DOBO, Siwalimanews – Keluarga besar rumpun adat fanan di Kecamatan Aru Tengah dan Aru Tengah Timur dengan tegas menolak beroperasinya PT Melchor Group di wilayah adat rumpun fanan dalam bentuk apapun.

Penolakan ini diambil dalam forum musyawarah adat rumpun fanan pekan kemarin di Desa Kwarbola Kecamatan Aru Tengah.

Tua adat rumpun fanan Jedid Tarpono kepada wartawan di Dobo, Selasa (29/8) mengatakan, penolakan tersebut disampaikan dalam musyawarah adat I rumpun fanan pada bulan Juni 2023, kemudian dilanjutkan kembali pada 11 Agustus yang membahas dua agenda utama, yakni pembahasan dan pembukuan hukum adat rumpun fanan serta pembahasan tapal batas desa-desa adat rumpun fanan, keluarga besar rumpun adat fanan di Kecamatan Aru Tengah dan Aru Tengah Timur.

“Hasil musyawarah adat yang dibacakan salah satu tokoh adat fanaan Mindu Kwaitota dengan tegas menolak PT Melchor Group melakukan aktivitas dalam bentuk apapun di wilayah hukum adat rumpun fanan,” ucap Tarpono.

Sikap tegas penolakan keluarga besar rumpun adat fanan ini kata Tarpono, dituangkan dalam empat pokok pikiran utama yakni, pertama, seluruh masyarakat rumpun adat fanan telah bersepakat untuk menjaga, melindungi dan melestarikan wilayah adat yang meliputi hutan dan laut dari investasi yang notabenenya akan merugikan masyarakat adat rumpun fanan.

Baca Juga: Sering Ingkari Janji, Dewan Pertanyakan Komitmen Nazaruddin

Sejalan dengan hal itu, maka keluarga besar rumpun adat fanan bersepakat untuk menolak aktivitas perusahaan ini dalam bentuk apapun di wilayah adat, demi keberlangsungan dan keseimbangan ekologis anak cucu generasi rumpun adat fanan di masa depan.

Kedua, sebagian besar dari hutan adat di Kabupaten Aru secara khusus di wilayah adat rumpun fanan yang tersebar di Kecamatan Aru Tengah dan Aru Tengah Timur, telah di kapling menjadi wilayah konsesi PT Melchor Group, sehingga bagi masyarakat rumpun adat fanan, ini merupakan sesuatu yang sangat tidak wajar dan perlu disikapi secara serius oleh rumpun adat di Aru.

Ketiga, sejak awal PT Melchor Group masuk di Aru dengan gagasan budidaya kepiting bakau, telah mendapat respon yang sangat positif dari masyarakat Aru, termasuk masyarakat di wilayah adat rumpun fanan, namun sayangnya hingga saat ini tidak terlihat adanya progress dari budidaya tersebut, sementara dalam perjalanan tiba-tiba pada 20 Juni 2022 perusahaan ini melalui dua anak perusahannya, yaitu PT Alam Subur Indonesia (ASI) dan PT Bumi Lestari Internasional (BLI) mengeluarkan permohonan rekomendasi dan perizinan berusaha hutan (PBPH) di Aru yang sebagian besar dari permohonan itu terfokus di petuananan rumpun adat fanan.

“Langkah perusahaan ini menurut masyarakat tidak pernah disosialisasikan secara menyeluruh kepada desa-desa di wilayah adat rumpun fanan yang petuanan atau hutannya telah di kapling oleh perusahaan ini, sehingga dengan ketidak jelasan progres budidaya kepiting bakau dan adanya upaya penguasaan wilayah hutan adat, maka masyarakat di rumpun adat fanan menyampaikan penolakan kepada perusahaan ini khususnya di seluruh petuanan adat rumpun fanan,” tegasnya.

Keempat, Burung Cenderawasih adalah satwa endemik yang masih hidup di Aru, khususnya di wilayah adat rumpun fanan, dengan istilah atau nama lain dari fanan itu sendiri adalah burung cenderawasih, yang mana dalam tradisi adat istiadatnya bersumber dari dan oleh sejarah burung cenderawasih di Aru.

Burung ini adalah simbolisasi dari Leluhur masyarakat adat rumpun fanan, sehingga seluruh hutan di wilayah adat rumpun fanan menjadi sangat penting untuk di jaga dan di lestarikan dari investasi yang akan merugikan demi keberlangsungan kehidupan burung cendrawasih tersebut.

“Penolakan perusahaan ini termuat dalam berita acara resmi musyawarah adat I rumpun adat fanan Aru yang ditanda tangani oleh Ketua Rumpun Adat Fana Tertius Kwarbola, para tetua adat rumpun fana, tokoh pemuda, tokoh masyarakat, tokoh perempuan dan seluruh kades di rumpun adat fanan,” jelasnya.(S-11)