pelang­garan hukum,” tegas Supusepa saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Minggu (27/8).

Dewan direksi kata Supusepa, berdasarkan UU, hanya diberikan kewenangan untuk mengeksekusi pembayaran gaji dan tunjangan/remunerasi yang telah ditetapkan oleh pemegang saham.

Menurutnya, jika RUPS tidak memutuskan besaran tunjangan atau remunerasi maka direksi tidak boleh mengambil kebijakan apapun, sebab akan bertentangan dengan aturan hukum.

Supusepa menegaskan, dengan adanya persoalan ini maka aparat penegak hukum baik jaksa maupun kepolisian tidak boleh diam, tetapi harus mengusut kasus tersebut.

Pengusutan kasus pembayaran remunerasi lanjut Supusepa perlu dilakukan guna mengetahui lebih jauh terkait peristiwa pidana yang dilakukan dalam pembayaran re­munerasi.

“Kita bisa saja berspekulasi bah­wa pembayaran remunerasi ini ma­suk dalam perbuatan pidana tetapi juga tidak, kalau bagi saya sudah ada peristiwa pidana yang terjadi dalam pembayaran remunerasi. Makanya aparat penegak hukum harus masuk untuk mengusut kasus ini agar ada kepastian hukum,” tegasnya.

Terkait dengan circular letter yang dikeluarkan Direksi Bank Maluku-Malut, Supusepa menegaskan, jika penerbitan circular letter tidak berlaku ke belakang melainkan ke­depan artinya, keberlakuan sebuah perjanjian atau persetujuan setelah ditandatangani.

Circular letter tambah Supusepa, tidak dapat menghapus perbuatan penyalahgunaan kewenangan dalam jabatan yang dilakukan direksi, se­bab pembayaran remunerasi yang telah dilakukan telah menyalahi ketentuan.

“Kami berharap aparat penegak hukum dapat merespon pemberitaan media massa terkait kasus pembaya­ran remunerasi, agar ada kepastian hukum dan tidak menjadi bola liar ditengah masyarakat,” cetusnya.

Salah Wewenang

Terpisah, praktisi hukum Djidon Batmomolin mempertanyakan sikap aparat penegak hukum yang hingga saat ini belum juga melakukan pe­ngusutan terhadap pembayaran re­munerasi yang bertentangan de­ngan aturan.

Menurutnya, bila dilihat dari du­duk perkara maka secara nyata telah terjadi penyalahgunaan wewenang yang berujung pada kerugian ke­uangan bank.

“Nyata-nyata pelanggaran hukum sudah terlihat jelas jadi aparat pe­negak hukum jangan tunggu, tetapi harus segera melakukan pengusu­tan,” tegas Batmomolin kepada Si­walimanews melalui telepon selu­lernya, Minggu (27/8).

Batmomolin menegaskan pener­bitan circular letter yang menjadi solusi OJK tidak dapat diberlakukan untuk menutupi perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan direksi selama tiga tahun kebelakang.

Circular letter kata Batmomolin, mungkin saja dilakukan sebagai bentuk tata kelola perbankan, yang selama ini tidak memiliki dasar hukum tetapi tidak berlaku surut.

“Secara hukum tidak dapat diterima jika circular letter itu untuk menutupi kesalahannya dimasa lampau tapi untuk perbaikan kedepan, jadi tidak bisa menghapus pidana,” ujar Batmomolin.

Dijelaskan, jika direksi memahami aturan perbankan secara jelas maka seharusnya tidak boleh mengambil tindakan tersebut tetapi harus menu­nggu persetujuan melalui RUPS.

Batmomolin menduga kuat ter­dapat unsur kesengajaan atas kebi­ja­kan pembayaran remunerasi yang dilakukan direksi, sebab dengan pe­ngetahuan perbankan yang dimiliki direksi mengetahui dengan pasti akibat hukumnya jika pembayaran tidak dilakukan berdasarkan per­setujuan pemegang saham.

