Setelah dikaitkan dengan meningkatnya kasus obesitas dan sejumlah penyakit kronis, penelitian kembali menemukan ‘efek samping’ dari terlalu sering menyantap makanan cepat saji.

Penelitian terbaru menunjukkan, makanan cepat saji kini menjadi salah satu ‘dalang’ dari depresi pada anak remaja.

Makan cepat saji sendiri diartikan sebagai makanan alternatif yang cepat ketimbang makanan rumahan, mudah diakses dan memiliki harga yang relatif murah, menurut National Institutes of Health (NIH).

Makanan cepat saji juga cenderung tinggi lemak jenuh, gula, garam dan kalori. Bisa berupa menu cepat saji dari gerai cepat saji, makanan olahan, makanan beku, serta makan ringan. Namun, rasanya yang gurih dan dianggap enak oleh banyak kalangan, di samping sangat mudah disajikan, membuat makanan ini menjadi pilihan di tengah kesibukan sehari-hari.

Sayangnya studi dari University of Alabama, Amerika Serikat menyimpulkan, keseringan konsumsi makanan cepat saji identik dengan pola makan nabati yang rendah. Pola makan tak seimbang dalam waktu lama ditemukan berkaitan dengan meningkatnya risiko depresi.

Baca Juga: 5 Langkah Pencegahan Penyakit HIV/AIDS

Hasil studi ini didapat setelah peneliti menganalisis urine siswa sekolah menengah dan dihubungkan dengan tanda serta gejala depresi. Dalam urine siswa yang memiliki gejala depresi, ditemukan kadar natrium yang tinggi dan kadar kalium yang rendah.

“Natrium yang tinggi terdapat dalam banyak makanan yang melewati banyak proses pengolahan, termasuk makanan cepat saji, makanan beku, dan makanan ringan yang tidak sehat,” kata peneliti Sylvie Mrug, dikutip dari CNN.

Sedangkan rendahnya jumlah kalium merupakan indikasi dari pola makan rendah sayuran dan buah, seperti bayam, tomat, kacang-kacangan, jeruk, alpukat, dan yogurt.

Kadar natrium yang tinggi dan kalium yang rendah ini dikaitkan dengan muncul tanda-tanda depresi hingga satu setengah tahun ke depan.

Hasil ini tetap kuat bahkan setelah peneliti menyesuaikan dengan variabel lain seperti tekanan darah, berat badan, usia, dan jenis kelamin. Artinya, pengaruh efek makanan cepat saji terhadap depresi tetap kuat tak bergantung bagaimana kondisi tubuh.

“Temuan penelitian ini masuk akal, karena makanan kaya kalium adalah makanan sehat. Jadi, jika remaja mengonsumsi lebih banyak makanan kaya kalium, mereka akan memiliki lebih banyak energi dan merasa lebih baik secara keseluruhan, yang dapat mengarah pada kesejahteraan yang lebih baik dan peningkatan kesehatan mental,” kata ahli nutrisi Lisa Drayer mengomentari hasil penelitian ini. (*)