AMBON, Siwalimanews – Upaya banding yang diajukan mantan Walikota Ambon Richard Louhenapessy dalam kasus suap dan gratifikasi belum mem­buahkan hasil.

Dalam sidang banding di Pengadilan Tinggi Ambon pada 27 Maret, majelis hakim yang dike­tuai Marsudin Nainggolan, mene­rima permintaan banding dari Jaksa Penuntut Umum dan per­min­taan banding dari Penasihat Hukum Terdakwa I serta per­mintaan banding dari Terdakwa II.

Dimana dalam putusan terse­but majelis hakim menguatkan putusan pengadilan Tipikor Ambon, dengan tetap menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara terha­dap terdakwa Richard Louhena­pessy dan 2,6 tahun penjara ke­pada terdakwa Andrew Erin Hehanussa.

Hakim menyatakan terdakwa I. Richard Louhenapessy telah ter­bukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pi­dana korupsi suap dan gratifikasi secara berlanjut dan berbare­ngan

Selanjutnya, terdakwa II Andrew Erin Hehanussa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah turut serta melakukan korupsi suap dan gratifikasi secara berlanjut dan berbarengan sebagaimana dakwaan kumulatif kesatu alternatif pertama Dakwaan kumulatif kedua, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa I. Richard Louhenapessy selama 5 ta­hun dan terdakwa II Andrew Erin He­hanussa dengan pidana penjara selama 2 tahun dan 6 bulan.

Baca Juga: Polres MBD Selidiki Kasus Pendeta Tewas Gantung Diri

Tak hanya pidana badan, denda serta uang pengganti yang harus dibayarkan kedua terdakwa juga sama seperti putusan Pengadilan Tipikor Ambon.

Terdakwa RL dihukum memba­yar denda sejumlah Rp500.000. 000,00  subsidiair 1 (satu) tahun kurungan. Serta membayar uang pengganti kerugian keuangan negara sebesar Rp Rp.8.045.910. 000 dengan ketentuan, jika ter­dakwa I tidak membayar uang pengganti dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadi­lan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, jika tidak mencukupi dipidana penjara selama 2 tahun.

Sementara terdakwa  Andrew Erin Hehanusa diharuskan mem­ba­yar denda sejumlah Rp200.000. 000 subsidiair 3 bulan kurungan penjara.

Dijerat TPPU

Mantan Walikota Ambon, Richard Louhenapessy divonis ringan oleh majelis hakim Pengadilan Tipokor Ambon, Kamis (9/2).

RL sapaan akrab mantan wali­kota dua periode itu, divonis 5 tahun penjara, lebih ringan 3,6 tahun, dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi yang menuntutnya 8,6 tahun penjara.

Kendati begitu, RL belum boleh bernafas lega, karena dari rang­kaian penyelidikan, KPK menemu­kan sejumlah fakta yang meng­arah ke tindak pidana pencucian uang yang dilakukan mantan orang nomor satu di Kota Ambon itu.

Karenanya KPK langsung me­netapkan RL sebagai tersangka TPPU. “Untuk kasus TPPU yang ber­sangkutan sudah kita tetapkan sebagai tersangka,” ujar Ketua Tim JPU KPK, Taufiq Ibnugroho kepada wartawan di Pengadilan Negeri Ambon, Kamis (9/2).

Tersangka TPPU

Belum lolos dari jeratan kasus gra­tifikasi dan suap, mantan Wa­likota Ambon Richard Louhena­pessy yang baru divonis 5 tahun penjara, kembali tersandung kasus lain.

Dari sejumlah rangkaian penye­lidikan KPK menemukan sejumlah fakta yang mengarah ke tindak pi­dana pencucian uang yang dila­kukan mantan orang nomor satu di Kota Ambon itu.

Dalam kasus TPPU ini KPK kembali menetapkan RL sebagai tersangka.

“Untuk kasus TPPU yang ber­sangkutan (Richard Louhenape­ssy-red) sudah kita tetapkan sebagai tersangka,” ungkap Ketua Tim JPU KPK, Taufiq Ibnugroho.

Ditanya soal berapa nilai TPPU yang sementara diusut, Taufiq belum bisa menyebutkan lantaran masih dalam pengembangan. “Soal itu prosesnya masih terus dikembangkan,” tandasnya.

Untuk mengusut lebih jauh kasus ini, pihak KPK akan mela­ku­kan sejumlah pemeriksaan ter­masuk pemeriksaan saksi saksi.

“Proses sementara jalan terma­suk sejumlah pemeriksaan,” jelas Taufiq.

Sementara itu, juru bicara KPK, Ali Fikri yang coba dikonfirmasi, be­lum merespon panggilan telepon.

