POTRET pelayanan publik kita ditandai dengan bertele-tele (menunda pelayanan), mahal (pelayanan tidak tepat waktu) dan petugas yang tidak kompeten. Padahal pelayanan publik itu sendiri wajah nyata kehadiran pemerintah yang dapat dirasakan masyarakat secara langsung.

Tidak berhenti di situ, jika diurai sebenarnya banyak faktor penyumbang buruknya pelayanan yang diberikan pemerintah. Pertama, Sumber Daya Manusia yang rendah.

Rendahnya jumlah dan SDM petugas layanan berbanding lurus dengan kualitas layanan yang diberikan. SDM yang rendah itu berakibat kepada layanan yang akan diterima masyarakat. Misalnya jumlah SDM yang tersedia dengan jumlah penerima layanan yang tidak seimbang akan berdampak buruk. Belum lagi SDM yang tersedia tersebut sangat rendah, semisal pendidikan yang masih tidak memadai sehingga tidak sesuai dengan kebutuhan pelayanan.

Kedua, maraknya pungutan liar. pelayanan yang prima itu semestinya transparan. Namun apa jadinya jika budaya untuk apa dipermudah kalau bisa dipersulit. Masyarakat sebagai pengguna pelayanan publik harus diberi edukasi agar tidak lagi melakukan budaya uang terima kasih. Begitu juga dengan petugas agar tidak menerima imbalan dalam bentuk apapun. Adanya peluang lamanya jangka waktu penyelesaian layanan menjadi peluang bagi pengguna layanan untuk mengambil jalan pintas dengan memberikan suap kepada petugas. Dalam kondisi ini, terjadi simbiosis mutualisme, sehingga seolah tidak ada yang dirugikan dan dilanggar.  Akhirnya, budaya ini menyebar ke masyarakat, jika mau urusan cepat agar memberikan uang tip (sogokan) kepada petugas.

Ombudsman RI sebagai pengawas pelayanan publik sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik telah melakukan penilaian terhadap penyelenggaraan pemerintahan untuk tingkat kementerian/lembaga, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota se-Indonesia.

Baca Juga: Integritas dan Kapasitas Wakil Rakyat

Di Provinsi Maluku, tingkat kepatuhan penyelenggaraan pelayanan publik pada empat Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemprov Maluku sangat rendah.

Empat OPD tersebut masing-masing Dinas Sosial, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan RSUD Haulussy.

Ombudsman telah melakukan survei terhadap tingkat Kepatuhan Penyelenggaraan Pelayanan Publik baik terhadap Pemerintah Provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota.

Hasil penilaian kepatuhan penyelenggaraan pelayanan publik  di 2024 pemerintah provinsi, terdapat 4 OPD dengan nilai 54, 3 dari 61 atau masuk kategori C dengan opininya kualitas sedang.

Penilaian tersebut dilakukan terhadap empat dimensi. Pertama, dimensi input, dimana Ombudsman menemukan secara keseluruhan kompetensi pelaksanaan dari para SDM yang ada di OPD itu masih sangat rendah.

Rendahnya kompetensi SDM  terkait pelayanan publik dan mengetahui tentang tugas-tugas pemerintahan yang sangat rendah

Kedua, dimensi proses dimana hampir seluruh OPD telah tersedia website masing-masing, namun kurang dimaksimalkan dengan mempublikasikan informasi terkait standar pelayanan publik.

Ketiga, dimensi pengaduan terkait dengan mesin pengaduan dimana instansi penyelenggara belum secara maksimal melaksanakan kewajibannya dalam hal pengelolaan pengaduan.

Jadi pengelolaan pengaduan hampir seluruh OPD itu kurang maksimal, padahal itu orang-orang yang bertugas untuk melayani pengaduan itu harus memahami.

Diharapkan, masing-masing OPD dapat memperbaiki kualitas pelayanan publik kepada masyarakat agar kedepannya ada perbaikan dalam layanan publik.

Menurut Albrecht dan Zemke (1990) kualitas pelayanan publik merupakan hasil interaksi dari berbagai aspek, sistem pelayanan, sumber daya manusia penyedia layanan, strategi, dan pelanggan. Mesti kita akui sudah banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah pusat untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Tujuan akhir dari pelayanan tentu kepuasan pengguna layanan. Memang setiap instansi memiliki kotak Indeks Kepuasaan Masyarakat (IKM). Problema, apakah kotak IKM tersebut dikelola dengan baik, apakah ada petugas yang mengevaluasi IKM tersebut, atau justru kotak tersebut hanya pajangan untuk memenuhi unsur standar pelayanan? Tentu IKM sangat berguna membantu instansi untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Kritik dan saran dari masyarakat sebagai pengguna layanan yang paling mengetahui kebutuhan yang diharapkan. Berdasarkan IKM tersebut atasan penyelenggara pelayanan dapat memperbaiki pelayanan. (*)