AMBON, Siwalimanews – Setelah hakim tunggal Rahmat Selang mengabulkan permohonan Ferry Tanaya selaku pemohon praperadilan untuk seluruhnya, maka pada Kamis (24/9) malam, Tanaya resmi keluar dari rumah tahanan Polda Maluku di kawasan Tantui, Ambon.

“Klien kami pak Ferry Tanaya sudah keluar dari penjara semalam pukul 20.00 WIT,” ungkap kuasa hukum Tanaya, Herman Koedoeboen.

Menurutnya, jika pihak kejaksaan akan kembali melakukan penyidikan pada kasus yang sama, maka itu kewenangan mereka.

“Itu kewenangan mereka. Silahkan saja, itu kewenangan mereka. Nanti kita lihat,” ucap Koedoeboen.

Tanaya sendiri telah dibebaskan dari statusnya sebagai tersangka kasus penjualan tanah negara untuk pembangunan PLTMG Namlea di Kabupaten Pulau Buru yang ditetapkan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku.

Baca Juga: Kejari Ambon Mulai Usut Kasus ADD Haruku

Dalam putusannya di PN Ambon, Kamis (24/9) yang dipimpin hakim tunggal Rahmat Selang, menolak permintaan termohon dari pihak Kejaksaan Tinggi Maluku. Sebaliknya, hakim mengabulkan permohonan pemohon praperadilan untuk seluruhnya.

Surat perintah penyidikan (sprindik) Kejati  bernomor Print-01/S.I/FD.1/04/2019 tertanggal 30 April 2019, yang dijadikan dasar untuk menetapkan Tanaya sebagai tersangka dinilai tidak sah dan tidak berdasar hukum. Begitu pula proses penyidikannya.

‘’Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian, dan menyatakan penetapan pemohon sebagai tersangka adalah tidak sah menurut hukum, dan oleh karena itu membebaskan pemohon dari status tersangkanya,” ujar Selang membacakan putusannya.

Hakim juga menetapkan, nama baik pemohon harus dikembalikan oleh termohon yang telah menetapkannya sebagai tersangka serta menahannya.

“Menghukum termohon untuk mengembalikan nama baik pemohon serta membebaskan pemohon dari rumah tahanan, sejak putusan ini di bacakan,” jelas hakim.

Menurut hakim, status pemohon sebagai tersangka oleh termohon adalah tidak sah, dikarenakan telah melanggar pasal 142 KUHAP juga melanggar pasal 109 KUHAP. Dimana, pasal 109 KUHAP sudah di putusan Makahmah Konstitusi (MK) nomor 21 yang memperluas kewajiban termohon untuk menyampaikan SPDP yang salah satunya kepada pemohon selaku terlapor dalam kasus tersebut.

Selang sependapat bahwa penetapan tersangka merupakan objek praperadilan. Selain itu, pada inti pertimbangan putusan, hakim sependapat bahwa penetapan Tanaya  sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembelian lahan pembangunan PLTG di Namlea belum disertai dua alat bukti.

Hakim menilai hal itu bertentangan dengan ketentuan pasal 1 angka 2 KUHAP juncto pasal 30 UU 16/2004 tentang Kejaksaan RI. Karena penetapan status tersangka oleh kejaksaan itu tidak disertai dengan bukti permulaan yang cukup. (Cr-1)