AMBON, Siwalimanews – Majelis hakim Pengadilan Tipikor Ambon menjatuhkan hukuman berat bagi dua pejabat Badan Penanggu­langan Bencana Daerah Kabupaten Seram Bagian Barat.

Kedua terdakwa tersebut yaitu, Pejabat Pembuat Ko­mitmen, Herlin Mayaut deng­an pidana 7 tahun penjara, sedangkan bendahara dana gempa, Muid Tulapessy dihukum 6 tahun penjara.

Selain pidana badan, ma­jelis hakim Pengadilan Tipi­kor Ambon juga menjatuh­kan hukuman bagi kedua terdakwa untuk membayar denda. Mayaut yang juga kapasitas sebagai Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD SBB dihukum membayar denda sebesar Rp300 juta, subside 4 bulan kurungan dan mem­bayar uang pengganti se­besar Rp600 juta subsider dua tahun kurungan.

Putusan majelis hakim tersebut dibacakan dalam persidangan yang digelar secara terpisah di Pengadilan Tipikor pada PN Ambon, Jumat (15/9) dipimpin ketua majelis hakim, Rahmat Selang didampingi dua hakim lainnya.

Hakim menyatakan, perbuatan kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah mela­kukan tindak pidana korupsi sisa Dana Siap Pakai (DSP) untuk penanganan darurat bencana gempa bumi di wilayah Kabupaten SBB tahun 2019 sebesar Rp1 miliar.

Baca Juga: Jaksa Tuntut Eks Bendahara BLK Ambon 7,6 Tahun Bui

“Terdakwa Marlin Mayaut dan terdakwa Muid Tulapessy (berkas terpisah) terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberan­tasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP,” tegas hakim Rahmat.

Terhadap putusan itu, baik Jaksa Penuntut Umum (JPU) Raimond Chrisna Noya maupun penasehat hukum masing-masing kedua terdakwa menyatakan pikir-pikir. Ketua Majelis Hakim Rahmat Selang lalu memberikan batas waktu selama tujuh hari untuk menyatakan sikap, apakah menerima putusan ataukah ingin mengajukan upaya hukum banding.

Hukuman yang dijatuhi majelis hakim itu lebih ringan dari tuntutan JPU yang sebelumnya menuntut terdakwa, Marlin Mayaut dengan pidana 7,6 tahun penjara, denda Rp300 juta, subsider enam bulan kurungan dan membayar uang pengganti sebesar Rp600 juta subsider tiga tahun kurungan.

Sedangkan terdakwa Muid Tula­pessy dituntut 6,6 tahun penjara, denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan, dan dibebankan membayar uang pengganti sebesar Rp400 juta subsider 2 tahun ku­rungan.

Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari SBB, Darmono, menjelaskan, pada 26 September 2019 lalu, telah terjadi bencana gempa bumi di wilayah Kabupaten SBB. Kemudian dikeluarkan SK Bupati SBB tentang Penetapan Status Tanggap Darurat Bencana Gempa Bumi di Kabupaten SBB.

Dasar SK Bupati ini kemudian diusulkan untuk mendapatkan DSP, yang akhirnya Pemerintah Daerah Kabupaten SBB mendapatkan ban­tuan DSP sebesar Rp 37.285.000.000. Dengan rincian, Dana Operasional Darurat Rp 2 miliar, Dana Tunggu Hunian Rp 798.500.000, Dana Cash For Work Rp 334.500.000, dan Dana Stimulan Pembangunan Rumah sebesar Rp 34.177.507.013.

“Pengelolaan Dana Stimulan Pembangunan Rumah sebesar Rp 34.177.507.013 itu awalnya diper­untukan bagi 1.600 KK. Namun pada pelaksanaanya terdapat pengu­rangan yang disetujui untuk KK hanya sebanyak 1.317 KK. Sehingga terhadap sisa dana kurang lebih Rp 4.357.507.013 yang tersimpan di kas BPBD Kabupaten SBB,” jelasnya.

Kemudian dalam Surat Bupati SBB kepada kepala BNPB RI dalam rangka permohonan audit bantuan DSP tahun anggaran 2019 ter­tanggal 12 Mei 2022, dijelaskan bahwa Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Kabupaten SBB, Marlin Mayaut, dalam kapasi­tasnya selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) mengusulkan Dana Operasional ke BNPB sebesar Rp 2.486.561.500.

Fatalnya, belum ada jawaban resmi dari BNPB RI atas usulan dana tersebut, Marlin Mayaut sudah lebih dulu melakukan penarikan dana di rekening kas BPBD Kabupaten SBB senilai Rp 1 miliar secara berturut-turut dalam waktu yang sangat singkat selama Oktober 2021.

Dimana, dalam proses pencairan anggaran tersebut, Marlin Mayaut dibantu oleh Bendahara BPBD Kabupaten SBB, Muid Tulapessy selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu atau BPP (berkas perkara terpisah). Dangan rincian, Rp 600 juta pada 5 Oktober 2021, Rp 200 juta pada 8 Oktober 2021 dan Rp 200 juta pada 14 Oktober 2021.

Padahal, sisa DSP sebesar Rp 4.357.507.013 ini seharusnya dikembalikan ke kas negara oleh BPBD Kabupaten SBB berdasarkan ketentuan Peraturan BNPB No. 4 tahun 2020 Pasal 9 ayat (1). Namun faktanya tidak dikembalikan. Dan saat ini sisa DSP di rekening kas BPBD Kabupaten SBB telah berkurang menjadi Rp 3.357.507.013.

Setalah uang Rp1 miliar dicarikan, ternyata usulan PPK Marlin Mayaut itu ditolak dengan Surat Sekretaris Utama BNPB Nomor: S.140/BNPB/SU/RR.01/11/2021 Tanggal 07 November 2021 perihal Tanggapan Atas Permintaan Sisa DSP Tahun Anggaran 2019 Untuk Biaya Operasional di Kabupaten SBB.

“Substansi penolakannya karena bertentangan dengan Peraturan BNPB Nomor: 2 Tahun 2018 Tentang Penggunaan DSP dan Rincian Biaya yang disampaikan tidak sesuai dengan peruntukannya pada saat diusulkan,” ungkap Darmono.(S-26)