AMBON, Siwalimanews – Selain tersandung kasus korupsi dan gratifikasi, Komisi Pemberantasan Korupsi juga menjerat mantan penguasa Ambon 10 tahun itu dengan pasal pencucian uang.

Kepastian RL, sapaan akrabnya bakal dijerat dengan tindak pidana pencucian uang, diungkap langsung Ketua Tim JPU KPK, Taufiq Ibnu­groho kepada wartawan di Peng­adilan Negeri Ambon, Kamis (9/2).

Dalam proses penyidikan, KPK menemukan alat bukti baru yang tidak saja fokus pada dugaan suap dan gratifikasi, tetapi juga TPPU, sehingga langkah KPK ini meru­pakan langkah yang tepat dan perlu diapresiasi.

Demikian diungkapkan akademisi Hukum Unidar, Rauf Pellu saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Minggu (12/2).

Menurut Pellu, ditetapkannya mantan walikota dua periode se­bagai tersangka kasus TPPU, itu juga merupakan bagian dari upaya KPK untuk membongkar kejahatan penyalahgunaan keuangan daerah. Karena KPK dalam menjerat kepala-kepala daerah di Indonesia, tidak saja fokus pada dugaan suap maupun gratifikasi, tetapi juga TPPU.

Baca Juga: KNPI Minta Jaksa Serius Usut Penyalahgunaan TPP Buru

Menurutnya, KPK pasti memiliki bukti kuat adanya dugaan TPPU yang melibatkan RL, sehingga dia kembali ditetapkan sebagai ter­sangka TPPU.

“Tidak ada aturan yang melarang KPK untuk kembali menetapkan seseorang dalam kasus tindak pidana korupsi. Artinya hukum acara pidana memberikan ruang kepada penyidik untuk menetapkan tersangka jika alat bukti telah dikantongi,” ujar Pellu.

Tindak pidana korupsi dan TPPU kata Pellu, merupakan dua hal berbeda yang dapat dilakukan penyidikan KPK, karena sama-sama merugikan keuangan daerah atau negara, sehingga penetapan tersangka terhadap RL telah sesuai.

Dia meminta, masyarakat tidak perlu memperdebatkan terkait dengan langkah KPK yang kembali menetapkan RL sebagai tersangka, sebab KPK tidak mungkin meng­ambil langkah melampaui kewe­nangan yang diberikan oleh UU, karena itu berpotensi digugat dalam praperadilan.

“Benar Pak RL sudah berbuat banyak untuk memajukan Kota Ambon, tetapi yang namanya tindak pidana korupsi harus tetap diproses, sebab tidak ada alasan memaaf atau pembenaran dalam perkara ini,” tegasnya.

Pellu menambahkan, KPK akan bekerja secara profesional dalam mengusut dugaan TPPU, dan seba­gai masyarakat, dirinya memberikan dukungan penuh kepada KPK untuk dapat melakukan tugas sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh UU.

Sementara terkait putusan hakim 5 tahun penjara bagi RL, kata Pellu, hakim memiliki keyakinan penuh atas peran RL dalam kasus dugaan suap, sehingga pidana 5 tahun menurut hakim sudah tepat.

“Kalau berkaitan dengan vonis memang sudah dijatuhkan dan mengkin saja menurut pendapat hakim sudah sesuai dengan peran RL dalam melakukan tindak pidana. Dan kalau RL kembali ditetapkan sebagai tersangka TPPU pasti KPK telah mengantongi alat bukti,” tuturnya.

Sudah Tepat

Terpisah praktisi hukum Paris Laturake mengatakan, putusan yang dikeluarkan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Ambon telah sesuai dengan fakta dan bukti sehingga tidak perlu diperdebatkan.

“Vonis pasti sesuai dengan fakta persidangan dan merupakan kewe­nangan hakim untuk menjatuhkan putusan jadi kita tidak perlu mengomentari,” tegas Laturake.

Terkait dengan penetapan ter­sangka oleh KPK terhadap RL, Laturake menilai hal ini sah-sah saja sepanjang KPK memiliki alat bukti yang dapat dipertanggungjawabkan baik secara hukum maupun moral.

Pasal Berlapis

Sebelumnya, Koordinator ma­syarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman meminta KPK juga untuk mengenakan pasal berlapis bagi mantan Ketua DPRD Maluku itu, yang tidak saja suap dan gratifikasi tetapi juga TPPU.

“Saya sebenarnya berharap, KPK bisa lapis pasal dengan Tindak Pidana Pencucian Uang, karena atau diduga juga bukan saja uang-uang yang lain berdasarkan gratifikasi yang suap kasus ini, atau bisa saja uang-uang yang lain yang bukan saja berasal dari gaji yang sah,” ujar Boyamin kepada Siwalima melalui pesan suaranya di what­sapp, pada pertengahan Januari 2022 lalu.

Kata dia, KPK dalam mengem­bangan kasus yang berkaitan dengan kepala daerah, tidak saja fokus pada dugaan suap tetapi juga TPPU.

