PARIWISATA menjadi salah satu sektor yang diandalkan untuk berkontribusi dalam pemulihan ekonomi nasional di tengah bencana nonalam pandemi Covid-19 saat ini. Sektor pariwisata juga menjadi salah satu kunci setiap daerah dalam meningkatkan pendapatan. Kunjungan dan kegiatan wisatawan lokal maupun asing sangat membantu dalam menghidupkan perekonomian masyarakat sekitar daerah wisata tersebut.

Di dalam Rencana Strategis Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) 2020-2024 disebutkan bahwa penduduk Indonesia sebagian besar tinggal diwilayah perdesaan dan memiliki potensi dalam menarik wisatawan untuk berkunjung ke desanya. Selain potensi kekayaan alam perdesaan, potensi lain berasal dari kehidupan dan budaya masyarakat desa. Dalam rencana strategis itu disebutkan, apabila potensi desa wisata dapat dikelola dengan pendekatan kepariwisataan berkelanjutan akan memberikan nilai tambah, bukan hanya pada aspek ekologis dan sosial budaya, akan tetapi pada ekonomi dan  kesejahteraan masyarakat sekitar desa. Dengan begitu pariwisata dapat membantu meminimalkan tingkat kemiskinan dan kesenjangan sosial di desa.

Potensi Desa Wisata Pembangunan desa wisata menjadi salah satu prioritas dalam percepatan pembangunan Negara saat ini. Dalam rapat koordinasi tingkat menteri pada September 2020, Menteri Desa,

Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) Abdul Halim Iskandar menyatakan bahwa kementeriannya tengah focus dalam upaya pembangunan desa wisata yang masuk dalam ”Destinasi Wisata Superprioritas”.

Ada 41 desa wisata yang tersebar di lima wilayah Destinasi Wisata Superprioritas, yaitu 10 desa di kawasan Borobudur, 13 desa di kawasan Mandalika, 8 desa di kawasan Danau Toba, 2 desa di kawasan Likupang, dan 8 desa di Labuan Bajo. Di sisi lain, Kemenparekraf pun sedang mengembangkan 244 desa wisata di seluruh Indonesia.

Baca Juga: Peran Keluarga dan Elemen Masyarakat Dalam

Pengembangan desa wisata dalam bidang ekonomi yakni memberikan kesempatan bagi masyarakat desa untuk membuka usaha dan menciptakan lapangan pekerjaan di desa. Dalam bidang lingkungan, desa wisata dapat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat untuk dalam konservasi lingkungan.

Dari aspek pendidikan, program ini bermanfaat untuk penguatan literasi kepariwisataan, kesehatan, hingga teknologi digital. Dalam bidang sosial-budaya, desa wisata dapat meningkatkan kesadaran masyarakat desa untuk memelihara dan mengembangkan khazanah seni budaya yang telah dimilikinya.

Di samping itu, saat ini teknologi digital memudahkan para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam memasarkan produknya hingga tiba ke konsumen akhir.

Menurut data Kementerian Koperasi dan UMKM kuartal III 2020 terdaftar 2,2 juta UMKM yang memanfaatkan teknologi digital sebagai “lapak”untuk berjualan secara  daring dan telah melampaui target awal, yaitu 2 juta UMKM. Adanya ecommerce dapat memudahkan para pelakuUMKM di desa untuk menjual produk mereka.

Potensi pasar yang sangat luas tersebut merupakan jalan bagi masyarakat untuk memasarkan produk-produk kreatifnya seperti kerajinan tangan, produk pertanian, perikanan, dan perkebunan, kuliner, pakaian adat, seni budaya, dan sebagainya. Keterlibatan masyarakat desa wisata akan membentuk kolaborasi dalam membantu peningkatan ekonomi desanya.

SDGs Desa Sustainable development goals (SDGs) atau tujuan pembangunan berkelanjutan merupakan upaya yang dilakukan untuk menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat dunia, serta upaya dalam melindungi lingkungan dengan tujuan dapat tercipta pembangunan yang berkelanjutan bagi generasi yang akan datang. Pembangunan desa berbasis SDGs menjadi perhatian penting Pemerintah Indonesia saat ini.

