AMBON, Siwalimanews – Pengadilan tindak pidana korupsi Ambon menggelar sidang perdana kasus dugaan tipikor pengadaan Command Center pada Dinas Kominfo dan Persandian Kota Ambon, Selasa (2/4).

Sidang dengan agenda pembacaan dakwaan JPU Kejari Ambon itu dipimpin majelis hakim yang diketuai Martha Maitimu didampingi dua hakim anggota lainnya.

JPU Benfrid Foeh, Inggrid Louhenapessy dan Novie Beatrix Temmar dalam dakwaannya yang dibacakan secara bergantian mengatakan, terdakwa Joy Reiner Adriaansz selaku Pengguna Anggaran pada Diskominfo dan Persandian Kota Ambon pada Tahun 2021 turut serta melakukan bersama-sama dengan saksi Hendra Pesiwarissa POKJA Pemilihan Kota Ambon, saksi Charly Tomasoa selaku (POKJA) dan saksi Yermia Padang Alias Yeri sebagai pelaksana dari CV. Randi Perkasa pekerjaan Pengadaan dan Pemasangan Perangkat dan Peralatan Command Center tahun Anggaran 2021.

Kata JPU, para terdakwa telah melakukan perbuatan secara melawan hukum dalam Penggunaan Anggaran Dinas Komunikasi Informasi dan Persandian Kota Ambon Tahun Anggaran 2021, yang bertentangan dengan UU sehingga memperkaya masing-masing terdakwa.

JPU menjelaskan, Dinas Kominfo dan Persandian Kota Ambon di Tahun Anggaran 2021 menerima anggaran yang bersumber dari APBD Kota Ambon sebesar Rp.14.029.115.954.

Baca Juga: Huwae Ngaku AH Meninggal Saat Dampingi Keluarga Asal Belanda

Realisasi belanja yang dilaksanakan yaitu sebesar Rp12.538.474.093, dari total pencairan anggaran Uang Persediaan (UP) dan Pembayaran Ganti Uang Persediaan tahun anggaran 2021 sebesar Rp700.500.000, tersebut dipergunakan sebesar Rp590.462.608.

Terdakwa Joy Reinier Adriaansz, dengan maksud untuk dapat mengelola sendiri sebagian anggaran Uang Persediaan (UP) dan Pembayaran Ganti Uang Persediaan tersebut, kemudian terdakwa memerintahkan Rendi Latuputty selaku bendahara pengeluaran untuk menyimpan anggaran masing-masing kegiatan tersebut di dalam Brankas pada ruangan kerja terdakwa.

Selain itu, terdapat beberapa kegiatan yang dananya langsung diserahkan oleh Rendi Latuputty kepada terdakwa antara lain,

Belanja jasa iklan/reklame, film dan pemotretan item kegiatan feature bulan Maret s/d Agustus 2021 yaitu sebesar Rp.45 juta. Kegiatan belanja jasa tenaga pelayanan umum (sewa zoom meeting) sebesar Rp18 juta.

Selanjutnya kegiatan belanja sirine launching sebesar Rp5 juta dan kegiatan belanja jasa iklan/reklame, film dan pemotretan video launching sebesar Rp7 juta setengah.

Terdakwa juga meminta anggaran kepada Rendi Latuputty dengan maksud untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut, sehingga Rendi Latuputty memberikan uang sebagaimana yang dimintakan oleh terdakwa. Padahal secara nyata kegiatan-kegiatan tersebut sama sekali tidak dilaksanakan oleh terdakwa.

Namun untuk mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dan untuk dilampirkan dalam pertanggungjawaban, terdakwa membuat kwitansi/nota palsu atas nama Media Visual Production seolah-olah kegiatan tersebut benar dilaksanakan padahal secara nyata Godlief W. Sopamena selaku Pemilik Media Visual Production tidak pernah melaksanakan kegiatan dan tidak pernah menerima pembayaran atas kegiatan-kegiatan tersebut.

Tak hanya itu, program perencanaan, penganggaran dan evaluasi kinerja perangkat daerah khususnya belanja bahan atau alat untuk kegiatan kantor-alat tulis kantor dan Penggunaan anggaran, administrasi umum perangkat daerah dengan total anggaran sebesar Rp20.949.864, atas permintaan terdakwa, selanjutnya Rendy Latuputty menyerahkan anggaran tersebut kepada terdakwa secara bertahap setiap kali pencairan, namun kegiatan tersebut tidak dilaksanakan dan untuk mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran tersebut.