“Biasanya KPK mengembangkan itu kepada kepala daerah-kepala daerah yang menerima suap, itu dikenakan TPPU. Dan hampir semua kepala daerah dikenakan TPPU,” ujarnya.

Karena itu dia berharap, KPK bisa kenakan pasal berlapis dengan melakukan penyidikan baru atas dugaan TPPU yang diduga melibat­kan RL. Karena selain suap dan gratifikasi maka TPPU atas uang-uang lain yang diduga dimiliki RL.

“Maka saya berharap kemudian KPK bisa berlapis untuk menangani penyidikan baru terhadap dugaan TPPU atau mantan Walikota Ambon. selain dugfaan suap  dan gratifikasi maka dikenaikan TPPU atas uang-uang yang lain yang diduga dimiliki yang bersangkutan, tetapi tetap asas praduga tak bersalah dan tugas KPK lah yang mencari alat bukti,” katanya.

Dia menambahkan, KPK tidak pernah melepaskan kepala daerah menerima suap dan gratifikasi,  tetapi juga dugaan TPPU.

“Biasanya proyek dan promosi jabatan itu biasanya dicari oleh KPK dan mudah-mudahan KPK bisa menemukan itu,” harapnya.

Dijerat TPPU

RL divonis ringan oleh majelis hakim Pengadilan Tipokor Ambon, Kamis (9/2).  Vonis RL lebih ringan 3,6 tahun, dari tuntutan jaksa KPK yang menuntutnya 8,6 tahun penjara.

Kendati begitu, RL belum boleh bernafas lega, karena dari rangkaian penyelidikan, KPK menemukan sejumlah fakta yang mengarah ke tindak pidana pencucian uang yang dilakukan mantan orang nomor satu di Kota Ambon itu.

Karenanya KPK langsung me­netapkan RL sebagai tersangka TPPU. “Sudah kita tetapkan sebagai tersangka,” ujar Ketua Tim JPU KPK, di Pengadilan Negeri Ambon, Kamis (9/2).

Ditanya soal berapa nilai TPPU yang sementara diusut, Taufiq belum bisa menyebutkan lantaran masih dalam pengembangan. “Soal itu prosesnya masih terus dikem­bangkan,” tandasnya.

Untuk mengusut lebih jauh kasus ini, pihak KPK akan melakukan sejumlah pemeriksaan termasuk pemeriksaan saksi saksi. “Proses sementara jalan termasuk sejumlah pemeriksaan,” jelas Taufiq.

Fakta Persidangan

Dalam amar putusan majelis hakim yang diketuai Wilson Shiver, mantan Ketua DPRD Maluku itu dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersama melakukan tindak pidana berupa suap dan gratifikasi, sebagaimana diatur dalam pasal 12C ayat (2) UU Nomor 31 Tahun1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun1999 tentang Pem­be­rantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selain pidana badan, RL juga divonis membayar denda sebesar 500 juta rupiah, subside satu tahun penjara.

RL juga divonis membayar uang pengganti sebesar Rp.8.045.910.000 dengan ketentuan jika tidak mampu membayar diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun.

Hakim berpendapat hal yang memberatkan, RL tidak peka ter­hadap program pemerintah tentang pemberantasan korupsi, selain itu selaku Walikota, RL tidak memberi­kan contoh yang baik bagi masya­rakat serta telah menerima gratifikasi sebesar Rp.8.045.910.000 dan tidak melaporkan.

Sementara hal yang meringankan, RL tidak pernah dihukum sebelum­nya.

Selain RL, anak buahnya, Andre Erin Hehanusa juga divonis ber­salah. Orang kepercayaan RL ini divonis 2.6 tahun penjara, denda Rp.200 juta subsider 3 bulan penjara.

Atas putusan tersebut kedua terdakwa dan penasehat hukum maupun JPU KPK menyatakan pikir-pikir.

Vonis hakim ini lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan Jaksa KPK, yang menuntut RL dengan pidana 8,6 tahun penjara, denda Rp500 juta subsider 1 tahun penjara, serta membayar uang pengganti sebesar Rp8.045.000.000 dengan ketentuan jika tidak mampu membayar, maka diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun.

Dituntut 8,6 Tahun

Sebelumnya RL dituntut 8,6 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum KPK.

Tuntutan itu dibacakan dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor, pada Pengadilan Negeri Ambon, Selasa (17/1) malam.

Selain hukuman badan, KPK juga menuntut RL membayar denda sebesar Rp500 juta subsider 1 tahun penjara.

Mantan Ketua DPRD Maluku ini juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp8.045.000.000 dengan ketentuan jika tidak mampu membayar, maka diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun.

Dalam persidangan yang diketuai majelis hakim Wilson Shiver itu, tim JPU KPK yang dipimpin Taufiq Ibnugroho menyatakan, perbuatan RL sapaan akrab Richard yang melakukan suap dan gratifikasi dalam kasus Persetujuan Izin Prinsip Pembangunan Alfamidi tahun 2020 di Kota Ambon, terbukti lewat sejumlah bukti berupa keterangan saksi.

