AMBON, Siwalimanews – Kasus pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak dibawah umur mengalami peningkatkan di Pengadilan Negeri (PN) Ambon. Menurut Humas PN Ambon, Lucky Rombot Kalalo, sejak Januari hingga Maret 2020, kasus pelecehan seksual meningkat 20 persen dari tahun sebelumnya.

“Kasus pelecehan seksual sepanjang bu­lan Januari hingga Maret 2020 mendomi­nasi di ban-dingkan kasus pengania­yaan dan pencurian. Padahal dalam tahun ini, baru tiga bulan berjalan,”jelas Lucky kepada Siwalima di PN Ambon, Jumat (6/3).

Menurut Lucky, pelaku kejahatan pelecehan seksual tidak memandang pakaian yang dikenakan korban. Sebab, baik perempuan yang ber­pakaian terbuka maupun tertutup, sama-sama berpotensi menjadi korban pelecehan seksual.

Ia mengatakan, potensi seseorang melakukan aksi pelecehan seksual terhadap korbannya, karena melihat pakaian sangat kecil.

Lucky mengatakan, pelaku pelece­han seksual terbanyak adalah orang terdekat korban. Selama ini, kasus pelecehan seksual yang pengadilan Negeri Ambon hanya beberapa persen pelaku mengaku tertarik, karena melihat pakaian korban. Selebihnya karena kedekatan emosional.

Baca Juga: Nasabah Ngadu, DPRD akan Panggil BNI dan OJK

“Kebanyakan pelaku berasal dari orang terdekat, bisa dari keluarga sendiri atau tetangga. Merekalah orang yang tak disangka, namun di lapangan banyak ditemukan seba­gai pelaku pelecehan seksual. Paling banyak pelaku itu orang yang paling dekat, bukan orang asing,” ujar Lucky.

Dalam aksinya, tambahnya, pe­laku melakukan pengamatan terlebih dahulu. Pengamatan itu bisa meli­puti pengamatan tempat yang dija­dikan lokasi perbuatan bejat, atau­pun pengamatan calon korbannya.

Selain itu, keadaan memungkin­kan seperti kondisi rumah yang sepi, pelaku tinggal mencari korban, membujuknya dengan iming-iming hingga melakukan pengancaman.

Kasus terakhir yang ditangani Pengadilan Negeri, katanya, yakni pelakunya adalah teman korban dan satu sekolah.

“Tidak banyak pelaku tergiur karena melihat pakaian korban. Tetapi kasus terbanyak yang kami tangani, pelaku merupakan orang dekat korban. Jadi kurang tepat kalau pelecehan seksual terbanyak karena pakaian korban,” ujarnya.

Lucky mengatakan, korban pelece­han seksual biasanya di bawah ancaman pelaku. Sehingga takut untuk melaporkan kejadian tersebut. Ada juga pelaku yang mengiming-imingi korban dengan uang. Agar bisa mulus melancarkan aksi bejat­nya. Rata-rata korban berada di ba­wah umur.

Pelaku sendiri, lanjutnya, biasa­nya melakukan pelecehan seksual secara spontan. Namun ada juga yang melakukan pendekatan dahulu kepada korban, tidak langsung melancarkan aksinya. Hal inilah yang banyak dilakukan oleh para pelaku pencabulan.

“Pelaku berpura-pura mendekati korban ataupun keluarga korban. Sehingga korban terpedaya, serta tidak menyadari jika menjadi korban pelecehan seksual,” katanya.

Dengan cara pendekatan, korban tidak menyadari ia menjadi incaran pelecehan seksual. Biasanya pelaku merayu korban dengan menuturkan bahwa itu tindakan kasih sayang. Sehingga tidak sadar menjadi korban. (Mg-2)