Sikap Tegas Hakim di Kasus SPPD KKT
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Ambon geram dengan sikap pegawai BPK RI, Sulistyo, karena diduga berkata bohong dalam persidangan.
Anggota BPK RI ini diduga menerima uang Rp350 juta untuk memuluskan laporan keuangan Kabupaten Kepulauan Tanimbar Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Didalam persidangan yang digelar Pengadilan Tipikor Ambon, sejumlah saksi mengaku memberikan uang kepada anggota BPK RI Rp350 juta agar laporan keuangan KKT mendapatkan predikat WTP tahun 2020.
Anggota BPK RI ini diduga berkata bohong, dia tetap mengelak tidak menerima uang dari Inspektorat KKT sebesar Rp350 juta.
Sikap bohong ini kemudian menuntut majelis hakim yang memeriksa perkara tersebut bersikap tegas terhadap oknum BPK tersebut yang diduga berkata bohong. Bahkan hakim meminta agar jaksa bisa memproses hukum lanjut yang bersangkutan.
Baca Juga: Seruan Ciptakan Pemilu DamaiTindakan tegas hakim ini adalah bagian dari upaya menegakan supremasi hukum terhadap sebuah perkara korupsi yang ditangani. Karena hakim bisa mengetahui secara langsung sikap-sikap kebohongan yang sengaja ditutup baik oleh saksi ataupun terdakwa, hakim akan mencari unsur kebenarannya.
Sehingga ketika dikonfortir dengan saksi-saksi ternyata anggota BPK RI ini berkata bohong. Ketika hakim kejar dan meminta Jaksa Penuntut Umum tindak lanjuti dengan proses hukum, barulah anggota BPK RI ini mengaku jujur bahwa menerima Rp350 juta tersebut sebagai hadia karena sudah membantu Kabupaten Kepulauan Tanimbar meraih WTP.
Padahal seorang pegawai BPK dilarang menerima hadia dalam bentuk apapun karena itu sudah mengarah unsur gratifikasi.
Jika keterangan saksi di persidangan diduga palsu, hakim ketua sidang memperingatkan saksi supaya memberikan keterangan yang benar dan mengemukakan sanksi pidana jika tetap memberikan keterangan palsu.
Apabila saksi tetap pada keterangannya itu, hakim ketua sidang karena jabatannya atau atas permintaan penuntut umum atau terdakwa dapat memerintahkan supaya saksi itu ditahan untuk dituntut dengan dakwaan sumpah palsu.
Hal ini tertuang dalam Pasal 242 ayat (1) dan (2) KUHP berbunyi, Barang siapa dengan sengaja memberikan keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan atau tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya, diancam pidana penjara maksimal 7 tahun.
Jika keterangan palsu di atas sumpah diberikan dalam perkara pidana dan merugikan terdakwa atau tersangka, pelaku diancam pidana penjara maksimal 8 tahun.
Dasar Hukum yaitu, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan UU No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Karena itu sangatlah penting bagi seseorang yang menjadi saksi untuk berkata jujur dalam pengadilan, tidak boleh bohong karena ada aturan yang mengikat jika keterangan yang disampaikan dalam persidangan itu adalah keterangan bohong.
Sehingga wajar jika hakim bersikap tegas dan meminta Jaksa Penuntut Umum untuk memproses hukum yang bersangkutan jika masih tetap bersikukuh tidak menerima uang.
Kita memberikan apresiasi bagi hakim dalam jeli menangani perkara dimana pengadilan sebagai benteng terakhir masyarakat mencari keadilan betul-betul menegakan supremasi hukum. yang salah dinyatakan salah dan yang benar dinyatakan benar, sehingga pedang hukum itu tidak tajam kebawah atau kepada masyarakat kecil dan tumpul keatas kepada para pejabat. Karena semua orang sama dimata hukum, sehingga harus juga diperlakukan yang sama.(*)
Tinggalkan Balasan