AMBON, Siwalimanews – Tekad karyawan dan nakes telah bulat. Aksi mogok akan tetap dilakukan, jika seluruh hak mereka tak juga dibayarkan.

Aksi mogok ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap sikap pengelola Rumah Sakit Sumber Hidup, yang mengabaikan hak-hak pegawai dan tenaga kesehatan.

Untuk memuluskan aksi itu, seluruh pegawai dan tenaga kesehatan telah mengumpulkan tanda tangan persetujuan dan siap melaksanakan aksi mogok kerja.

Mereka sudah memberi batas waktu kepada pihak Yayasan Kesehatan dan juga menajemen Sumber Hidup, jika tidak membayarkan hak-hak mereka sampai dengan tanggal 20 September, aksi mogok itu terpaksa dilakukan.

“Seluruh tanda tangan sudah dikumpulkan, dan siap melakukan aksi mogok,” ujar sumber yang meminta namanya tak dikorankan kepada Siwalima, Kamis (16/9).

Baca Juga: 355 Guru Honor Aru Ikut Seleksi PPPK

Menurutnya, aksi mogok tetap dilakukan sesuai rencana semula. Karenaya, dia berharap pihak yayasan bertanggung jawab dan segera membayar seluruh hak-hak mereka.

Sementara itu pelaksana tugas Direktur Sumber Hidup, Elviana Pattiasina meminta kelonggaran waktu untuk membahas keresahan karyawan ini dengan yayasan yang juga dia pimpin.

Saat melakuan pertemuan bersama Dewan Pengurus Wilayah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Maluku untuk membahas seluruh hak nakes, Elviana meminta kelonggaran waktu untuk melakukan rapat bersama dengan pihak yayasan dalam dua hari, atau 2×24 jam.

Sumber Siwalima di RS Sumber Hidup, Rabu (15/9) siang mengatakan, PPNI Maluku telah melakukan pertemuan internal dengan Elviana pada Selasa (14/9) pukul 17.00 WIT di rumah sakit milik GPM itu.

“Jadi pihak PPNI telah menindaklanjuti keluhan kami dengan melakukan rapat bersama ibu direktur hari Selasa tanggal 14, selanjutnya dalam rapat itu ibu direktur minta waktu 2×24 jam untuk membahas seluruh persoalan dengan pihak yayasan. Pengurus DPW menyetujui permintaan ibu direktur,” ujar sumber itu.

Sumber itu menambahkan, nantinya jika direktur mengkir, maka PPNI akan menyurati kembali direktur menanyakan masalah itu.

“Setelah rapat dengan ibu direktur, selanjutnya malam hari rapat bersama bersama para nakes secara virtual dan disampaikan hasil pertemuan DPW dengan ibu direktur,” lanjutnya.

Masih kata sumber itu, pihak nakes berharap direktur segera menepati janjinya dan secepatnya membayar hak-hak mereka. Jika hal itu tidak dilaksanakan, aksi mogok tetap akan dilakukan pada 20 September. “Kita semua sudah siap dan tandatangan untuk aksi mogok juga sudah dilakukan,” yakinnya.

Mogok kerja bukan hal baru bagi karyawan dan nakes Sumber Hidup. Aksi serupa pernah mereka lakukan, Kamis (24/12) lalu, tepat-nya sehari jelang perayaan Natal.

Aksi itu bahkan melibatkan seluruh pegawai baik tenaga medis, maupun pegawai non medis. Mereka menuntut hak mereka berupa jasa medis selama satu tahun yang belum dibayarkan, serta kekurangan gaji 30 persen, sebab sejak Agustus 2019 yang diterima hanya sebesar 70 persen saja.

Selain itu, aksi protes itu dilakukan untuk meminta perhatian dari kepada Pimpinan Yayasan Kesehatan, dikerenakan mereka belum menerima THR, padahal tinggal menghitung jam umat Kristiani sudah memasuki perayaan Natal.

Aksi kedua dilakukan Senin, 28 Desember 2020, masih dengan tuntutan serupa. Koordinator aksi Carlos Manuhuttu saat ditemui Siwalima di Sumber Hidup Senin (28/12) mengaku, Direktur dr Heny Tipka berjanji akan membayar seluruh hak karyawan hari ini. Untuk itu semua karyawan masih menanti janji direktur.

“Direktur janjinya mau bayar 160 lebih karyawan RS Sumber Hidup yang terdiri dari tenaga medis dan non medis,” ucap Manuhuttu kala itu.

Sikap GAMKI dan GMKI

Dua organisasi kemasyarakatan pemuda kristen GAMKI dan GMKI, juga menaruh perhatian penuh terhadap persoalan yang dialami nakes dan karyawan Sumber Hidup.

Ketua GAMKI Maluku, Happy Leonard Lelepari mengatakan, keinginan para pegawai dan tenaga kesehatan RS Sumber Hidup untuk melakukan pengaduan terkait dengan belum dibayarkan hak-hak dinilai sebagai sebuah langkah yang tepat.

Dia juga menyesalkan sikap pimpinan Sinode GPM yang seperti mengabaikan persoalan aset milik GPM tersebut. “Ini milik gereja. Jika yayasan bermasalah, harus lapor ke pimpinan gereja. Jika semua langkah telah dilakukan kepada pimpinan gereja dan belum ada tindakan solutif, maka langkah dari pegawai dan tenaga kesehatan tersebut dapat dibenarkan,” ujar Lelepari kepada Siwalima, Senin (13/9).

Karenanya, Lelepari mendorong agar pihak manajemen Sumber Hidup segera menyelesaikan hak-hak tenaga kesehatan agar tidak menjadi panjang.

Terpisah, Ketua Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Cabang Ambon, Josias Tiven, mendukung langkah karyawan dan nakes yang bakal melaporkan manajemen Sumber Hidup kepada Disnakertrans Provinsi Maluku.

Menurut Tiven, apa yang dilakukan pegawai dan nakes merupakan langkah yang tepat, untuk dapat mencari solusi terhadap masalah yang dihadapi.

Kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Senin (13/9), Tiven mengungkapkan, GPM sebagai pemilik yayasan dan Sumber Hidup, harus serius melihat masalah ini,” ujarnya.

Dikatakan, Sumber Hidup merupakan rumah sakit dengan tata kelola serta manajemen keuangan yang baik, sehingga menjadi salah satu RS kebanggaan warga Kota Ambon.

“Namun tiga tahun terakhir Sumber Hidup mengalami kemunduran yang sangat signifikan. Kemunduran tersebut akibat dari pada pergantian pimpinan yayasan dengan harapan agar dapat mengatasi masalah, akan tetapi sampai saat ini belum bisa diselesaikan,” ujarnya.

Karenanya, tambah dia wajar saja bila ada dokter yang berhenti kerja serta tenaga medis dan karyawan yang protes dan mengeluh karena mereka telah menjalankan kewajiban mereka namun hak-hak mereka tidak dipenuhi.

Ia berharap pihak Sinode GPM harus mengambil langkah cepat untuk membenahi manajemen RS Sumber Hidup, bila perlu Ketua yayasan diganti dengan orang yang lebih profesional.

“Kalau bisa jangan lagi dari kalangan politisi. Sinode GPM harus secapat mengambil langkah tegas dan tepat dalam membenahi tata kelola serta manajemen keuangan Sumber Hidup. Karena ini juga menyangkut nama baik GPM di mata warga Kota Ambon,” tandas Tiven. (S-50/S-19)