AMBON, Siwalimanews – Sejumlah kontraktor atau pemilik perusahaan jasa konstruksi atau penyedia barang dan jasa di Kota Ambon kembali dihadirkan da­lam sidang lanjutan dugaan suap dan gratifikasi mantan Walikota Ambon, Richard Louhenapessy.

Dari kurang lebih 5 saksi yang dihadirkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi di persidangan, sebagian besar mengakui pernah memberikan sejumlah uang kepada Lou­henapessy dengan harapan mendapat paket proyek untuk dikerjakan.

Sidang lanjutan yang di­pimpin Hakim Wilson Shiver dipengadilan Tipikor Ambon, Kamis (15/12) itu, Jaksa Pe­nuntut Umum KPK mengha­dirkan sejumlah saksi. Mereka yang hadir sebagian besar merupakan pemilik perusahaan yang sempat menangani proyek dilingkup Pemerintah Kota Ambon, semasa terdakwa RL sapaan akrab Richrad  menjabat sebagai Walikota Ambon.

Saksi Direktur PT Ganesa Indah, Marthin Thomas dan Direktur CV Lidio Pratama, Nessy Thomas Lewa. Kedua kontraktor ini diketahui sempat menjadi tim sukses dari RL  pada masa pencalonannya dulu.

Hasilnyapun berbuah manis lewat sejumlah proyek yang ditangani keduanya dilingkup wilayah Kota Ambon.

Baca Juga: Hakim Vonis Penyuap RL Dua Tahun Penjara

Direktur PT Ganesa Indah, Mart­hin Thomas, yang dicerca JPU di­depan majelis hakim, dengan lugas pernah menjadi Timses RL.

Dalam keterlibatannya di Timses sejumlah uang maupun barang di­berikan guna kemenangan RL dalam proses pemilihan Walikota Ambon baik periode pertama maupun kedua.

“Nilainya itu bertahap pada tahun 2011 200 sampai 250 juta diberikan dalam bentuk DO  barang untuk ke­butuhan posko, selanjutnya di ta­hun 2016 nilainya 300 sampai 350 juta kebutuhan juga sama untuk posko,”ujarnya.

Pemberian bantuan kepada RL ini tentunya bukan tanpa alasan, Marthin mengaku membantu dengan harapan perusahan miliknya dapat mengerjakan paket pekerjaan.

Dan benar saja, selama RL men­jabat perusahaan miliknya tercatat menangani sejumlah tender di wi­layah Kota Ambon.

Tak sampai disitu dalam perja­lanannya, Marthin juga kerap men­transfer uang dengan nilai beragam ke rekening milik RL maupun reke­ning perantara atas permintaan RL.

“Saya pernah diminta langsung oleh pak Richard untuk bantu orang sakit, ada juga diminta oleh orang kepercayaan Novfy Warella katanya pak Richard yang minta, itu bertahap saya kirim ada yang 10 juta ada yang 15 juta,”pungkasnya.

Senada dengan Marthin, Direktur CV Lidio Pratama Nessy Thomas Le­wa juga mengakui memberikan se­jumlah uang ke RL melalui perantara.

Nessy yang merupakan Istri dari Marthin ini juga mengaku mem­berikan uang secara transfer melalui Novy Warella.

“Transfer ke rek BCA sebanyak 2 kali dengan total 35 juta. Pernah juga melakukan transfer sebanyak 5 kali sebanyak 65 juta, itu permintaan Novy atas permintaan pak Richard,” bebernya.

Usai mendengar keterangan saksi-saksi majelis hakim selanjutnya menunda sidang hingga pekan depan masih dengan mendengar keterangan saksi.

Transfer Ratusan Juta

Seperti diberitakan sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kembali menggelar sidang dengan terdakwa, mantan Walikota Ambon, Richrad Louhenapessy.

Sidang yang berlangsung, Kamis (8/12), dipimpin majelis hakim yang diketuai Wilson Shiver dengan agenda pemeriksaan saksi

Ditributor PT Nestlé, Charles Frans yang dihadirkan sebagai saksi oleh Jaksa KPK  mengaku, men­transfer ratusan juta kepada mantan Walikota Ambon, Richard Louhena­pessy melalui orang kepercayaan­nya, Novi Warella.

Menurut saksi, semua uang yang diberikan olehnya kepada RL melalui transferan tiga rekening, sebagian merupakan permintaan untuk pem­biayaan kampanye RL.

“Tahun 2016 saya transfer melalui pa Richard sebesar 15 juta rupiah melaui rekening pa Richard , saya juga pernah mentransfer 32,500 juta rupiah melalui rekening Novi Warela yang sepengetahuan saya merupa­kan ajudan RL untuk keperluan pem­bayaran katering di Waihaong saat kampanye,” ujarnya.

