Pemerintah Provinsi Maluku mengambil kebijakan dengan meminjam 683.360.991.474 dari PT Sarana Multi Infrastruktur untuk pemulihan ekonomi masyarakat pasca Covid-19 yang melanda dunia termasuk Provinsi Maluku.

Dana pinjaman SMI yang masuk ke Maluku hanyalah 683 miliar lebih sesuai dengan nilai yang dikontrakan. Pada tanggal 26 Desember 2020 Pemprov menerima transfer awal dari PT SMI sebesar Rp175 miliar.

Selanjutnya transfer kedua dilakukan pada tanggal 2 Februari 2021 dengan nominal Rp315 miliar, sisanya tahap terakhir tanggal 31 Maret 2021 sebesar Rp193.360.991.474

Dengan demikian total anggaran yang dipinjam dari PT SMI yang masuk ke kas daerah Maluku sebesar Rp683.360.991.474.

Kebijakan Pemprov Maluku meminjam uang ratusan miliar tersebut untuk pemulihan ekonomi masyarakat, sayangnya dana SMI tersebut tidak difokuskan pada pemulihan ekonomi tetapi digunakan untuk pembangunan infrastruktur, belum lagi pembangunan tersebut tidak dilakukan dengan baik dan maksimal.

Baca Juga: Kisruh Daftar Pemilih Tetap

Pinjaman dana SMI ini akhirnya disentil sejumlah anggota dewan karena dinilai pembangunan gagal di Maluku boleh dibilang mengalami kegagalan, akibat pinjaman hutang Provinsi Maluku dari PT Sarana Multi Infrastruktur sebesar 683 miliar lebih tak mampu menyelesaikan masalah infrastruktur di Maluku.

Pinjaman dana dari PT Sarana Multi Infrastruktur ke Maluku sebesar 683.360.991.474 untuk pemulihan ekonomi masyarakat pasca Covid-19 yang melanda dunia termasuk Provinsi Maluku juga tidak digunakan sebaik mungkin.

Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Provinsi Maluku, Anos Yermias menegaskan, kebijakan Pemerintah Provinsi Maluku meminjam dana dari PT Sarana Multi Infrastruktur dinilai menjadi penyebab gagalnya pembangunan di Maluku.

Pasalnya,  begitu banyak kebutuhan masyarakat khususnya terkait infrastruktur jalan dan jembatan yang hingga saat ini tidak mampu diselesaikan oleh Pemprov.

Kegagalan dari proses pembangunan di Maluku diakibatkan keputusan Pemerintah Provinsi yang meminjam anggaran sebesar 683 miliar lebih, yang dilakukan tanpa adanya perencanaan yang matang.

Bagi daerah-daerah yang tidak mengajukan pinjaman SMI, tentu sangat bersyukur sebab proses pembangunan terus berjalan tanpa harus memikirkan pembayaran cicilan hutang kepada PT SMI.

Pemprov Maluku setiap bulannya harus membayar cicilan hutang sebesar 11 miliar rupiah lebih, sehingga sangat berdampak bagi kebutuhan masyarakat berkaitan dengan kerusakan infrastruktur.

Jika penggunaan dana SMI digunakan tidak sesuai dengan peruntukannya yang seharusnya untuk pemulihan ekonomi masyarakat tetapi justru digunakan tidak sesuai peruntukannya.

Karena itu, ada beberapa kalangan yang meminta agar kejaksaan mengusut kasus ini. Jika jaksa sudah mengusut dana covid maka hal ini menjadi pintu masuk jaksa mengusut.

Permintaan hal itu wajar-wajar saja, tetapi yang sangat diharapkan pinjaman dana SMI harusnya digunakan dengan tepat, sehingga tidak menimbulkan sejumlah masalah. Buktinya jika anggaran itu juga digunakan untuk pembangunan infrastruktur mengapa sejumlah wilayah di Maluku rusak, dan pemprov tak mampu menyelesaikannya.

Persoalan infrastruktur yang sampai saat ini bermasalah, itu juga diakibatkan karena hutang SMI yang setiap tahun harus dibayar.

Padahal, jika pinjaman 683 miliar rupiah tersebut diarahkan untuk membangun infrastruktur jalan, maka ratusan kilometer jalan selesai dibangun.

Kita berharap, Pemprov bisa secepatnya menyelesaikan hutang SMI ini sehingga seluruh infrastruktur di Maluku bisa dikerjakan dengan baik. Semoga (*)