Karenanya, Batmomolin mende­sak aparat penegak hukum untuk segera melakukan pengusutan de­ngan memeriksa jajaran direksi dan komisaris, agar ada pertanggungja­waban terhadap keuangan Bank Maluku.

“Prinsipnya tidak boleh dibiarkan penyalahgunaan wewenang di Bank Maluku ini terjadi begitu saja, jadi sebagai praktisi hukum saya minta ini diusut oleh kejaksaan atau ke­polisian,” pungkasnya.

Desak OKP

Himpunan Mahasiswa Islam Ca­bang Ambon mendesak, pihak aparat kepolisian untuk mengusut tuntas dugaan terhadap pemberian remu­nerasi oleh Bank Maluku-Malut.

Mereka menilai tindakan tersebut merupakan kejahatan. Pasalnya, pemberian remunerasi terjadi tanpa ada RUPS sebelumnya.

Fungsionaris HMI Cabang Ambon Syawal Tamher mendesak aparat penegak hukum baik Polda Maluku maupun Kejati Maluku untuk segera mengusut tuntas persoalan masalah ini.

Menurutnya, penerimaan remu­nerasi oleh jajaran direksi dan komisaris bank plat merah tersebut ini merupakan sebuah praktik keja­hatan, yang bisa harus segera di usut bahkan hal ini sudah berjalan sekitar tiga tahun.

“Otoritas Jasa Keuangan meru­pakan lembaga yang mengawasi juga seharusnya memberikan eva­luasi terhadap Bank Maluku-Malut untuk memperbaiki masalah ini. Sebab hal ini sudah berlangsung sejak lama jangan sampai asumsi lain kemudian muncul bahwa ada upaya persekongkolan jahat, antara pihak Bank Maluku dengan pihak OJK,” tandas Tamher kepada Siwalima melalui sambungan telepon selu­lernya, Jumat (25/8).

Tamher mengaku, keberadaan Bank Maluku Maluku Utara meru­pakan sesuatu yang sangat penting dalam menopang pertumbuhan eko­nomi di Provinsi Maluku, olehnya itu praktik-praktik kejahatan harus segera diusut sampai tuntas.

APH Perlu Usut

Hal yang sama juga diungkapkan, Ketua presidium PMKRI Cabang Ambon, Johan Kapres. Dia meminta agar aparat penegak hukum baik jaksa maupun polisi untuk segera mengusut pemberian remunerasi Bank Maluku-Malut.

Dia meminta  aparat penegak hukum  mengusut secara tuntas pemberian remunerasi tersebut. Pasalnya, pemberian tersebut diduga sarat akan kejahatan dan tidak sesuai dalam peraturan otoritas jasa keuangan nomor 45/POJK.03/2015.

“Tentang penerapan tata kelola dalam pemberian remunerasi bagi bank umum. Hal ini ketika dibiarkan dan tidak ada penanganan dari pi­hak penegak hukum akan menim­bulkan kerugian bagi bank dan juga daerah,” ujarnya.

Jalankan Arahan OJK

Direksi Bank Maluku-Malut me­ngaku, remunerasi dan circular resolution yang diberitakan selama ini dilakukan atas arahan OJK selaku pengawas bank.

“Sesuai arahan yang disampaikan OJK kepada manajemen, maka bank wajib melaksanakan circular resolution sesuai UU PT Nomor 40 Tahun 2007 atau biasa disebut dengan RUPS secara sirkuler,” tulis direksi dalam rilis yang dikirim melalui pesan WhatsApp ke redaksi, Sabtu (26/8).

Dijelaskan juga bahwa circular re­solution merupakan upaya me­nya­tukan keputusan-keputusan RUPS yang terpisah terkait remunerasi, bonus dan tunjangan yang telah dilakukan/dinikmati oleh pengurus-pengurus sebelumnya. Sehingga da­lam hal ini manajemen Bank Maluku-Malut senantiasa bertindak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dalam pelaksanaannya senantiasa diawasi oleh OJK.