Saksi juga ngaku, pernah transfer melalui rekening kakaknya Jeny Frans sebesar Rp80 juta, tetapi saksi lupa lupa untuk apa uang itu, saat di­cecar JPU KPK sembari menun­jukan barang bukti berupa salinan rekening Koran.

Lebih lanjut kata saksi, pada tahun 2016 tepatnya 21 Oktober, saksi melakukan transfer uang sebesar Rp50 juta melalui rekening Novi Warela, pada Tanggal 22 Desember 2016 juga saya Transfer uang sebe­sar Rp45 juta melalui rekeningnya Novi Warela serta terakhir pada tahun 2017 bulan Maret saksi transfer uang bernilai Rp22,5 juta dengan rekening yang sama.

Dengan demikian jumlah total uang yang telah ditransfer saksi kepada RL melalui rekening Novi Warella sebesar Rp230 juta.

Terkait pernyataan saksi, hakim ketua Wilson Shiriver yang memim­pin sidang tersebut meminta RL menanggapi keterangan saksi.

RL mengatakan, dirinya tidak per­nah berhububngan dengan saksi dan Novi Warela bukan ajudannya dalam tugas tugas penting.

“Novi bukan ajudan saya. Saya pastikan uang yang dikirim tidak ke saya dan saya melalui kuasa hukum saya akan membuktikan Hal itu nanti,” ujar RL dalam tanggapannya.

Terima 11 M

Mantan Walikota Ambon Richard Louhenapessy menjalani sidang perdana dugaan korupsi dan TPPU di Pengadilan Tipikor Ambon, Kamis (29/9) siang lalu.

RL didakwa jaksa penuntut umum KPK menerima aliran dana mencapai Rp 11 miliar, dari aparatur sipil negara dan sejumlah pengusaha.

Sidang dengan agenda pemba­caan dakwaan oleh JPU KPK itu dipimpin hakim Nanang Zulkarnain Faisal dan digelar secara online, yang menghadirkan RL dari Gedung KPK di Jakarta.

Mantan Ketua DPRD Maluku itu didakwa atas dua kasus yaitu, pe­nerbitan ijin prinsip gerai Alfamidi di wilayah Kota Ambon serta gra­tifikasi.

Selain mantan walikota dua peri­ode Kota Ambon ini diadili, anak buahnya, Andre Erin Hehanusa, dan Perwakilan Alfamidi Cabang Ambon, Amri.

Tim JPU KPK yang diketuai Tau­fiq Ibnugroho membeberkan aliran dana yang mengalir ke kantong mantan Ketua DPRD Maluku itu sebesar Rp11 miliar.

JPU mengungkapkan, terdakwa RL selaku Walikota Ambon pada tahun 2011 sampai bulan Maret 2022 melakukan dan turut serta mela­kukan beberapa perbuatan yang harus dipandan sebagai perbuatan yang berdiri sendiri, sehingga merupakan beberapa kejahatan.

JPU menyebutkan, terdakwa menerima gratifikasi yaitu, selaku walikota secara langsung maupun tidak langsung telah menerima uang yang seluruhnya berjumlah Rp11. 259.960.000 yang berhubungan de­ngan jabatan dan yang berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya.

Aliran dana dengan jumlah fan­tastis itu diketahui diterima dari be­berapa ASN pada Pemkot Ambon dan para rekanan atau kontraktor.

Pada tahun 2011 sampai Maret 2022 terdakwa menerima uang lang­sung berjumlah Rp8.222.250.000.

Dari ASN uang yang diterima Rp824.200.000 dengan rincian menerima dari Alfonsus Tetepta selaku Plt Direktur PDAM Kota Ambon sebesar Rp260.000.000, dari kepala Dinas PUPR Enrici Matita­puty sebesar Rp150.000.000.

Berikutnya, dari mantan Kadis Pen­didikan Fahmi Sllatalohy sebe­sar Rp240.000.000, Kepala Badan Pengeluaran dan Aset Daerah, Roberth Silooy Rp50.200.000,

Kepala Bidang Lalu lintas Dinas Perhubungan Kota Ambon Izack Jusac Said Rp116.000.000 dan pada bulan Desember 2018 di rumah Dinas Walikota Ambon, terdakwa menerima uang dari Kepala Dinas Perhubungan kota Ambon, Robert Sapulette Rp8.000.000.

Sementara dari rekanan Richard diketahui menerima uang sebesar Rp.7.398.050.000 dengan rincian  menerima dari Pemilik PT Hoatyk, Victor Alexander Loupatty, sebesar Rp.342.500.000 yang diberikan secara bertahap.

