AMBON, Siwalimanews – Ratusan sopir angkutan kota dalam provinsi (AKDP) jurusan Tulehu, Liang dan Suli, melakukan demo dan palang jalan di Dusun Waitatiri, Desa Suli, Selasa (9/6).

Mereka protes ka­rena para penumpang disuruh turun oleh pe­tugas pada pos pen­jagaan pintu masuk ke Kota Ambon untuk di­lakukan peme­rik­saan.

Penumpang yang tak memiliki surat kete­rangan kesehatan ti­dak dizinkan untuk melan­jutkan perjalanan.

Para penumpang yang disuruh balik, tidak mau membayar ongkos angkot. Hal ini yang membuat para sopir marah, karena merasa dirugikan.

Suasana semakin me­­manas, setelah war­ga Kecamatan Sala­­hatu juga turut memprotes  pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM). Pemkot Ambon memberlakukan PKM selama 14 hari, terhitung 8-21 Juni, berdasarkan Peraturan Walikota Ambon Nomor: 16 Tahun 2020, tentang pembatasan kegiatan orang, aktivitas usaha dan moda transportasi dalam penanga­nan Covid-19.

Mereka melarang warga dari Kota Ambon untuk memasuki wilayah Kecamatan Salahutu, yang adalah wilayah Kabupaten Maluku Tengah.

Arif Wally, petugas Dinas Perhu­bungan Kota Ambon yang bertugas di pintu masuk tersebut menjelas­kan, aksi pemblokiran jalan ber­awal dari petugas Dishub dan ke­polisian melakukan pemeriksaan terhadap pengguna jasa mobil AKDP dan sepeda motor soal kelengkapan surat-surat mereka seperti KTP dan surat ke­terangan kesehatan dari desa setempat.

“Terjadi pemblokiran jalan dika­renakan petugas di pos penjagaan minta KTP dan surat keterangan sehat, ada beberapa sopir yang ditahan tanpa ada surat-surat ter­sebut dan semuanya tidak dapat me­lanjutkan perjalanan dan penum­pang­nya disuruh turun,” jelasnya.

Saat itu kebanyakan penumpang tak memiliki surat keterangan ke­sehatan, sehingga mereka diminta untuk kembali.

Para penumpang kembali tidak membayar ongkos angkot,  sehingga para pengemudi merasa dirugikan. Karena itu, mereka memblokir jalan.

Sementara Kapolsek Salahutu, Iptu Djafar Lessy yang dikonfirmasi Siwalima, mengatakan, pasca aksi itu personil gabungan yang berada di pos perbatasan langsung meng­ambil langkah dengan memediasi masyarakat setempat.

Bahkan Sekot Ambon, AG Latu­heru juga turun ke lokasi untuk berdialog langsung dengan masya­rakat Salahutu.

“Tadi memang ada aksi itu, tapi pak sekot langsung turun ke lokasi untuk dengar keluhan warga, untuk informasi lebih lanjut mungkin langsung tanya ke pak sekot lang­sung saja,” ujar  Lessy.

Lanjut Lessy, situasi sudah aman dan arus lalu lintas kembali normal.

Sekot Ambon, AG Latuheru yang dikonfirmasi menjelaskan, aksi pemblokiran jalan itu dilakukan para sopir AKDP karena mereka menge­luh, warga yang akan masuk ke Ambon harus memiliki surat keterangan dari negeri dan desa sesuai Perwali Nomor 16 Tahun 2020.

“Itu keluhan mereka, tadi saya katakan buat mereka bahwa bagi tiga kecamatan di Pulau Ambon itu hanya gunakan surat keterangan dari desa dan surat keterangan sehat dari puskesmas. Namun mereka juga mengeluh katanya saat mereka minta surat keterangan dikenai pungutan,” ujar Latuheru.

Latuheru mengatakan, menyang­kut dengan surat keterangan yang diurus di Maluku Tengah, pihaknya tidak tahu, sebab Pemkot Ambon tak mempunyai kewenangan.

“Waktu mereka katakan demikian saya jawab surat keterangan yang di Maluku Tengah kami tidak tahu, dan kami tidak punya kewenangan, tetapi kami sudah koordinasikan dengan Sekda Malteng mungkin nantinya ada kebijakan yang diatur di Perda kalau saat covid seperti ini bisa diberikan gratis,” jelas Latu­heru.

Wakil Walikota Ambon, Syarif Hadler juga mengatakan, Pemkot Ambon hanya mengurusi jalur masuk ke kota Ambon, bukan jalur keluar.

