AMBON, Siwalimanews – Sikap Balai Wilayah Sungai Maluku yang terkesan pasang badan dengan persoalan gagalnya proyek air bersih Dusun Mahia, Desa Urimessing, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon, dinilai sebagai sikap yang tidak patut dan harus bertanggung jawab.

Direktur Lumbung Infomasi Rakyat (LIRA) Maluku, Yan Sariwating menyayangkan sikap Balai Wilayah Sungai Maluku yang terkesan tidak bertanggung jawab atas proyek air bersih di Dusun Mahia yang tidak rasakan masyarakat alias mubasir.

Dia meminta, Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan Maluku untuk melakukan audit agar diketahui potensi kerugian negara sehingga harus diproses hukum.

Sariwating juga meminta pihak kontraktor untuk turun langsung ke lokasi untuk mendengarkan kelu­han masyarakat terkait dengan pekerjaan, agar tidak bersikukuh jika proyek tersebut berjalan dengan baik.

Dia menilai, persoalan air baku Mahia tidak dilakukan survei awal sebelum pekerjaan proyek dila­kukan oleh kontraktor pelaksana, bukannya langsung melakukan pengeboran air.

Baca Juga: Presiden Minta Polri Jaga Kepercayaan Masyarakat

“Ini karena perencanaan yang gagal dari BWS, mestinya BWS ini melakukan survei awal dulu de­ngan mengirim tim untuk meneliti potensi ketersediaan air baku jika pengeboran dilakukan, termasuk ketersediaan debit air untuk jangka waktu berapa lama,” ujar Sari­wating.

Menurut Sariwating, Balai Wila­yah Sungai Maluku harus berta­nggungjawab terhadap kerugian yang dirasakan masyarakat akibat anggaran sebesar Rp1,3 miliar yang digelontorkan bagi proyek, tetapi tidak dirasakan masyarakat bukan sebaliknya mengklaim de­ngan berbagai alasan yang dibuat-buat.

“BWS harus bertanggungjawab, jangan lempar tanggung jawab sana-sini dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh akal sehat,” tegas Sariwating.

Sebagai institusi Kementerian di daerah mestinya BWS harus memastikan setiap proyek yang dikerjakan dengan anggaran miliaran rupiah tepat sasaran dan dinikmati oleh masyarakat sehi­ngga anggaran yang dikeluarkan tidak mubasir seperti proyek air baku Mahia. Dijelaskan, jika kinerja Balai Wilayah Sungai Maluku seperti ini maka Kementerian Pe­kerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ataupun lainnya enggan untuk menggelontorkan anggaran bagi pembangunan infrastruktur di Maluku dan akibatnya masyarakat Maluku yang dirugikan.

“Ini kesalahan BWS, kalau begini saja maka Pemerintah Pusat ini berat hati untuk kasih anggaran ke kita karena selalu gagal,” cetusnya.

Kecam

Komisi III DPRD Maluku menge­cam Balai Wilayah Sungai Maluku atas proyek air baku di Dusun Mahia, Desa Urimessing, Keca­matan Sirimau, Kota Ambon.

Proyek air baku yang sejak dibangun tidak bisa dinikmati masyarakat dinilai sebagai proyek gagal, sehingga Komisi III DPRD Maluku mendesak, Kepala BWS Maluku, Marwa Ibnu Ramla agar memberi penjelasan gagalnya proyek tersebut.

Menurut Rovik, tujuan dari proyek air baku tersebut auntuk memu­dahkan masyarakat di dusun se­tempat memperoleh air bersih, bukan tersedia infrastruktur yang airnya tidak ada.

“Yang menjadi pertanyaan saya, yang dijelaskan BWS jika proyek itu telah tuntas 100 persen itu yang mana, Ini kan pembohongan. Masa infrastrukturnya tersedia, tapi sumber airnya tidak ada. Dan laporan akhirnya tuntas. Tuntas apanya?,” tegas Rovik.

