KITA sedang merayakan Ramadan dan sebentar lagi Idul Fitri 2023. Masyarakat pasti sudah tidak sabar menyantap berbagai jenis makanan yang biasanya hadir hanya saat bulan suci ini, seperti ketupat, opor, dan lainnya. Para ibu pastinya sudah mulai bersiap-siap membeli bahan mentah untuk membuat makanan sepanjang Ramadan.

Tak heran jika permintaan akan bahan pangan menjadi melonjak naik dan menjadi alasan bagi para pedagang untuk mengambil keuntungan besar dengan menaikkan harga pangan. Itu disebabkan mau tidak mau, suka tidak suka, ibu-ibu pasti tetap butuh dan membelinya, bukan? Hal seperti itu kerap menjadi penyebab inflasi pangan saat bulan suci ini.

Ngomongin tentang inflasi tentu bukan perkara mudah. Sejak pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) resmi dicabut pada 30 Desember 2022, masyarakat mulai beraktivitas normal dan konsumsi pun meningkat. Akan tetapi, peningkatan permintaan ini tidak diimbangi dengan suplai memadai sehingga harga-harga pun meningkat.

Tren kenaikan harga atau inflasi terus terjadi hingga pada Juni 2022, tingkat inflasi Indonesia melebihi sasaran 3±1% yang ditetapkan pemerintah, yaitu men­capai sebesar 4,35%, dan kenaikan terus ber­lan­jut sepanjang 2022. Salah satu komponen inflasi yang menjadi perhatian pada tengah 2022 ialah inflasi kelompok pangan bergejolak (volatile food) yang pada Juli 2022 mencapai titik tertinggi sebesar 11,47%. Peningkatan tersebut utamanya bersumber dari komoditas hortikultura, seperti aneka cabai, bawang merah, dan telur ayam ras.

Risiko tekanan inflasi 2022 rupanya tidak hanya disebabkan konsumsi masyarakat yang membaik, tetapi juga adanya disrupsi rantai pasok global dan kondisi cuaca yang tidak stabil yang mengganggu produksi dan distribusi. Menghadapi kondisi tersebut, Bank Indonesia bersama pemerintah pusat dan daerah melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP & TPID) terus memperkuat pengen­dalian inflasi pangan. Hal tersebut diwujudkan melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai wilayah Indonesia.

Baca Juga: Menjawab Tantangan dari Dalam

Inisiatif GNPIP itu dilakukan dalam rangka menjaga keta­hanan pangan utamanya dari sisi suplai yang lebih inte­gratif, masif, dan berdampak nasio­nal dalam pengendalian inflasi pangan melalui kerangka 4K (keterjangkauan harga, keter­sediaan pasokan, kelan­caran dis­tribusi, dan komunikasi efektif).

Kegiatan ini memiliki tujuh program, yakni; pertama, Ope­rasi pasar dan ketersediaan pasokan dan stabilisasi harga (KPSH). Kedua, perluasan kerja sama antardaerah (KAD). Ke­tiga, optimalisasi distribusi pa­ngan strategis melalui sub­sidi ongkos angkut. Keempat, pe­nguatan ketahanan komo­ditas hortikultura melalui pem­bagian bibit. Kelima, bantuan alat dan mesin pertanian (alsitan) dan sarana produksi pertanian (saprotan). Keenam, penguatan infrastruktur tekno­logi informasi dan komunikasi (TIK), digitali­sasi, informasi pangan melalui urban farming, digital farming, neraca pangan daerah. Ketujuh, penguatan koordinasi dan komunikasi dengan stakeholders untuk menjaga ekspektasi inflasi.

Sebagai hasil dari sinergi TPIP-TPID dalam GNPIP, pada akhir 2022, inflasi indeks volatile food pada Desember 2022 menurun menjadi 5,61% dan pada Januari 2023 dapat terjaga di kisaran 5,71% serta ber­kontribusi terhadap laju inflasi IHK yang menurun ke 5,28% pada Januari 2023.