“Berkaitan dengan pemberitaan mengenai perjalanan dinas pengu­rus, dapat kami klarifikasi bahwa se­luruh kegiatan perjalanan dinas di­laksanakan sesuai dengan kebutu­han organisasi. Perjalanan dinas yang di­lakukan tersebut bahkan wa­jib dila­porkan saat pengurus mau­pun pega­wai tersebut kembali ke Kan­tor. Se­luruh perjalanan dinas yang dilaku­kan wajib disertai de­ngan bukti-bukti perjalanan dinas baik itu Surat Keterangan Perjalanan dinas yang ditandatangani oleh pe­nyelenggara maupun bukti akomo­dasi perjalanan dinas,” sebut direksi.

Legalkan Kesalahan

Sebelumnya, praktisi hukum Hen­drik Lusikooy menjelaskan tugas OJK adalah melakukan pengawasan terhadap kegiatan perbankan dan jika dalam pengawasan menemukan persoalan yang berkaitan dengan tata kelola perbankan maka dapat memberikan solusi perbaikan.

Namun, solusi yang diberikan OJK mestinya berlaku ke depan bukan untuk persoalan yang telah terjadi selama beberapa tahun be­lakangan.

“OJK tidak bisa memberikan saran untuk menutupi kesalahan yang telah dilakukan,” ujar Lusikooy ke­pada Siwalima, melalui telepon selulernya, Kamis (24/8).

Menurutnya, jika solusi yang di­berikan OJK untuk menutupi kesa­lahan dimasa lalu maka secara tidak langsung OJK bersama-sama mela­kukan perbuatan melawan hukum.

“Terhadap OJK juga bisa dike­nakan pelanggaran sebab sudah memberikan solusi untuk menutupi kesalahan yang dibuat direksi,” tegasnya.

Lusikooy pun mendorong agar penegak hukum lebih peka untuk mengusut persoalan pembayaran remunerasi tersebut sebab telah merugikan bank akibat dari kebi­jakan yang salah.

Akal Bulus

Diberitakan sebelumnya, direksi dan komisaris Bank Maluku-Malut, diduga melakukan praktik menyim­pang.

Hal itu dilakukan untuk menutup hasil temuan Otoritas Jasa Keua­ngan tahun 2023, tentang pemberian remunerasi kepada direksi dan dewan komisaris bank milik daerah yang bernilai fantastis.

Intinya, akal bulus direksi dan komisaris ini dilakukan untuk mengelabui pemegang saham dan menutupi kesalahan mereka, melalui upaya pemutihan yang semestinya melalui forum RUPS.

Pelaksanaan RUPS secara sirkuler ini, pada intinya meminta persetu­juan para pemegang saham tentang remunerasi bersifat variabel, berupa bonus triwulan atau dalam bentuk apapun, yang telah kurun 2021 hi­ngga saat ini, namun belum menda­pat persetujuan dari pemegang saham.

Hal ini tentu saja melanggar ketentuan dan berdampak pada tingkat kerugian bank secara material.

Pada Peraturan OJK Nomor 45/POJK.03/2015 pasal 26 ayat 1 disebutkan, “Bank dapat menunda pembayaran Remunerasi yang Bersifat Variabel yang ditangguhkan (malus) atau menarik kembali Remunerasi yang Bersifat Variabel yang sudah dibayarkan (clawback) kepada pihak yang menjadi material risk takers dalam kondisi tertentu”.

Sesuai bunyi POJK Nomor 45/POJK.03/2015 pasal 26 ayat 1 ter­sebut, maka seluruh remunerasi yang telah dibayarkan ke direksi dan komisaris berupa bonus triwulan, harus dikembalikan ke bank atau disetor kembali, karena dalam atu­ran tersebut tidak mengatur tentang pemutihan atas apa yang telah dibayarkan. (S-20/S-25/S-05)