Rovik pun meminta pertang­gungjawaban dan penjelasan dari BWS terkait air baku dan air bersih itu seperti apa, sehingga ada upaya untuk menyelesaikan masa­lah dimaksud

“Saya tegaskan lagi, selama belum ada penjelasan yang benar dari pihak BWS, maka bisa dipas­tikan, jika proyek ini memang benar-benar gagal,” tandas Rovik

Bantah

Terpisah, Balai Wilayah Sungai Maluku membantah proyek pem­ba­ngunan air baku Dusun Mahia Desa Urimessing Kecamatan Siri­mau sebagai proyek yang gagal.

Kepala Seksi Perencanaan, Balai Wilayah Sungai Maluku yang juga tim penyelesaian masalah air bersih Mahia, Harry Mustamu mengaku, empat sumber air yang sejak awal dibor tidak mendapat­kan air.

Dijelaskan, dirinya hanya men­jalankan tugas melakukan penge­boran air sesuai dengan standar artinya jika pengeboran tidak mendapatkan air baku maka akan menjadi air uji

“Memang tidak ada yang dapat, kita tidak tahu ada air dibawah atau tidak kita hanya bor kalau memang diminta 100 meter maka kita bor 100 meter kalau tidak ada maka akan jadi sumur uji,” tegas Harry.

Menurutnya, pihaknya tidak mengetahui apakah dilakukan survei sejak awal tetapi biasanya untuk air tanah tidak akan dila­kukan survei tetapi dilakukan su­mur uji dan jika telah mendapatkan air maka akan ditingkatkan dalam perencanaan.

“Kalau untuk air tanah tidak pernah survei, kita usul sumur uji baru kita dapat air baru ditingkatkan untuk kebutuhan, tapi Beta tidak tahu kenapa hasilnya begitu,” jelasnya.

Mustamu tidak menerima jika proyek air baku Mahia tersebut dikategorikan sebagai proyek yang gagal sebab pengeboran telah dilakukan walaupun tidak menda­patkan sumber air.

“Kalau gagal Beta tidak berani karena itu bukan kewenangan, tapi yang pasti Beta punya tugas bagaimana mengatasi masyara­kat mendapatkan air dulu karena air yang bor tidak dapat dan tidak layak dipakai,” ucap Mustamu

Mustamu enggan mengomentari lebih lanjut mengenai permasa­lahan ini namun Balai Wilayah Sungai Maluku sedang mengaju­kan usulan pengerjaan air per­mu­kaan ditahun 2023 mendatang.

“Jadi tolong anggota dewan juga mendukung apa yang kita lakukan agar tahun 2023 ini air permukaan jalan supaya bisa tambah sumber air bagi masyarakat,” tandasnya.

Sesuai Kontrak

Sedangkan Azis Tuny yang di­duga mengerjakan proyek tersebut mengatakan, proyek air baku Du­sun Mahia yang dikerjakan sudah sesuai kontrak, bahkan volume pekerjaan yang dilakukan melebihi kontrak.

Dimana kontrak yang ditetapkan sesuai perencanaan, hanya keda­laman 60-80 meter pemboran. Tetapi kerjakan hingga 250 meter, karena sampai mendapatkan sum­ber air.

“Pekerjaan di Mahia itu ada be­berapa item. Diantaranya pemba­ngunan foil, pembangunan kran umum 25 titik, kemudian jaringan pipa juga sudah selesai. Pipa yang ada disitu bukan hanya punya kita. Ada pipa PU juga. Punya kita se­muanya sudah terpasang, dan itu kualitasnya nomor 1. Kalau punya kita samuanya sudah terkoneksi, hingga bak penampung juga sudah dibangun,”jelasnya.

Dia mengakui, untuk kawasan tersebut, untuk air bawah tanah memang tidak layak untuk di­konsumsi. Dideteksi meng­gunakan geolistrik untuk menge­tahui adanya air. Kemudian dila­kukan pengeboran, baru diketahui, bahwa air itu tidak layak dikon­sumsi karena mengandung se­dimentasi lumpur/kapur. Bahkan ketebalannya bisa mencapai 15 meter.

“Kalau dipaksa, sementara sis­tem kerja pompa itu kan sedot. Maka bukan saja air yang naik, tapi juga kapur itu, dan itu akan me­rusak pompa dan pipa. Kecuali ambil dari sumber air lain. Itu salah satu penyebab air tidak dapat dinikmati warga. Jadi kalau dibilang pekerjaan belum selesai, itu keliru, samua kita kerjakan se­suai kontrak dan sudah sele­sai,” katanya.

