AMBON, Siwalimanews – Pengadilan Tipikor Maluku kembali mengelar sidang dugaan korupsi pengadaan Command Center pada Dinas Komunikasi, Informasi dan Persandian Kota Ambon, Selasa (30/4).

Sidang yang digelar dengan agenda pemeriksaan saksi oleh Jaksa Penuntut Umum Kejari Ambon menghadirkan tiga orang saksi dari unsur PPK dan pihak ketiga.

Mereka yang hadir sebagai saksi dalam persidangan yang diketuai Hakim Martha Maitimu didampingi dua hakim anggota yaitu, Pemilik CV Rani Perkasa Maria, Pemilik CV Cahaya Perdana Pertiwi Meiske Mataheru dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Miercoladi Pattiwael.

Tim JPU Kejari Ambon saat memeriksa saksi Maria sebagai pemilik CV Rani Perkasa mengakui, kongkalikong antara terdakwa Joy Adriaansz dan terdakwa Yeremia Padang adalah benar.

“Perusahaan saya dipinjamkan dengan iming-iming fee 2,5 persen oleh terdakwa Yeremia, alhasil saya memberikan kepercayaan penuh tanpa tahu akan ada masalah pekerjaan yang belum tuntas dikerjakan, namun atas kerja sama antara mantan kadis dan Yeremia anggaran telah dicairkan 100%, “ Akui saksi Maria.

Baca Juga: Empat Balon Walikota Resmi Daftar di Demokrat

Usai diKonfrontir antara maria dan terdakwa Yeremia, ada pengakuan Yeremia bahwa benar pekerjaan tak diselesaikan, namun pencairan 100%.

“Iya benar, pekerjaan tidak tuntas sebab ada beberapa item yang belum ada, namun pencairan sudah lunas, “ ungkap terdakwa Yeremia

Sementara itu saat dilanjutkan dengan saksi lainnya, terbuka fakta baru, bahwa ada mark up nilai buletin dari harga sebenarnya yang dilakukan mantan Kadis Joy Adriaansz.

Hal itu diungkapkan saksi, Miercoladi Pattiwael saat dicecar terkait dengan pengadaan 1500 eksemplar buletin.

“Sesuai perencanaan yang saya lakukan, total buletin yang harus dicetak 1500 eksemplar. Namun kenyataan saat saya dipanggil oleh penyidik Kejari Ambon, barulah saya tahu kalau hanya 750 eksemplar yang dicetak,” sebut saksi.

Tak hanya itu, dari harga sesuai perencanaan sebesar Rp132 ribu per buletin juga mengalami penurunan dengan harga yang telah diubah menjadi Rp66 ribu.

“Saya tahu saat diberitahukan dan ditunjukan invoicenya oleh jaksa saat diperiksa di Kejari Ambon,“ ungkap Pattiwael.

Ditambahkan, dirinya merasa sangat diintimidasi dan mengakui kerja dengan Joy Adriaansz selalu ditekan. Dengan tekanan tersebut sehingga persoalan percetakan buletin dikerjakan oleh terdakwa Joy dan Hendra Pesiwarissa serta anak mantan Walikota Ambon, Richard Louhenapessy.

“Terkait kasus pengadaan buletin awalnya Saya diarahkan pak Joy (kadis). Saya diminta kadis untuk siapkan materi dan segera cetak. Akhirnya saya diberikan email milik Grimaldi Louhenapessy dan saya mengirim melalui emailnya, setelah itu saya sudah tidak tahu perkembangan buletin,” bebernya.

Sebagai PPK, saksi telah berikan pertimbangan untuk ikuti proses yang sebenarnya, dimulai dari HPS sampai kontrak, namun kadis memanggil dirinya.

“Kadis katakan kerjakan saja sesuai arahan. Sehingga untuk detail harga dan lain-lain dibicarakan langsung oleh Kadis dan Grimaldi Louhenapessy,” ujar Pattiwael

Berlagak Seperti JPU

Usai kesaksian saksi Miercoladi Pattiwael, JPU jemudian memkonfrontir dengan terdakwa Joy Adriaansz. Dimana Joy berlagak seperti JPU yang menyimpulkan keterangan saksi, namun dibatasi JPU karena bukan kewenangannya untuk berkesimpulan.

Menariknya saat ditanya Joy mengakui kalau perintah untuk cetak buletin melalui Grimaldi Louhenapessy atas arahan mantan Walikota Ambon, Richard Louhenapessy.

“ Tidak benar itu perintah saya. Saya diperintahkan oleh mantan Walikota, Pak Richard Louhenapessy, “ Akui Joy

ASN Kerja Proyek

Lagi-lagi dalam persidangan lanjutan itu banyak fakta terbuka dimana fakta sidang terdakwa Hendra Pesiwarissa mengerjakan proyek buletin, dengan meminjam CV milik Cahaya Perdana Pertiwi, Meiske Mataheru. Hal itu diakui saksi Meiske dalam persidangan tersebut.

Meiske menjelaskan, jika paket pengadaan Buletin yang ditunjuk perusahaannya sebagai pemenang semuanya diatur Hendra Pesiwarissa, dia Hanya menerima fee dari pekerjaan tersebut.

“Sekitar akhir Agustus 2021 pak Hendra Pesiwarissa (Pokja) minta pinjam perusahaan saya, saat itu dia WA saya setelah bertemu di parkiran Balai Kota Ambon. Kemudian saya kirim biodata perusahaan untuk kerja buletin,” tuturnya.

Meiske mengaku, hanya komunikasi lewat WA dan tidak ada komitmen terkait hal lain. Hanya fee 2,5 persen sesuai kontrak karena dirinya hanya meminjamkan perusahaan, dimana pada bulan September 2021 saksi ke kantor Kominfo untuk tanda tangan kontrak. Untuk seluruhnya dari berita acara pembayaran, serah terima pekerjaan semua disiapkan terdakwa Hendra.

Selanjutnya pada 28 Oktober 2021 anggaran tersebut cair. Dirinya dihubungi oleh bagian keuangan untuk mengambil SP2Dnya. Selanjutnya saksi menghubungi terdakwa Hendra dan terdakwa mengarahkannya untuk cair uangnya dan membawa kepada terdakwa.

“Saya tiba disana dengan plastik kresek hitam berisi uang sejumlah Rp178 juta sekian setelah dipotong pajak. Saya serahkan dan disana pak Hendra menanyakan apakah saya sudah mengambil fee, saya jawab belum, akhirnya saya diperintahkan untuk ambil Rp5 juta dari uang di tas kresek tersebut, “ cetus saksi

Keterangan saksi pun tak terbantahkan oleh terdakwa Hendra, dimana saat konfrontir terdakwa Hendra mengakui penyampaian saksi adalah benar.

“Ia yang disampaikan saksi benar, “ tutur Hendra.

Lebih jauh saat mengakui menerima fee Rp5 juta, saksi menyampaikan bahwa sebagai warga negara yang baik ia akan mengembalikan uang tersebut.

“Sebagai warga negara yang baik dan taat saya akan kembalikan uang tersebut di depan persidangan, “ ucap saksi disusul pengembalian.

Usai mendengar keterangan saksi-saksi, majelis hakim kemudian menutup persidangan dan akan dilanjutkan pekan depan masih dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.(S-26)