HUKUMAN yang dijatuhkan pengadilan kepada pelaku bertujuan untuk semaksimal mungkin mengembalikan keadaan korban tindak pidana sebelum terjadinya peristiwa pidana. Dalam sistem peradilan pidana sebaiknya diterapkan prinsip keadilan restoratif.

Selama ini pidana penjara dijadikan sebagai sanksi utama pada pelaku kejahatan yang terbukti bersalah di pengadilan. Padahal yang diperlukan masyarakat adalah keadaan yang semaksimal mungkin seperti sebelum terjadinya tindak pidana.

Hal ini dikarenakan korban bisa saja telah menderita kerugian materiil atau menderita psikis akibat kejahatan yang dilakukan oleh pelaku kejahatan. Apabila pelaku tidak mampu memberikan restitusi atau ganti kerugian kepada korban kejahatan, maka kewajiban bagi negara untuk membayar apa yang telah menjadi hak korban kejahatan, walaupun masih harus melalui penetapan hakim.

Menurut Tony F Marshal, Restotative Justice adalah sebuah proses dimana semua pihak yang berkepentingan dalam pelanggaran tertentu bertemu bersama untuk menyelesaikan secara bersama-sama untuk menyelesaikan secara bersama-sama begaimana menyelesaikan akibat dari pelanggaran tersebut demi kepentingan masa depan).

Dari defenisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa penyelesaian dalam suatu tindak pidana dengan mengunakan Restorative justice lebih mengutamakan terjadinya kesepakatan antara pihak yang berpekara, dengan kepentingan masa depan. Sedangkan menurut kriminolog Adrianus Meliala, model hukuman restoratif diperkenalkan karena sistem peradilan pidana dan pemidanaan yang sekarang berlaku menimbulkan masalah.

Baca Juga: Nasib Honorer PPPK

Saat ini, jajaran kejaksaan RI begitu getol menerapkan restorative justice. Tak terkecuali di jajaran Kejati Maluku.

Di Kejaksaan Negeri Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Senin (24/10),  mengeluarkan sprint pembebasan terhadap terdakwa kasus Tindak Pidana Lalu Lintas yang melanggar Pasal 310 Ayat (4) UU No. 22 Tahun 2009 Nomor: 06/Q.1.13/10/2022.

Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) bertempat di Kantor Kejari  Kabupaten Kepulauan Tanimbar dengan tersangka A.B.

Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Kepulauan Tanimbar Nomor : PRINT-359/Q.1.13/Eku.2/10/ 2022 tanggal 18 Oktober 2022.

Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Kepulauan Tanimbar Gunawan Sumarsono SH, MH. menjelaskan bahwa, Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif karena keluarga dari Korban P.E. telah memaafkan perbuatan A.B. yang sebelumnya Tersangka A.B. disangka telah melakukan Tindak Pidana Lalu Lintas yang melanggar Pasal 310 Ayat (4) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan ancaman Pidana Penjara paling lama 6 (enam) Tahun dan/atau Denda paling banyak Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). Namun ada beberapa poin juga yang menjadi dasar Kasus tersebut diselesaikan dengan Restoratif Justice.

Prinsip keadilan restoratif merupakan pemulihan hubungan baik antara pelaku kejahatan dengan korban kejahatan, sehingga hubungan antara pelaku kejahatan dengan korban kejahatan sudah tidak ada dendam lagi. Hal ini terlepas dari pelaku kejahatan sudah memberikan restitusi atau ganti kerugian kepada korban kejahatan, sehingga penderitaan korban kejahatan sangat merasa terbantu. (*)