Dituntut 8,6 Tahun

Sebelumnya RL dituntut 8,6 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum KPK.

Tuntutan itu dibacakan dalam persidangan yang digelar di Peng­adilan Tipikor, pada Pengadilan Negeri Ambon, Selasa (17/1) ma­lam.

Selain hukuman badan, KPK juga menuntut RL membayar den­da sebesar Rp500 juta subsider 1 tahun penjara.

Mantan Ketua DPRD Maluku ini juga dituntut membayar uang pe­ngganti sebesar Rp8.045.000.000 de­ngan ketentuan jika tidak mam­pu membayar, maka diganti de­ngan pidana penjara selama 2 tahun.

Dalam persidangan yang dike­tuai majelis hakim Wilson Shiver itu, tim JPU KPK yang dipimpin Tau­fiq Ibnugroho menyatakan, per­buatan RL sapaan akrab Richard yang melakukan suap dan grati­fikasi dalam kasus Persetujuan Izin Prinsip Pembangunan Alfamidi tahun 2020 di Kota Ambon, terbukti lewat sejumlah bukti berupa keterangan saksi.

Selain itu, apa yang disampaikan RL tidak pernah dilaporkan ke KPK dalam kurun 30 hari kerja sejak diterima gratifikasi sebagaimana diatur dalam pasal 12C ayat (2) UU Nomor 31 Tahun1999 tentang Pem­berantasan Tindak Pidana Korupsi sebaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun1999 tentang Pemberan­tasan Tindak Pidana Korupsi.

Karena itu, lanjut KPK, seluruh pe­nerimaan uang tersebut meru­pakan gratifikasi yang diterima terdakwa yang tidak ada alas hak yang sah menurut hukum.

Selain RL, anak buahnya yakni Andre Erin Hehanusa juga tak luput dari tuntutan jaksa.

Orang kepercayaan RL yang turut terlibat menjadi jembatan aliran suap masuk ke RL ini dituntut 5 ta­hun penjara dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan penjara.

Sidang kemudian ditunda ma­jelis hakim pada Jumat (27/1) depan dengan agenda pembe­laan/pledoi terdakwa.

Terima Aliran Dana 

RL didakwa jaksa penuntut umum KPK menerima aliran dana mencapai Rp 11 miliar, dari apa­ratur sipil negara dan sejumlah pengusaha.

Sidang dengan agenda pemba­caan dakwaan oleh JPU KPK itu dipimpin hakim Nanang Zulkarnain Faisal dan digelar secara online, yang menghadirkan RL dari Ge­dung KPK di Jakarta.

Mantan Ketua DPRD Maluku itu didakwa atas dua kasus yaitu, penerbitan izin prinsip gerai Alfa­midi di wilayah Kota Ambon serta gratifikasi.

Selain mantan walikota dua periode Kota Ambon ini diadili, anak buahnya, Andre Erin Heha­nusa, dan Perwakilan Alfamidi Cabang Ambon, Amri.

Tim JPU KPK yang diketuai Tau­fiq Ibnugroho membeberkan aliran dana yang mengalir ke kantong mantan Ketua DPRD Maluku itu sebesar Rp11 miliar.

JPU mengungkapkan, terdakwa RL selaku Walikota Ambon pada tahun 2011 sampai bulan Maret 2022 melakukan dan turut serta me­la­kukan beberapa perbuatan yang harus dipandan sebagai per­buatan yang berdiri sendiri, sehingga merupakan beberapa kejahatan.

JPU menyebutkan, terdakwa mene­rima gratifikasi yaitu, selaku walikota secara langsung maupun tidak langsung telah menerima uang yang seluruhnya berjumlah Rp11. 259.960.000 yang berhubu­ngan dengan jabatan dan yang berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya.

Aliran dana dengan jumlah fan­tastis itu diketahui diterima dari be­berapa ASN pada Pemkot Ambon dan para rekanan atau kontraktor.

Pada tahun 2011 sampai Maret 2022 terdakwa menerima uang lang­sung berjumlah Rp8.222.250.000.

Dari ASN uang yang diterima Rp824.200.000 dengan rincian menerima dari Alfonsus Tetepta selaku Plt Direktur PDAM Kota Ambon sebesar Rp260.000.000, dari ke­pala Dinas PUPR Enrico Mati­taputy sebesar Rp150.000.000.

Berikutnya, dari mantan Kadis Pendidikan Fahmi Sllatalohy sebe­sar Rp240.000.000, Kepala Badan Pengeluaran dan Aset Daerah, Roberth Silooy Rp50.200.000, Kepala Bidang Lalu lintas Dinas Perhubungan Kota Ambon Izack Jusac Said Rp116.000.000 dan pa­da bulan Desember 2018 di ru­mah Dinas Walikota Ambon, terdakwa menerima uang dari Kepala Dinas Perhubungan kota Ambon, Robert Sapulette Rp8.000.000.

