AMBON, Siwalimanews – Penyidik Kejaksaan Negeri Seram Bagian Barat telah mengantongi calon tersangka kasus dugaan korupsi penyalahgunaan anggaran dana gempa Kairatu tahun 2019.

Dalam penyidikan kasus ter­sebut, tim penyidik Kejari SBB menemukan kerugian negara sebesar Rp1 miliar.

Pengumuman penetapan ter­sangka akan disampaikan ke media, setelah  kejaksaan mela­kukan ekspos terhadap perkara tersebut.

“Kita akan lakukan ekspos dan akan tetapkan tersangka, ki­ta belum bisa umumkan ter­sangka karena akan melaksana­kan ekspos dan akan menyam­paikan nantikan melalui rilis,” ungkap Kasi Intel Kasi Intel Rafid M Humolungo kepada wartawan di Piru, Selasa (13/12) siang.

Ditanya kapan akan menetap­kan tersangka, Humolungo me­ngaku akan diumumkan setelah pihak Kejari SBB melakukan ekspos.

Baca Juga: Kapolda: Sidik Anggota Tangani Penembakan DPO Narkoba

“Nantinya akan disampaikan de­ngan waktu yang singkat,” ujarnya.

Sedangkan terkait dengan doku­men-dokumen yang telah disita, lanjutnya, juga akan disampaikan melalui pres rilis dokumen-dokumen apa saja yang telah disita pihak ke­jaksaan dalam upaya pengeledahan yang dilakukan di Kantor BPBD Kabupaten SBB, Selasa (13/12).

“Dukumen-dukumen yang kami dapatkan saat pengeledahan oto­matis dokumen yang sangat berkai­tan dengan penanganan perkara kasus dana siap pakai bencana alam Kairatu sebesar Rp1 meliaran rupiah,” tegasnya.

BPBD Digeledah

Seperti diberitakan sebelumnya, sejumlah dokumen terkait dugaan korupsi pada dinas yang dipimpin Thomas Wattimena, disita jaksa.

Tim penyidik Kejaksaan Negeri Seram Bagian Barat, menggeledah Kantor BPBD, Selasa (13/12), sejak pukul 10.30 WIT sampai 13.30 WIT.

Penggeledahan dipimpin Kasi Intel Kejari SBB Kasi Intel Rafid M Humolungo didampingi kasi Pidsus Sudarmono Tuhulele, Kasupsi Penyidikan Raimod C Noya dan dikawal dua Anggota Polisi Polres SBB serta diketahui oleh Kadis BPBD Thomas Wattimena.

Pantauan Siwalima, ketika tim penyidik tiba di Kantor BPBD, Kadis BPBDWattimena tidak berada di ruangan, dan mereka di terima oleh sekertaris dinas, Antony Siwalette.

Aktivitas kantor terhenti sejenak

Kasi Intel kemudian meminta selu­ruh pegawai BPBD untuk meni­nggalkan ruangan tersebut dan kemudian dipasang police line agar proses penggeledahan bisa berjalan dengan baik.

Dalam penggeledahan itu tim penyidik Kejari SBB menyita sejumlah dokumen yang berhubu­ngan langsung dengan proyek bencana alam gempa di Kairatu tahun 2019 sebesar Rp1 miliar.

Tim penyidik menyita sejumlah do­kumen terkait kasus tersebut, yang terletak di ruangan bidang Kedaulatan dan Domestik, Ruang Pencegahan dan Kesiap-Siagaan serta Ruang Bendahara BPBD SBB dan pengeledahan selesai dilakukan pada pukul 13.30 WIT.

Di ruang Kedaulatan dan Domestik, tim penyidik membong­kar paksa salah satu lemari yang terkunci, karena kuncinya tidak ada, salah satu jaksa kemudian meminta agar segera mengambil kunci, pega­wai-pegawai tersebut lalu menghu­bungi salah satu pegawai yang saat itu tidak berada di ruangan BPBD dan sedang berada di luar.

Karena tunggu kunci lemari selama sejam belum juga ada, tim pe­nyidik Kejari SBB langsung mem­bongkar paksa lemari tersebut de­ngan cara menghela dengan tangan dan lemari itupun terbuka, sehingga sejumlah dokumen-doku­-men dipe­riksa dan kemudian disita.

Rafid M Humolungo kepada war­ta­wan menjelaskan, pengeleda­han yang dilakukan tim penyidik Kejari SBB sesuai dengan ketentuan pasal 33 ayat 1 KUHP dan sesuai perintah Kepala Kejari Irfan Hergianto.

Dia mengakui, dalam penggele­dahan ini telah disita sejumlah dokumen penting yang berkaitan langsung dengan perkara dana siap pakai bencana alam di Kairatu sebesar Rp1 miliar.