Risiko inflasi pada Ramadan

Pada periode Ramadan dan menyambut Idul Fitri 2023 pada April mendatang tentunya permintaan masyarakat akan meningkat yang berakibat pada harga komoditas pangan yang melonjak. Bank Indonesia bersama pemerintah terus mengantisipasi risiko terjadinya kenaikan harga atau inflasi dengan terus memastikan ketersediaan pasokan demi ketahanan pangan.

Tahun 2023 ini, Bank Indonesia bersama peme­rintah semakin memperkuat GNPIP dengan tema Sinergi dan inovasi untuk ketahanan pangan nasional. Setidaknya terdapat tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam upaya pengendalian inflasi. Pertama, peningkatan produktivitas, bukan hanya para petani, melainkan juga kemandirian pangan rumah tangga. Kedua, pengendalian stok untuk memenuhi kesenjangan pasokan antarwaktu dan antardaerah. Ketiga, peningkatan efektivitas jalur distribusi pangan dengan memperpendek rantai tata niaga dan mendorong pemasaran dari produk tersebut.

Pada kick-off GNPIP 2023, Gubernur Bank Indonesia menekankan pentingnya penguatan sinergi TPIP-TPID dalam GNPIP 2023 yang diharapkan dapat menjadi langkah bersama dalam mengendalikan tekanan inflasi pangan, mendorong produksi, dan mendukung ketahanan pangan nasional yang akan mendorong terjaganya daya beli, serta pemulihan ekonomi nasional yang berkelanjutan.

Dalam rangka menjaga tingkat harga pada periode Ramadan, Bank Indonesia berkomitmen untuk terus memberikan dukungan dalam menjaga terkendalinya inflasi volatile foods dan ekspektasi inflasi melalui pemantauan harga kebutuhan bahan pokok, mengoptimalkan pelaksanaan operasi pasar atau pasar murah untuk komoditas pangan strategis, memastikan kelancaran distribusi melalui perluasan kerja sama antardaerah (KAD), serta penguatan koordinasi dan komunikasi kebijakan pengendalian inflasi. Selain itu, pemerintah mengoptimalkan pemanfaatan APBD untuk pengendalian inflasi.

Kantor perwakilan Bank Indonesia (BI) di berbagai wilayah bersama dengan pemerintah dan Bulog telah mengadakan sejumlah operasi pasar (OP) dan pasar murah (PM) di berbagai kota. Pada operasi tersebut, sejumlah ton beras dan ko­moditas pokok lainnya dige­lontorkan untuk memberi­kan akses pada masyarakat ter­hadap bahan pangan yang murah dan berkualitas guna memenuhi kebutuhan. Bahkan, per 1 Maret 2023 Bulog telah menyalurkan cadangan beras pemerintah (CBP) melalui operasi pasar telah mencapai 385 ribu ton.

Bulog sebagai instansi yang bertugas dalam tata niaga pangan terus berupaya meng­optimalkan stok/cadangan pangan yang dikelola sebagai instrumen melalui intervensi pasar dalam stabilisasi paso­kan dan harga pangan. Tidak hanya itu, panen raya yang diprediksi akan berlangsung selama Maret-Mei 2023 akan mendongkrak jumlah stok beras sehingga akan terjaga dan harga akan tetap ter­kendali.

Dengan berbagai upaya yang dilakukan Bank Indonesia ber­sama pemerintah, harapan­nya masyarakat dapat mengakses kebutuhan pokok dengan harga yang terjangkau dalam memenuhi kebutuhan pada Ramadan dan Idul Fitri 2023. Selain harga yang terkendali, Bank Indonesia meyakini bahwa ke depan inflasi inti tetap berada dalam kisaran 3,0±1% pada semester I 2023 dan inflasi IHK kembali ke dalam sasaran 3,0±1% pada semester II 2023.Oleh: Agustiara Purba Asisten Analis Bank Indonesia (*)