Sementara dari rekanan Richard diketahui menerima uang sebesar Rp.7.398.050.000 dengan rincian  menerima dari Pemilik PT Hoatyk, Victor Alexander Loupatty, sebesar Rp.342.500.000 yang diberikan secara bertahap.

Selanjutnya dari  Direktur Utama PT Azriel Perkasa Sugeng Siswanto sebesar Rp.55.000.000, kontraktor Benny Tanihattu USD 2.500 atau Rp.34.950.000, Direktur CV Waru Mujiono Andreas Rp.50.000.000.

Kemudian dari pemilik Toko Buku NN Sieto Nini Bachry Rp.50. 000.000, dari Tan Pabula Rp.85. 000.000, dan Direktur CV Glen Primanugrah Thomas Souissa Rp70.000.000.

Berikutnya, Direktur CV Angin Timur Anthoni Liando Rp740.000. 000, Komisaris PT Gebe Industri Nikel Maria Chandra Pical Rp250. 000.000, Kontraktor Yusac Harianto Lenggono Rp.50.000.000, Direktur Talenta Pratama Mandiri Petrus Fatlolon Rp100.000.000 dan pe­milik AFIF Mandiri Rakib Soamole sebesar Rp165.000.000.

RL juga menerima uang dari Apotek Agape Mardika Rp.20.000. 000, Direktur PT Karya Lease Abadi Fahri Anwar Solikhin sebesar Rp.4.900.000.000, Yanes Thenny Rp.50.000.000 dan Novry E Warella sebesar Rp.435.600.000.

Selain penerimaan langsung terdakwa juga menerima uang sebesar Rp3.037.000.000 melalui terdakwa Andrew Erin Hehanussa dengan rincian dari ASN sebesar Rp1.466. 250.000 dan rekanan sebesar Rp1. 216.250.000.

Terdakwa juga menerima dari Karen Dias Rp811.460.000, kemu­dian melalui Hervianto Rp75.000. 000 dan Imanuel Arnold Noya Rp150.000.000.

Selain gratifikasi, RL juga dijerat kasus penerimaan hadiah dari PT Midi Utama Indonesia terkait izin prinsip pembangunan sejumlah gerai di Kota Ambon. Dalam kasus ini, RL diketahui menerima uang fee sebesar Rp500.000.000.

JPU menjelaskan pada tahun 2019 PT Midi Utama Indonesia  ber­maksud untuk mengem­bang­kan usaha retail dengan memba­ngun gerai  atau toko alfamidi di kota Ambon, dimana dalam proses pembangunannya diperluka be­berapa perijinan diantarannya ijin prinsip dari terdakwa RL selaku Walikota Ambon.

Selanjutnya Solihin selaku kuasa direksi PT MUI atas masu­kan Agus Toto Ganefgian selaku GM license PT MUI menunjuk terdakwa Amri untuk melakukan pengurusan perijinan dengan alasan terdakwa Amri sudah ber­pengalaman.

Saat itu terdakwa mengajukan biaya untuk perngurusan ijin setiap titik atau lokasi sebesar Rp.125. 000.000 yang sumber dananya berasal dari PT MUI.

JPU menyebutkan, pada Juli 2019 terdakwa Amri dan License Manager PT MUI cabang Ambon Nandang Wibowo melakukan pertemuan dengan terdakwa RL dan Terdakwa Andrew Erin di Kantor Walikota Ambon, terkait pembukaan gerai toko yang kemudian di setujui RL yang meminta terdakwa Andrew untuk mempercepat proses penerbitan izin.

Selanjutnya terdakwa Andrew meminta terdakwa Amri dan Nan­dang Wibowo terkait kelancaran administrasi.

Berikutnya, pada tanggal 23 Juli 2019, PT MUI mengajukan permo­honan izin prinsip pendirian 27 gerai, dan pada hari yang sama juga RL menerbitkan surat perihal persetujuan prinsip pembangunan gerai Alfamidi, tanpa ada kajian dari dinas terkait.

Parahnya lagi pada bulan September, pihak PT MUI kembali me­nemui RL untuk maminta tamba­han gerai. Lagi-lagi RL  mener­bitkan persetujuan prinsip pemba­ngunan tanpa ada kajian dari dinas terkait.

Setelah izin prinsip terbit, ter­dakwa Amri memberikan uang secara bertahap berjumlah Rp500.000.000 kepada terdakwa RL melalui terdakwa Andrew Erin. (S-10)