Menurutnya, dengan penyitaan beberapa dukumen tersebut akan disortil terlebih dahulu setelah itu akan disampaikan kepada media dokumen-dokumen apa saja yang sudah disita.

Ditanya soal pembongkaran paksa salah satu lemari pada ruang bidang kedaulatan dan domistik, Kasi Intel mengatakan, alasannya setiap doku­men harus dicek keberadaannya.

“Ini karena salah satu pegawai yang tidak memberikan kunci lemari karena di luar kantor. Pembongkaran paksa ini kami lakukan karena sudah ada izin resmi dari Kadis BPBD dan pegawainya. Hal ini dilakukan agar tidak menghambat jalannya pengge­ledehan,” ucapnya.

Naik Status

Untuk diketahui, Kejari SBB telah meningkatkan status perkara du­gaan korupsi sisa dana siap pakai untuk penanganan darurat bencana gempa bumi di Kabupaten SBB tahun 2019 ke tahap penyidikan.

Status kasusnya dinaiknya sete­lah penyidik Kejari SBB melakukan serangkai penyelidikan dan penyi­dikan dengan memeriksa saksi dan menemukan adanya dugaan tindak pidana korupsi.

Status kasus tersebut resmi di­naik­kan dari penyelidikan ke penyi­dikan pada Senin, 3 Oktober 2022 lalu.

Diminta Usut

Sebelumnya, Lembaga Swadaya Masyarakat Lumbung Informasi Rakyat Maluku (LIRA) menemu­kan adanya indikasi dana gempa tahun 2019 sebesar Rp1 miliar raib di BPBD Kabupaten SBB.

Dana itu disalurkan melalui BNI Cabang Ambon dan ditangani langsung oleh BPBD SBB.

“Perhatian pemerintah pusat melaui BNPB atas berbagai bencana yang terjadi di daerah-daerah selalu direspon dengan cepat. Respon itu berupa bantuan kepada masyarakat terdampak baik itu berupa bahan makanan, bahan bangunan, maupun dana segar supaya dipakai untuk memperbaiki rumah-rumah yang rusak. Tentunya bantuan yang disalurkan itu disesuaikan dengan laporan dan permintaan pemda ter­dampak. Namun terkadang bantuan yang disalurkan ke daerah diduga telah disalah gunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” jelas Korwil LSM LIRA Ma­luku, Yan Sariwating kepada Siwa­lima, Selasa (27/9) lalu.

Sariwating merincikan, pada bulan Maret 2021, BPBD mulai mencairkan dana untuk disalurkan kepada mas­yarakat terdampak, yang rumahnya mengalami rusak ringan, sedang dan berat.

“Tanggal 25 Maret 2021, menurut rekening koran dari BNI Cabang Ambon, BPBD SBB mulai mencair­kan dana dengan Cek no. 697278 se­besar Rp. 6.620.000.000,- untuk di bayarkan kepada masya­-ra­kat yang rumahnya mengalami rusak ringan,” cetusnya.

Selanjutnya, tanggal 25 Maret  terjadi beberapa kali pencairan de­ngan cek 697277 sebesar Rp. 10. 000.000.000 dan Cek nomor: 697276 Rp13.200.000.000,- untuk masyara­kat yang rumahnya mengalami rusak berat.

Dari jumlah total yang telah dicairkan BPBD selama bulan Maret 2021 itu sebesar Rp 29.820.000.000,- (6.620.000.000 + 10.000.000.000 + 13.200.000.000), berarti ada sisa dana sebesar Rp4,3 milliar lebih yang harus disetor balik ke kas negara.

Celakanya, kata Sariwating, dari sisa dana bencana Rp4,3 milliar, sebagian diantaranya yaitu Rp1 miliar diduga telah raib, tidak jelas digunakan untuk apa saja, karena ketika dimintai pertanggunganja­wab oleh BNPB Pusat namun hingga saat ini tidak ada respon dari BPBD SBB.

Raibnya dana sebesar Rp1 milliar ini terdeteksi telah dicairkan oleh PPK BPBD Kabupaten  SBB secara bertahap pada BNI Cabang Ambon yaitu, Tahap I sebesar Rp 600 juta dengan Cek no. 697279 cair tanggal 05 Oktober 2021.

Kemudian, tahap II Rp200 juta dengan cek no. 697280 cair tanggal 09 Oktober 2021. Tahap III Rp 200 juta dengan Cek no. 697271 cair tanggal 14 Oktober 2021.

Permasalahan yang terjadi ini berakibat saldo sisa dana bencana yang seharusnya masih tersedia pada BNI Cabang Ambon sebanyak Rp4,3 milliar  kini hanya tersisa Rp3,3 milliar.

