AMBON, Siwalimanews – Jutaan umat Katolik di seluruh dunia merayakan Rabu Abu. Perayaan Rabu Abu menjadi tanda bagi umat Katolik memasuki awal masa Prapaskah termasuk di Maluku dan khususnya Kota Ambon.

Perayaan Rabu Abu ditandai dengan pemberian tanda salib di bagian dahi sebagai tanda pertobatan yang dipusatkan di Gereja Katedral Santo Fransiskus Xaverius, Ambon itu dipimpin oleh Uskup Diosis Amboina Mgr. Seno Inno Ngutra, Rabu (22/2) itu dihadiri oleh ratusan umat Katolik.

Uskup Seno mengatakan Rabu Abu merupakan awal umat Katolik  masa puasa dan pantang selama 40 hari. “Memasuki masa Prapaskah ini hendaknya kita sebagai manusia itu bertobat. Iman tanpa perbu­atan itu pun hampa. Percuma saja kita bertobat kalau tidak diikuti dengan perbuatan baik kepada sesama,” kata Uskup.

Ia menjelaskan selama ini manusia selalu fokus pada dosa, pada kelemahan dan kerapuhan, maka tentunya buku catatan tak mampu untuk memuatnya.

“Hari ini kita bertobat dan mengaku dosa, tetapi sejam, sehari seminggu, sebulan setelah itu pasti kita jatuh lagi dalam dosa dan kesalahan. Tetapi fokus kita pada Tuhan, maka kita mendapatkan kepastian, bahwa Allah tak pernah bosan mengampuni kita,” tegas Uskup.

Baca Juga: Maluku Rawan Banjir, Murad Diingatkan Peduli

Untuk itu dia meminta kepada seluruh umat untuk sungguh-sungguh bertobat dan bukan bertobat hanya di mulut kemu­dian jatuh lagi ke dalam dosa.

“Sebab menurutnya Allah juga tak pernah capai untuk membuka hatinya dan mengulurkan tanganya mengatakan, anakmu dosamu telah diampuni.

“Tuhan menciptakan manusia sebagai anak manusia bukan Malaikat sehingga Allah mengerti dan memahami bahwa sebagai manusia kita pasti jatuh kedalam dosa,” ucapnya.

Selai itu juga Tuhan tidak memperhitungkan berapa lama manusia tinggal di dalam lumpur dosa, dan Tuhan berharap manusia bertobat dan kembali ke jalan yang benar.

“Seberapa besar anda berdiri untuk menyatakan pertobatan dan mencoba untuk memperbaharuinya. Itu yang Tuhan inginkan,” tandasnya.

Lanjutnya dalam masa Prapaskah, masa penuh rahman , masa pendamaian diri antara manusua dengan Allah juga dengan sesama, tidak mungkin pertobatan datang secara otomatis.

“Pertobatan harus diteruskan dengan perubahan, hidup dengan perbuatan baik, dan harus berubah. Karena itulah kita mengakui perbuatan dan berto­bat,” tambahnya. (S-09)