Selanjutnya dari Direktur Utama PT Azriel Perkasa Sugeng Siswanto sebesar Rp.55.000.000, kontraktor Benny Tanihattu USD 2.500 atau Rp.34.950.000, Direktur CV Waru Mujiono Andreas Rp.50.000.000.

Kemudian dari pemilik Toko Buku NN Sieto Nini Bachry Rp.50.000.000, dari Tan Pabula Rp.85.000.000, dan Direktur CV Glen Primanugrah Thomas Souissa Rp70.000.000.

Berikutnya, Direktur CV Angin Timur Anthoni Liando Rp740.000. 000, Komisaris PT Gebe Industri Nikel Maria Chandra Pical Rp250. 000.000, Kontraktor Yusac Harianto Lenggono Rp.50.000.000, Direktur Talenta Pratama Mandiri Petrus Fatlolon Rp100.000.000 dan pemilik AFIF Mandiri Rakib Soamole sebe­sar Rp165.000.000.

RL juga menerima uang dari Apotek Agape Mardika Rp.20.000. 000, Direktur PT Karya Lease Abadi Fahri Anwar Solikhin sebesar Rp.4.900.000.000, Yanes Thenny Rp.50.000.000 dan Novry E Warella sebesar Rp.435.600.000.

Selain penerimaan langsung ter­dakwa juga menerima uang sebesar Rp3.037.000.000 melalui terdakwa Andrew Erin Hehanussa dengan rincian dari ASN sebesar Rp1.466. 250.000 dan rekanan sebesar Rp1.216.250.000.

“Atas penerimaan uang tersebut terdakwa tidak pernah melapor ke KPK dalam kurun 30 hari kerja sejak diterima, sebagaimana diatur dalam pasal 12C ayat (2)UU nomor 31 ta­hun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebaimana telah diubah dengan UU no 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun1999 tentang pem­berantasan tindak pidana korupsi sehingga seluruh penerimaan uang tersebut merupakan gratifikasi yang diterima terdakwa yang tidak ada alas hak yang sah menurut hukum,” pungkas JPU.

Selain gratifikasi, RL juga dijerat kasus penerimaan hadiah dari PT Midi Utama Indonesia terkait izin prinsip pembangunan sejumlah gerai di Kota Ambon. Dalam kasus ini, RL diketahui menerima uang fee sebesar Rp500.000.000.

JPU menjelaskan pada tahun 2019 PT Midi Utama Indonesia  bermak­sud untuk mengembangkan usaha retail dengan membangun gerai  atau toko alfamidi di kota Ambon, di­mana dalam proses pembangu­nannya di­per­lukan beberapa periji­nan dianta­ranya ijin prinsip dari terdakwa RL selaku Walikota Ambon.

Selanjutnya Solihin selaku kuasa direksi PT MUI atas masukan Agus Toto Ganefgian selaku GM license PT MUI menunjuk terdakwa Amri untuk melakukan pengurusan perijinan dengan alasan terdakwa Amri sudah berpengalaman.

Saat itu terdakwa mengajukan biaya untuk perngurusan ijin setiap titik atau lokasi sebesar Rp.125. 000.000 yang sumber dananya ber­asal dari PT MUI.

JPU menyebutkan, pada Juli 2019 terdakwa Amri dan License Manager PT MUI cabang Ambon Nandang Wibowo melakukan pertemuan de­ngan terdakwa RL dan Terdakwa Andrew Erin di Kantor Walikota Am­bon, terkait pembukaan gerai toko yang kemudian di setujui RL yang meminta terdakwa Andrew untuk mempercepat proses penerbitan izin.

Selanjutnya terdakwa Andrew meminta terdakwa Amri dan Nan­dang Wibowo terkait kelancaran administrasi.

Berikutnya, pada tanggal 23 Juli 2019, PT MUI mengajukan permo­ho­nan izin prinsip pendirian 27 gerai, dan pada hari yang sama juga RL menerbitkan surat perihal persetu­juan prinsip pembangunan gerai Alfamidi, tanpa ada kajian dari dinas terkait.

Parahnya lagi pada bulan September, pihak PT MUI kembali menemui RL untuk maminta tambahan gerai. Lagi-lagi RL  menerbitkan persetu­juan prinsip pembagunan tanpa ada kajian dari dinas terkait.

Setelah izin prinsip terbit, ter­dakwa Amri memberikan uang secara bertahap berjumlah Rp500.000.000 kepada terdakwa RL melalui ter­dakwa Andrew Erin.

Usai membacakan dakwaan ketiga terdakwa melalui kuasa hukumnya menerima isi dakwaan dengan tidak mengajukan eksepsi atas dakwaan tersebut, sehingga majelis hakim selanjutnya menunda sidang hingga pekan depan dengan agenda men­dengar keterangan saksi. (S-26)