Menurut LIRA, oknum-oknum BPBD SBB harus bertanggungjawab penuh atas kisruh sisa dana bencana tersebut. Karena seharusnya sete­lah selesai proses pemulihan, maka sisa dana bencana yang tidak ter­pakai sebesar Rp4,3 miliar itu  harus disetor kembali ke kas negara.

Kata dia, hal ini sesuai dengan Pe­raturan BNPB no 4 tahun 2020 pada Pasal 19 ayat 1 berbunyi, “jika terda­pat sisa Dana Siap Pakai (DSP) maka BPP BNPB/BPBD atau kemen­terian/lembaga terkait wajib mengem­ba­likan DSP tersebut ke kas negara.”

Dengan tidak dikembalikannya sisa dana bencana ini ke kas negara, lanjut Sariwating, maka oknum-oknum di BPBD Kabupaten SBB harus berta­nggungjawab, karena selain telah melanggar Peraturan BNPB, juga telah melakukan perbuatan tercela dengan mencairkan dana sebesar Rp1 milliar dan dipakai tidak sesuai peruntu­kannya.

Ditambahkan, perbuatan mana harus diganjar dengan sanksi tegas sehingga ada efek jera bagi pejabat yang bersangkutan.

“Kami telah mencoba untuk mela­kukan konfirmasi tentang masalah ini dengan pihak terkait, namun karena terbatasnya akses sehingga tidak ada yang bisa dihubungi, oleh sebab itu, pihak aparat kejaksaan diminta agar turun tangan untuk  melakukan penyelidikan, berupa puldata dan pulbaket agar kasus ini dapat ter­ungkap dengan jelas. Jika dalam proses nanti ada di temukan perbu­atan tindak pidana yang berakibat terjadi kerugian negara, maka harus ditindak sesuai hukum yang berlaku,” pintanya.

Salurkan Bantuan

Seperti diberitakan sebelumnya, Pemkab SBB pada bulan Juni 2021 lalu menyalurkan bantuan dana stimulan tahap pertama sebesar Rp30 miliar untuk perbaiki rumah warga yang mengalami kerusakaan pasca benca gempa bumi, 26 September 2019 lalu.

Bantuan dana stimulan tahap pertama ini akan diberikan kepada 1.326 kepala keluarga yang ru­mahnya rusak, baik ringan, sedang dan berat.

“Bantuan perbaikan rumah itu diberikan sesuai dengan tingkat kerusakannya, misalnya untuk kerusakan ringan Rp10 juga, rusak sedang Rp25 juta, dan rusak berat Rp50 juta,” ungkap Kepala Dinas BPBD DBB, M Yusran Payapo kepada wartawan di ruang kerjanya, Senin (22/3) lalu.

Dijelaskan, saat ini bantuang uang perbaikan rumah pasca gempa tahun 2019 uangnya tersisa sebesar Rp24 miliar rupiah yang masih tersimpan di salah satu bank di Kota Ambon, dan dalam waktu dekat ini akan segera dicairkan dan diserah­kan kepada korban gempa yang rumahnya mengalami kerusakan.

“Seharusnya bantuan uang pasca gempa nilai totalnya sebesar Rp37 miliar dan yang masih tersimpan di bank sebanyak Rp34 miliar yang akan dicairkan dalam waktu dekat ini sebanyak Rp30 miliar.  dan dari jum­lah Rp37 miliar itu sisanya sebesar Rp3 miliar sudah dibagikan ke be­berapa pos masing-masing. semen­tara untuk penanganan darurat se­besar Rp2 miliar, sedangkan Rp1 miliar lagi untuk tahap pembersihan rumah warga pasca bencana, ditam­bah de­ngan dana pemurnian yang diserah­kan kepada warga per KK yang rumahnya mengalami kerusa­kan rungan, sedang dan berat,” jelasnya.

Kata dia, untuk jumlah penerima bantuan total sebanyak 1.326 KK itu sebelumnya pada data awal penerimaan bantuan pasca gempa sebanyak 1.500 KK.

Namun setelah pihak BPBD melakukan kroscek dengan data capil ada, ditemukan data ganda, saat dilakukan validasi data sehingga jumlah penerima bantuan tersisa sebanyak 1.326 KK.

Payapo juga menepis adanya isu jika uang bantuan pasca gempa digelapkan oleh Pemkab SBB.

“Itu tidak benar, karena uang tersebut memiliki rekening sendiri dan masih tersimpan di bank. dan terkait juga dengan isu pungutan terhadap masyarakat di lapngan itu hoaks, dan sangat tidak betul, sehingga saya minta warga di wilayah SBB terdampak gempa untuk tidak terpengaruh isu hoaks,” pintanya. (S-18)