Terdakwa memerintahkan Rendy Latuputty selaku bendahara pengeluaran dan Hendra De Fretes selaku Kasubag perencanaan, kepegawaian dan Umum untuk membuat kwitansi/nota pertanggungjawaban sehingga dengan sepengetahuan terdakwa, dibuatkan ota/kwitansi palsu atas nama Toko Indomedia.

Sementara itu untuk program kegiatan statistik sektoral di lingkup daerah kabupaten/kota khususnya belanja jasa tenaga pelayanan umum sebesar Rp4, 5 juta dan belanja perjalanan dinas paket meeting sebesar Rp31,5juta.

Anggaran tersebut diserahkan oleh Rendy Latuputty kepada terdakwa namun anggaran tersebut tidak dipergunakan seluruhnya sesuai peruntukan.

Selanjutnya atas perintah terdakwa Joy anggaran tersebut dipergunakan untuk pembayaran THR Natal tahun 2021 kepada pegawai ASN sebanyak 20 orang, masing-masing Rp1.juta kepada 26 orang pegawai kontrak masing-masing sebesar Rp500 ribu.

Tak sampai disitu, kegiatan program pemeliharaan barang milik daerah penunjang urusan pemerintah daerah kegiatan pemeliharaan peralatan dan mesin lainnya khususnya belanja jasa tenaga teknisi mekanik dan listrik sebesar Rp14.350,000, anggarannya diserahkan oleh Rendy Latuputty kepada terdakwa.

untuk mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran kegiatan tersebut, Terdakwa menyerahkan 2 lembar nota kosong kepada Rendi Latuputty dan memerintahkan Rendi Latuputty untuk membuat/mengisi nilai belanja dalam 2 (nota kosong tersebut sesuai nilai anggaran yang dicairkan dengan nilai masing-masing sebesar Rp7.175,000.

Kemudian Terdakwa memerintahkan Rendy Latuputty untuk dilampirkan sebagai bukti pertanggungjawaban.

“Bahwa untuk kegiatan yang anggarannya di mark-up yaitu dari program pengelolaan informasi dan komunikasi publik pemerintah daerah kabupaten/ khususnya kegiatan belanja alat atau bahan untuk kegiatan kantor-bahan cetak (baliho/spanduk) sebesar Rp354.545.225,- anggaran yang dicairkan oleh Rendy Latuputty adalah sebesar Rp349.223.864, dan atas perintah Terdakwa dibayarkan untuk kegiatannya oleh Rendi Latuputty hanya sebesar Rp.168.758.670.

Namun untuk mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran tersebut, rerdakwa Joy lagi-lagi memerintahkan Rendi menyiapkan kwitansi/nota kosong lalu diserahkan kepada Wilyam G. Pelupessy, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk dimintakan tanda tangan dan stempel dari Percetakan AF Printing dan Thursday Create.

Kemudian setelah nota/kwitansi kosong tersebut distempel dan ditandatangani, selanjutnya Wilyam menyerahkan kembali kepada Rendi Latuputty dan dibuatkan harga disesuaikan dengan harga dalam DIPA yaitu per-meter Rp.65.085,- dengan total pertanggungjawaban yang dibuat adalah senilai Rp349.223.864.

Padahal secara nyata pembayaran per-meter sesuai dengan harga pasar yaitu senilai Rp32.500. Dengan demikian terdapat sisa anggaran sebesar Rp180.465.194.

Yang selanjutnya sisa anggaran tersebut diserahkan oleh Rendy Latuputty kepada terdakwa secara bertahap setiap kali pencairan anggaran tersebut.

Selanjutnya kegiatan yang anggarannya di mark-up yaitu dari program pengelolaan informasi dan komunikasi publik pemerintah daerah kabupaten dan kota khususnya kegiatan belanja Jasa/iklan reklame, film dan pemotretan item pemasangan Baliho dengan total sebesar Rp38.450.000.