Selain itu, apa yang disampaikan RL tidak pernah dilaporkan ke KPK dalam kurun 30 hari kerja sejak diterima gratifikasi sebagaimana diatur dalam pasal 12C ayat (2) UU Nomor 31 Tahun1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun1999 tentang Pemberan­tasan Tindak Pidana Korupsi.

Karena itu, lanjut KPK, seluruh penerimaan uang tersebut meru­pakan gratifikasi yang diterima terdakwa yang tidak ada alas hak yang sah menurut hukum.

Selain RL, anak buahnya yakni Andre Erin Hehanusa juga tak luput dari tuntutan jaksa.

Orang kepercayaan RL yang turut terlibat menjadi jembatan aliran suap masuk ke RL ini dituntut 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan penjara.

Sidang kemudian ditunda majelis hakim pada Jumat (27/1) depan dengan agenda pembelaan/pledoi terdakwa.

Aliran Dana

Tim JPU KPK yang diketuai Taufiq Ibnugroho membeberkan aliran dana yang mengalir ke kantong mantan Ketua DPRD Maluku itu sebesar Rp11 miliar.

JPU mengungkapkan, terdakwa RL selaku Walikota Ambon pada tahun 2011 sampai bulan Maret 2022 melakukan dan turut serta mela­kukan beberapa perbuatan yang harus dipandan sebagai perbuatan yang berdiri sendiri, sehingga merupakan beberapa kejahatan.

JPU menyebutkan, terdakwa menerima gratifikasi yaitu, selaku walikota secara langsung maupun tidak langsung telah menerima uang yang seluruhnya berjumlah Rp11. 259.960.000 yang berhubungan dengan jabatan dan yang berla­wanan dengan kewajiban dan tugasnya.

Aliran dana dengan jumlah fantastis itu diketahui diterima dari beberapa ASN pada Pemkot Ambon dan para rekanan atau kontraktor.

Pada tahun 2011 sampai Maret 2022 terdakwa menerima uang langsung berjumlah Rp8.222.­250.000.

Dari ASN uang yang diterima Rp824.200.000 dengan rincian menerima dari Alfonsus Tetepta selaku Plt Direktur PDAM Kota Ambon sebesar Rp260.000.000, dari kepala Dinas PUPR Enrico Matita­puty sebesar Rp150.000.000.

Berikutnya, dari mantan Kadis Pendidikan Fahmi Sllatalohy sebesar Rp240.000.000, Kepala Badan Pengeluaran dan Aset Dae­rah, Roberth Silooy Rp50.200.000, Kepala Bidang Lalu lintas Dinas Perhubungan Kota Ambon Izack Jusac Said Rp116.000.000 dan pada bulan Desember 2018 di rumah Dinas Walikota Ambon, terdakwa menerima uang dari Kepala Dinas Perhubungan kota Ambon, Robert Sapulette Rp8.000.000.

Sementara dari rekanan Richard diketahui menerima uang sebesar Rp.7.398.050.000 dengan rincian  menerima dari Pemilik PT Hoatyk, Victor Alexander Loupatty, sebesar Rp.342.500.000 yang diberikan secara bertahap.

Selanjutnya dari  Direktur Utama PT Azriel Perkasa Sugeng Siswanto sebesar Rp.55.000.000, kontraktor Benny Tanihattu USD 2.500 atau Rp.34.950.000, Direktur CV Waru Mujiono Andreas Rp.50.000.000.

Kemudian dari pemilik Toko Buku NN Sieto Nini Bachry Rp.50.000.000, dari Tan Pabula Rp.85.000.000, dan Direktur CV Glen Primanugrah Thomas Souissa Rp70.000.000.

Berikutnya, Direktur CV Angin Timur Anthoni Liando Rp740.000. 000, Komisaris PT Gebe Industri Nikel Maria Chandra Pical Rp250. 000.000, Kontraktor Yusac Harianto Lenggono Rp.50.000.000, Direktur Talenta Pratama Mandiri Petrus Fatlolon Rp100.000.000 dan pemilik AFIF Mandiri Rakib Soamole sebesar Rp165.000.000.

RL juga menerima uang dari Apotek Agape Mardika Rp.20.000. 000, Direktur PT Karya Lease Abadi Fahri Anwar Solikhin sebesar Rp.4.900.000.000, Yanes Thenny Rp.50.000.000 dan Novry E Warella sebesar Rp.435.600.000.

Selain penerimaan langsung terdakwa juga menerima uang sebesar Rp3.037.000.000 melalui terdakwa Andrew Erin Hehanussa dengan rincian dari ASN sebesar Rp1.466. 250.000 dan rekanan sebesar Rp1. 216.250.000.

Terdakwa juga menerima dari Karen Dias Rp811.460.000, kemudian melalui Hervianto Rp75.000.000 dan Imanuel Arnold Noya Rp150.000. 000.

elain gratifikasi, RL juga dijerat kasus penerimaan hadiah dari PT Midi Utama Indonesia terkait izin prinsip pembangunan sejumlah gerai di Kota Ambon. Dalam kasus ini, RL diketahui menerima uang fee sebesar Rp500.000.000. (S-20)