MASOHI, Siwalimanews – LSM Pukat Seram menemukan ada ke­janggalan dalam reha­bilitas gedung Masohi Plaza menjadi pasar Binaya Masohi.

Proyek yang menelan anggaran Rp11,4 miliar ini diduga kuat berbau masalah, karena sebagian peker­jaan hingga kini belum tuntas.

“Proyek ini dimulai dengan kontrak no­mor: 20/SP/PSR-TK.BNY/XII/2020 tertanggal 22 Desember 2020 dengan masa pekerjaan selama 350 hari. Demikian halnya tertulis dalam papan yangg dipajang di lokasi proyek. Yang jadi soal, mengapa pemda dan DPRD membuat proyek re­habilitasi diakhir tahun 2020 disaat daerah dihantam pandemi yang butuh anggaran besar untuk pembenahan covid  dan keselamatan masyarakat, kok justru uang negara digelontorkan untuk merehab gedung,” ungkap Ketua LSM Pukat Seram Fahry Asyathry.

Asyathry menduga, proyek itu sudah diusulkan sejak tahun 2019 lalu untuk memuluskan dugaan niat “merampok” uang negara.

“Kuat dugaan mereka sudah usulkan paket ini sejak 2019 lalu. Kemudian diduga ada deal lalu ditaruh di akhir tahun yakni Desember 2020 lalu,” ujarnya.

Baca Juga: Jaksa Eksekusi Eks Raja & Bendahara Negeri Tulehu ke Rutan

Menariknya sambung Asyathry, selang 57 hari proyek tersebut tiba-tiba melakukan addendum atas sejumlah item pekerjaan namun nilai paket tetap dan tidak berubah.

“Sejak 22 Desember 2020 atau hanya selang 57 hari tepat tanggal 17 Februari 2021 tiba-tiba dilakukan CCO atau adendum kontrak 01 dengan Nomor: 20/ADD.01/PSR-BNY.TK/II/2021. Pertanyaannya, apa alasan mendasar atau apa pertimbangan teknis dibuatnya adendum kontrak?. Artinya kita menduga perencanaannya tidak akuntabel sehingga baru mulai kerja belum sampai 2 bulan sudah diadendum dari kontrak induk awal,” katanya.

Dalam penelusuran LSM Pukat Seram,  ditemukan fakta perusahan perencanaan adalah PT. Gumilang Sajati diduga kuat bukan perusahan lokal melainkan beralamat di Jawa Barat. Dimana diduga perusahannya dipakai oleh oknum pemain lokal yang kerap mengatur perencanaan.

“Diketahui bahwa pada dokumen adendum kontrak, tiba-tiba masa pekerjaan berubah dari tanggal 22 Desember 2020 ke 4 Januari 2021 dan berakhir di 20 Desember 2021, dan tertera masa pekerjaan selama 360 hari. Padahal faktanya dari tanggal 4 Januari- 20 Desember 2021 adalah 351 hari, bukan 360 hari,” katanya.

Bila proyek ini proyek tahun jamak dari 2020-2021, sedangkan faktanya proyek ini cuma rehabilitasi  memakan waktu hingga 351 hari, namun tertulis 360 hari?. Apa alasan teknis dan alasan mendasar hingga proyek ini dibuat dalam tahun jamak dan anehnya usulan ini disetujui DPRD.

Mengingat proyek tersebut adalah rehabilitasi, maka terdapat kejanggalan yang sangat serius dan perlu diungkap. Sebab terdapat beberapa paket atau item pekerjaan yang bernilai fantastis, pekerjaan pasang tehel lantai 1-3 dengan tangga total Rp. 2.749.366.014 yang harga satuannya hingga Rp. 372.657 per meter persegi dengan tehel 60×60, bukan granit. Pekerjaan plafon tebal 9 mili lt 1-3 total Rp. 1.286.785.856

dengan harga satuan per meter persegi Rp.194.177. Pekerjaan pemasangan ACP total dari lantai 1-4 dan tampak depan memakan anggaran Rp. 1.498.275.497 dengan harga satuan Rp.1.149.593.

selanjutnya, pekerjaan instalasi lantai 1-3 total untuk lantai 1 Rp.118.382.821, lantai 2 sebesar Rp. 124.038.892 dan lantai 3 Rp. 103.351.­809 dengan total Rp415.773.522 selanjutnya, pekerjaan pemasangan pintu harmonika

Berikutnya, lantai I  sebesar Rp172.935.000, pekerjaan pengeca­tan lantai 1-4 total Rp528.412.605, pekerjaan baja lantai 4 total Rp1.268.334.384. pekerjaan bongka­ran lantai I menelan anggaran Rp 81.774.504.

Kemudian bongkar dinding kios lantai I juga menguras anggaran Rp151.646.063, bongkar pintu rolong door lantai I sebesar Rp72.633.869, bongkar keramik lantai 2 Rp 71.522.857 hingga pem­bongkaran lainnya menguras se­tidaknya lebih dari Rp570 juta.

Selain itu, tambah dia, pada gambar awal itu terdapat eskalator di lantai I tetapi dirubah dengan tangga beton biasa, sedangkan lantai 4 yang tadinya dirancang dalam gambar ada bioskop 21 juga dihilangkan entah apa alasan teknisnya.

“Ini yang mencurigakan, sehing­ga perencanaan proyek ini perlu diusut sampai sedetail mungkin siapa yang mengaturnya, kemana pencairan uang proyek perenca­naannya apakah masuk di rekening perusahan atau ke orang pribadi dan kemungkinan lain,” tegas Asyathry. (S-17)