RUU Omnibus Law Kesehatan Terus Bergulir
SAAT ini Badan Legislatif (Baleg) DPR sudah menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Kesehatan menjadi usulan inisiatif DPR walau Fraksi PKS menolak usulan tersebut. Dalam pembahasannya, tampaknya RUU tentang Kesehatan akan juga memasukkan RUU Pendidikan Kedokteran yang juga merupakan inisiatif DPR dan sebenarnya pembahasannya sudah tuntas serta sudah disetujui Baleg DPR. Bahkan sudah diserahkan ke pemerintah untuk penyusunan daftar inventaris masalah (DIM). Namun, sampai saat ini DIM tersebut belum dikirim ke DPR berdasarkan informasi yang beredar di media massa periode September 2022. Ketua Panja RUU Pendidikan Kedokteran Willy Aditya mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo pada 6 September 2022 mempertanyakan DIM yang tidak kunjung datang tersebut. Secara umum kita mengetahui bahwa pendidikan kedokteran terdiri atas pendidikan akademik dan pendidikan profesi. Pendidikan profesi dilakukan di rumah sakit karena peserta didik harus mendapatkan pengalaman klinik untuk mencapai kompetensi tertentu.
Dalam pendidikan kedokteran, ada praktik kedokteran. Dalam praktik kedokteran yang dilakukan di RS pendidikan ada proses pendidikan kedokteran. Hal sederhana ini harus dipahami sebelum kita membicarakan lebih lanjut tentang pendidikan kedokteran dan praktik kedokteran. Pengertian pendidikan kedokteran dan praktik kedokteran sering kali dicampuradukkan. Padahal, untuk kedua hal ini UU-nya harus berbeda. Saat ini UU Pendidikan Kedokteran (Dikdok) No 20 Tahun 2013, sedangkan UU Praktik Kedokteran (Pradok) No 29 Tahun 2004. UU Pradok mendahului lahirnya UU Dikdok. Jadi memang sebaiknya pembuatan UU ini dilakukan secara bersamaan. Di sisi lain tetap perlu ada dua UU sebagai dasar dalam pelaksanaan pendidikan kedokteran dan praktik kedokteran. Keterlibatan kementerian Kalaupun tetap mau dipaksakan dalam satu UU, kedua institusi yang selama ini menaungi kedua hal ini harus bekerja sama dalam melaksanakan pendidikan kedokteran profesi. Keterlibatan Kementerian Dalam Negeri juga harus signifikan karena seluruh pelayanan kesehatan primer (puskesmas) milik pemda, dan sebagian besar RS yang ada di daerah milik pemda juga. Karena saat ini sebagian besar FK menggunakan RSUD sebagai lahan pendidikan baik untuk pendidikan dokter, dokter spesialis, dan juga dokter subspesialis. Oleh karena itu, dalam penyusunan DIM RUU Omnibus law ini minimal tiga kementerian harus terlibat Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek), serta Kementerian Dalam Negeri. Bicara pendidikan profesi, kolegium juga harus dilibatkan. Maka ada istilah tiga tungku sejarangan dalam proses pendidikan kedokteran, yaitu fakultas kedokteran, rumah sakit pendidikan, dan kolegium. Kolegium selama ini berperan dalam membantu menyusun kurikulum, menetapkan kompetensi, menjaga mutu, dan melakukan standardisasi melalui ujian nasional.
Dari sisi praktik kedokteran, saat ini begitu banyak perubahan yang terjadi khususnya mengenai penggunaan telemedisin dalam praktik kedokteran, penggunaan robot dalam mempermudah dokter bekerja, penggunaan kecerdasan buatan (artificial intelligence), wacana menghadirkan dokter asing, percepatan proses dokter WNI lulusan luar negeri untuk kembali bekerja di dalam negeri, dan ketentuan jumlah tempat praktik yang diperbolehkan oleh seorang dokter. Adapun di sisi pendidikan kedokteran, bahwa pendidikan kedokteran diminta atau tidak diminta memang harus mengikuti perkembangan pendidikan kedokteran yang ada. Kalau kita monitor perkembangan kedokteran memang selalu ada yang baru dalam berbagai bidang kedokteran. Oleh karena itu, memang ada moto yang selalu dipegang oleh para dokter, mereka harus belajar sepanjang hayat. Mereka harus selalu melakukan pemutakhiran atas pengetahuan dan skill dalam penanganan pasien kalau memang akan tetap melakukan praktik kedokteran. Kemendikbud-Ristek juga harus menyiapkan infrastruktur dan sumber daya manusia, khususnya dosen kedokteran yang cukup khususnya dosen ilmu biomedik.
Salah satu kendala utama yang saat ini terjadi pada FK di Indonesia Timur dan juga sebagian besar FK negeri ialah dosen biomedis. Tentu hal itu harus dicari terobosan agar keberadaan dosen ini tercukupi. Semangat Kementerian Kesehatan untuk memberikan beasiswa kepada dokter untuk menjadi dokter spesialis dan subspesialis, harus diikuti dengan adanya beasiswa para calon dosen untuk menjadi magister ilmu biomedik. Bahkan doktor di bidang ilmu biomedik.
UU Pendidikan Kedokteran berisi tentang segala sesuatu bagaimana pendidikan kedokteran tersebut dilaksanakan. Sementara itu, UU praktik kedokteran hadir untuk mengatur bagaimana dokter dan dokter gigi melakukan praktik kedokterannya. Kita juga memaklumi bahwa dalam menyusun UU membutuhkan waktu yang panjang dan melibatkan semua stakeholder yang ada. Dengan begitu, setelah UU ini hadir, semua yang pernah dilibatkan juga harus berkomitmen untuk mengimplementasikan amanah UU tersebut dalam berbagai kebijakan yang akan dilaksanakan bersama. Sebenarnya Isu yang diangkat saat menyusun UU Dikdok 10 tahun yang lalu, lebih kurang sama dengan RUU Dikdok baru saat ini. Pada saat itu, isu yang diangkat adalah masalah kualitas dokter, distribusi dokter, biaya kedokteran yang mahal, pemerataan untuk semua orang mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi dokter; misal anak daerah bisa menjadi dokter dan spesialis dari institusi kedokteran ternama. Selain itu perlu adanya kuota, dukungan pemerintah daerah dan masyarakat. Jadi lebih kurang sama seperti isu yang diangkat saat ini ketika DPR berinisiatif kembali untuk menyusun UU Pendidikan Kedokteran yang baru.
Baca Juga: Mentransformasi Sistem Pendidikan NasionalWalau sebenarnya sebagian besar yang menjadi harapan saat itu juga sudah ada dalam UU Dikdok No 20 Tahun 2013. Bahkan secara lengkap hal-hal yang menjadi harapan saat ini sudah ada dalam UU Dikdok, termasuk kewajiban RS pendidikan memberikan insentif untuk peserta didik dokter layanan primer, spesialis, dan subspesialis. Kalaupun akhirnya kita mengubah UU yang ada saat ini; digabung atau tidak digabung menjadi satu UU, dan ternyata kita tidak melaksanakan amanah UU tersebut maka masalah 10 tahun yang akan datang, akan berulang seperti 10 tahun yang lalu. Selamat berdiskusi untuk masa depan pendidikan kedokteran dan pelayanan kesehatan Indonesia masa kini dan masa depan. Salam sehat. Oleh: Ari Fahrial Syam Guru Besar dan Dekan FKUI
Tinggalkan Balasan