“Itu harusnya berurusan dengan pemkab, sebab kami urus hanya me­reka yang masuk ke sini kalau masalah warga Malteng menolak warga kota Ambon bukan urusan pemkot,” ujarnya.

Ditanyai soal koordinasi dengan Pemkab Malteng untuk pemberla­kuan PKM sesuai Perwali Nomor 20 Tahun 2020, Hadler menegaskan, bukan tanggung jawab Pemkot Ambon, sebab pemberlakuan PKM telah disampaikan kepada Pemprov Maluku.

“Yang kami tahu kami telah meng­informasikan terkait PKM ini ke pemerintah provinsi,” tandasnya.

Pedagang Ngamuk

Hari kedua pemberlakuan PKM Selasa (9/6), juga belum efektif di Pasar Madika.

Para pedagang tak menghiraukan batas waktu pengoperasian pasar yang berlaku hingga pukul 16.00 WIT.

Petugas gabungan Satpol PP, TNI dan Polisi terpaksa turun untuk minta para pedagang menghentikan aktivitas mereka. Alhasil terjadi adu mulut. Para pedagang ngamuk,  dan menolak untuk menutup jualan mereka.

“Kita ini bajual dari pagi sampe su mau malam ini saja ada yang seng laku, lalu kalau katong tutup tempo ini katong mau jadi apa,” ujar Nur, pedagang sayur dan bumbu dapur, dengan dialeg Ambon  saat beradu mulut dengan petugas.

Nur meminta pemerintah kota jangan diskriminasi. Sebab banyak pasar kaget, dan swalayan yang buka sampai malam, bahkan 24 jam.

“Pokoknya saya tidak mau tutup saya jualan, saya tetap berjualan, silakan kalau mau bongkar jualan saya silakan,” tegasnya.

Pedagang lainnya Tuti juga ber­adu mulut dengan petugas, karena tak mau dagangannya ditutup. Ia menegaskan, dirinya akan menutup lapak miliknya apabila seluruh pe­dagang juga tutup.

“Saya kecewa dengan bapak-bapak petugas, kenapa masa ada yang tutup ada yang dibiarkan ber­jualan. Jika lapak saya tutup, maka harus semua ditutup juga sehingga kita sama-sama merasakan senasib sepenanggungan,” tegasnya.

Sementara pedagang lainnya bernama Aisa meminta Pemkot Ambon menghentikan sistem ganjil genap bagi pedagang. “Kami minta ganjil genap dihentikan, karena jelas kami rugi dan dagangan kami banyak yang hancur,” ujar Aisa.

Aisa mengatakan, pembeli itu mulai ramai pada pukul 16.00 sampai dengan 18.00 WIT. Sementara peme­rintah membatasi sampai dengan pukul 16.00 WIT.

“Banyak dagangan kami rusak, olehnya tetap kami tolak kebijakan agar aktivitas pedagang sampai jam empat sore,” kesalnya.

Rekannya Ona, mengaku, selama ini tidak ada sosialisasi dari peme­rintah terkait dengan PKM.

“Mereka datang sosialisasi ten­tang visi dan misi pemeritah kota, bukan soal PKM, jangan tipu kami rakyak kecil yang hanya pedagang. Kami ini juga sekolah,” teriaknya.

Ia menegaskan, jika PKM diber­lakukan, pemerintah kota harus memberikan bantuan kepada peda­gang, karena mereka juga terdampak Covid-19.

“Mana bantuan, kamong suru katong stop jualan jam empat sore, lalu kamong ada bantu katong juga kena dampak. Ambe KTP catat, bilang mau kasih bantuan sampe sakarang tar ada,” ujarnya.

Sementara Kepala Satpol PP Kota Ambon, Josias Loppies mengaku penerapan PKM di hari kedua masih ada pedagang yang belum menutup lapaknya, namun petugas masih memberikan teguran secara per­suasif.

“Aturan sudah ada, jadi bagi yang melanggar tetap kita berikan teguran sampai hari ketiga,” ujar Loppies.

Kalau aparat ingin mengambil tin­dakan sesuai dengan aturan bisa saja dilakukan namun pihaknya ma­sih memberikan teguran. “Kita ma­sih kasih kesempatan bagi peda­gang untuk menutup dagangan se­suai dengan waktu yang ditentukan, itu saja,” tandasnya. (S-45/Mg5/S-39)