Anggarannya diserahkan oleh Rendy Latuputy kepada Ayub Renwarin selaku pihak yang yang melakukan pemasangan baliho/spanduk namun yang dibelanjakan hanya sebesar Rp35.550.000, sehingga terdapat selisih dana yang tidak dibelanjakan sebesar Rp2.850.000.

Selanjutnya program pengelolaan informasi dan komunikasi publik pemerintah daerah kabupaten dan kota khususnya kegiatan belanja jasa tenaga pelayanan umum dari item insentif tenaga operator sebesar Rp12 juta yang anggaran diserahkan oleh Rendy Latuputy kepada terdakwa, namun dari anggaran yang diterima oleh terdakwa tersebut, yang diserahkan kepada penerima hanya sebesar Rp4.250.000 sehingga terdapat selisih anggaran sebesar Rp.7.750,000 yang dikuasai dan dinikmati oleh terdakwa.

Bahwa total selisih anggaran Uang Persediaan (UP) dan Pembayaran Ganti Uang Persediaan yang kegiatannya tidak dilaksanakan namun dibuatkan pertanggungjawaban seolah-olah kegiatan tersebut dilaksanakan alias kegiatan fiktif.

Serta kegiatan yang dilaksanakan namun pertanggungjawabannya dibuat melebihi dari harga riil belanja atau mark-up yaitu pada kegiatan pembelanjaan ATK, service kendaraan, cetak Buku (hardcover), biaya uang harian perjalanan dinas, Feature, sewa zoom meeting, sirine launching, video launching, pemasangan baliho spanduk/baliho dan insentif tenaga operator dan jaringan yaitu sebesar Rp337.865.058,- yang dikuasai dan dinikmati oleh terdakwa.

Sementara terkait command center, terdakwa Joy mengadakan tender ulang pada 16 Agustus 2021 dengan menggugurkan PT. Orion Indonesia dan memenangkan CV Randy Perkasa.

Tender ulang tersebut CV. Randi Perkasa ditetapkan sebagai pemenang lelang dengan jumlah penawaran sebesar Rp1.229.695.500,-

Namun ternyata CV Randi perkasa ternyata dipinjam oleh Yeremia Padang sejak awal untuk melaksanakan pekerjaan Pengadaan dan Pemasangan Perangkat dan Peralatan Command Center.

Sampai dengan berakhirnya jangka waktu pelaksanaan Kontrak tanggal 4 November 2021, Yeremia Padang selaku pihak yang melaksanakan pekerjaan pengadaan dan Pemasangan Perangkat dan Peralatan Command Center belum menyelesaikan pekerjaan 100 persen.

Namun terdakwa selaku Pengguna Anggaran memerintahkan Sulian Mozes Lukito Sedubun selaku Pejabat pembuat Komitmen (PPK) untuk melakukan proses pembayaran 100% kepada CV. Randy Perkasa atau sebesar Rp1.226.284.400,-

Padahal ada beberapa item yang tidak dilaksanakannya pekerjaan Pengadaan dan Pemasangan Perangkat dan Peralatan Command Center sesuai dengan kontrak.

Maka total anggaran pekerjaan kegiatan Pengadaan dan Pemasangan Perangkat dan Peralatan Command Center yang secara nyata dibelanjakan oleh Yeremia Padang, ST adalah sebesar Rp807.200.000, sehingga terdapat selisih anggaran sebesar Rp419.084.400 dikurangkan dengan komitmen fee perusahaan 2.5 % sebesar Rp.21.700.000 yang diserahkan kepada Maria Madandan yang sudah dikembalikan/disetorkan pada tanggal 23 Oktober 2023.

“dengan demikian sisa anggaran yang dikuasai oleh Yeremia Padang, ST adalah sebesar Rp.397.384.400 yang tidak berhak diterima oleh Yeremia Padang,” tambah JPU.

Akibat perbuatan para terdakwa maka sebagaimana hasil auditor pada Kejaksaan Tinggi Maluku, dengan nilai kerugian Keuangan Negara sebesar Rp895.246.050.

Perbuatan para terdakwa sebagaimana diatur pasal Pasal 2 ayat (1) pasal 3 ayat 1,2 dan 3 jo pasal 18 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambahkan dengan Undang-Undang 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(S-26)