Hal ini didasari oleh dana desa yang belum dirasakan secara maksimal oleh masyarakat desa, khususnya golongan bawah, serta dana desa belum dapat secara maksimal membangkitkan perekonomian desa. Atas hal tersebutlah pemerintah membuat konsep pembangunan desa secara total melalui SDGs. SDGs memiliki prinsip no one left behind yang merupakan pemerataan kesejahteraan.

Dalam rekapitulasi kode dan data wilayah administrasi pemerintahan seluruh Indonesia disebutkan bahwa saat ini Indonesia memiliki 83.441 desa/setara desa yang tersebar di 34 Provinsi. Tidak kurang dari 91% wilayah Indonesia merupakan wilayah perdesaan. Di sinilah pentingnya peran SDGs desa dalam pencapaian pembangunan dan pencapaian SDGs nasional serta global mengoptimalkan kemitraan strategis. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno sudah menekankan tiga aspek penting, yakni inovasi, adaptasi, dan kolaborasi untuk mewujudkan strategi pengembangan pariwisata ke depan.

Tantangan Desa Wisata Pemerintah telah mengupayakan 244 desa wisata menjadi desa wisata mandiri dan menambah 10 desa wisata yang akan mendapatkan sertifikat pariwisata berkelanjutan. Namun, tentu tidak hanya desa di wilayah destinasi superprioritas yang menjadi prioritas utama, tetapi pembangunan pariwisata di daerah lain juga. Terlebih saat ini pandemi Covid-19 masih menjadi tantangan semua pihak termasuk masyarakat perdesaan.

Di dalam Undang-Undang Nomor 10/2009 tentang Kepariwisataan disebutkan bahwa pelaksanaan pembangunan kepariwisataan dilakukan dengan memperhatikan keanekaragaman juga keunikan budaya dan alam, serta kebutuhan manusia untuk melakukan wisata dengan asas manfaat, kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, kemandirian, kelestarian, partisipatif, berkelanjutan, demokratis, kesetaraan, dan kesatuan.

Untuk mencapai hal tersebut, komunikasi antarpemangku kepentingan menjadi sangat penting dalam menata keselarasan pembangunan desa wisata. Dengan pendekatan SDGs, desa bukan lagi sebagai objek, akan tetapi sebagai subjek yang memberikan kesempatan kepada setiap desa untuk dapat mandiri membangun desa sehingga pembangunan berkelanjutan tingkat desa akan terlaksana dengan adil dan merata.

Berkenaan dengan hal-hal tersebut, beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama, pentingnya kebijakan pembangunan desa wisata yang tepat dengan mengedepankan aspek kesejahteraan masyarakat, pengembangan seni-budaya, dan kelestarian lingkungan. Kedua, penguatan literasi desa wisata sehingga masyarakat memiliki pemahaman yang sama akan tujuan, target, dan indikator yang ingin dicapai.

Ketiga, pentingnya regulasi dan sertifikasi untuk setiap desa wisata dalam kesiapan beradaptasi di era new normal di mana desa wisata juga telah menerapkan protokol CHSE (cleanliness, health, safety, and environmental sustainability) sehingga memberikan kenyamanan untuk para wisatawan yang berkunjung.

Keempat, pemetaan keunggulan potensi wisata desa yang lengkap dan mudah diakses publik.  Kelima, fasilitasi akses internet dan pengembangan SDM pelaku desa wisata. Keenam, penguatan karakteristik dan keunikan produk wisata dengan pendekatan story telling tentang sejarah, alam, budaya, kuliner dengan visual yang menarik.

Ketujuh, pentingnya pembinaan/pendampingan secara profesional baik dari pemerintah maupun swasta bagi para pelaku manajemen wisata desa untuk meningkatkan kualitas jasa, pemasaran program wisata, dan produk UMKM. Upaya-upaya itu diharapkan dapat menggairahkan perekonomian warga, bahkan dapat mencegah masyarakat melakukan urbanisasi ke kota karena ada adanya pekerjaan yang menjanjikan di desa.(Ade Kadarisman, Masalah Sosial)