Untuk itu, opsinya adalah, me­ngambil sumber air lain. Itu jika bicara solusi. Karena 4 titik yang dikerjakan, semuanya tidak layak dikonsumsi.

“Kalau masalahnya itu, maka jangan kita yang disalahkan, ka­rena kita kerja sesuai perencanaan sesuai usulan masyarakat. Jadi kalau dibilang amburadur, tidak,” ujarnya.

LPSE

Proyek Air Baku Mahia tercatat di wbesite lpse.pu.go.id dengan kode tender 60747064, dengan nama tender, pengeboran air tanah untuk air baku pada Dusun Mahia Desa Urimessing, Kecamatan Nusa­niwe, Ko­ta Ambon 1 titik.

Tender ini tercatat di LPSE pada tanggal 13 Januari 2020, dan diikuti oleh 57 perusahaan, namun tender itu dulang lagi dengan alasan tidak ada peserta yang lulus eva­luasi penawaran.

Proyek yang anggarannya ber­sumber dari APBN 2020 dengan nilai pagu paket Rp1.743.650.000, 00 dan nilai HPS paket Rp1.733. 872.075,37 itu menggunakan me­tode pengadaan, tender pasca kualifikasi satu file dengan  harga terendah dan sistim gugur.

Dari tender ulang yang dilakukan, sebanyak  57 perusahaan meng­ambil formulir, namun dari puluhan peserta hanya lima perusahaan yang mengembalikan formulir yakni,

  1. CV Shinita dengan harga pe­nawaran Rp1.369.793.337,73 dan harga terkoreksi Rp1.369.793.337, 73 serta harga reverse auction Rp1.369.793.337,73
  2. CV Arumbai dengan harga pe­nawaran Rp1.387.298.706,26, dan harga terkoreksi Rp1.387.298.706, 26 serta harga reverse auction Rp1.387.298.706,26
  3. CV Danion Inti Sejahtera de­ngan harga penawaran Rp1.421. 682.933,20 dan harga terkoreksi Rp. 1.421.682.933,20 dan harga re­verse auction Rp1.421.682.933,20
  4. CV Arjuna Pratama dengan harga penawaran Rp1.465.029. 567,91, sementara harga terko­reksi Rp. 1.465.029.567,91 dan har­ga reverse auction Rp1.465. 029.567,91

5.CV Insan Persada Timur de­ngan harga penawaran Rp1.472. 351.132,05 dan harga terkoreksi Rp 1.472.351.132,05 serta harga re­verse auction Rp1.472.351.132,05.

Tiga Perusahaan 

Dari 5 perusahaan yang me­ngembalikan berkas ini, berda­sarkan hasil evaluasi, hanya tiga perusahaan yang dinyatakan lolos yakni

1 CV. SHINITA NPWP 02.637. 146.8-941.000 dengan nilai pe­nawaran Rp1.369.793.337,73 dan penawaran terkoreksi Rp1.369. 790.100,00, serta reverse auction Rp1.369.793.337,73

Selanjutnya, CV. DANION INTI SEJAHTERA NPWP 90.294.384.4-941.000 dengan nilai penawaran Rp1.421.682.933,20 dan  reverse auction Rp1.421.682.933,20

3.CV. INSAN PERSADA TIMUR NPWP 02.098.154.4-941.000 de­ngan nilai penawaran Rp1.472. 351.132,05 serta penawaran terkoreksi Rp1.472.351.132,05 serta reverse auction Rp1.472. 351.132,05 (Personel manajerial yang ditawarkan kurang dari yang disyaratkan)

Dengan demikian maka CV Shinita yang beralamat di Jalan Dr Kayadoe RT02/06 Keluarahan Kudamati dengan NPWP 02.637. 146.8-941.000,  dinyatakan seba­gai pemenang tender Pengboran air atanah untuk air bauku Mahia Desa Urimessing, Kecamatan Nu­saniwe, Kota Ambon 1titik denga harga penawaran Rp1.369.793. 337,73 dan reverse auction Rp. 1.369.790.100,00. (S-20)