Polda Maluku tak Lakukan Kekerasan Terhadap Tokoh RMS
AMBON, Siwalimanews – Polda Maluku mengklaim tidak melakukan kekerasan berupa penganiayaan terhadap tokoh-tokoh RMS yang menyerahkan diri Sabtu (25/4). Hal itu disampaikan Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Roem Ohoirat kepada Siwalima Senin (27/4).
Menurut Ohoirat, Kapolda Maluku, Irjen Baharudin Djafar menjamin keamanan dan tidak ada pelanggaran asasi terhadap para tokoh RMS yang menyerahkan diri ke Polda Maluku.
“Kapolda menegaskan menjamin keamanan dan semua perlindungan terhadap tokoh RMS, bukan hanya yang menyerahkan diri, melainkan semua yang ditahan polisi,” jelas Roem.
Dikatakan, saat menyerahkan diri ke Polda Maluku, pihak penyidik meminta untuk dilakukan tes rapid, namun ditolak oleh tiga tokoh yang menyerahkan diri itu. “Mereka kita minta dites rapid, tetapi ditolak, lalu kita bikin surat pernyataan, karena ditakutkan kondisi seperti ini itu yang kami lakukan kepada mereka. Diluar itu, keamanan dan perlindungan kami jamin tidak ada pelanggaran HAM dan semacamnya,” kata Roem.
Menyikapi permintaan aktivis HAM untuk para simpatisan, dan tokoh RMS jangan dihukum dan harus dilepaskan, Roem menegaskan, Indonesia adalah negara hukum dan yang berhak menghukum atau menjatuhkan hukuman kepada setiap warga negara yang melakukan tindak pidana adalah pengadilan.
Baca Juga: Pengadilan Tolak Periksa Saksi di Ruang Sidang“Yang berhak menjatuhkan hukuman itu pengadilan dan bukan polisi,” tandas Roem.
Pemprov Surati Polda
Pemprov Maluku sudah melayangkan surat ke Polda Maluku guna permintaan pemeriksaan internal terhadap satu tersangka yakni Johanis Pattiasina. Lelaki 52 tahun yang tinggal di Kayu Tiga, Dusun Soya, Kecamatan Sirimau ini adalah ASN pada Kantor Perpustakaan dan Kearsipan Maluku. Sebelumnya ia bertugas di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Maluku. Jabatannya di FKM-RMS selaku Sekretaris Perwakilan Tanah Air.
“Kita sudah surati Polda Maluku, untuk BKD, Inspektorat dan Kesbangpol periksa internal terhadap yang bersangkutan,” tegas Sekda Maluku, Kasrul Selang kepada wartawan di kantor Gubernur Maluku, Senin (27/4).
Kasrul mengaku Pattiasina terancam diberhentikan dengan tidak hormat sebagai PNS. “Tentunya akan ada sanksi tegas berupa pemberhentian dengan tidak hormat sebagai PNS bagi yang bersangkutan,” tegas Kasrul.
RMS Terobos Polda
Tiga warga Kota Ambon yang mengaku petinggi Front Kedaulatan Maluku Republik Maluku Selatan (FKM-RMS) Sabtu (25/4) menerobos masuk ke Polda Maluku.
Mereka masuk sekitar pukul 15.45 WIT ke markas Polda Maluku yang berada di Jl. Rijali No. 1, Kelurahan Batu Meja, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon itu dengan membawa bendera RMS.
Ketiganya diketahui bernama Simon Viktor Taihittu (56). Pekerjaannya wiraswasta. Ia mengaku kepada penyidik adalah warga Batu Gajah, dan juga warga Tanggerang Selatan, Provinsi Banten. Dalam FKM-RMS, ia selaku juru bicara.
Selanjutnya Abner Litamahuputty alias Apet, beralamat di Kudamati, Lorong Rumah Tingkat. Lelaki 44 tahun ini tidak memiliki pekerjaan alias pengangguran. Tapi di FKM-RMS ia menjabat sebagai Wakil Ketua Perwakilan Tanah Air.
Kemudian Johanis Pattiasina. Lelaki 52 tahun yang tinggal di Kayu Tiga, Dusun Soya, Kecamatan Sirimau ini adalah ASN pada Kantor Perpustakaan dan Kearsipan Maluku. Sebelumnya ia bertugas di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Maluku. Jabatannya di FKM-RMS selaku Sekretaris Perwakilan Tanah Air.
Informasi yang dihimpun, sebelum menerobos Markas Polda Maluku, ketiga orang itu berjalan kaki dari arah jembatan Skip dengan membawa bendera RMS, sambil berteriak “Mena Muria”.
Sepanjang perjalanan, mereka membentang bendera RMS atau yang dikenal dengan istilah benang raja itu. Aksi mereka menjadi tontonan warga yang melewati jalur jalan depan Polda Maluku.
Saat tiba di depan pintu halaman, ketiganya langsung masuk, dengan tetap membentangkan bendera RMS, dan teriakan Mena Muria.
Petugas di penjagaan kaget kaget. Mereka langsung bergegas keluar. Salah satu diantara petugas mengarahkan laras senjata ke arah ketiga orang itu. Seorang berpakaian petugas preman, buru-buru menutup pintu pagar halaman polda.
Ketiganya langsung diamankan dan dibawa ke ruang Ditreskrimum. Dari tangan mereka, polisi menyita satu buah bendera RMS berukuran 1 meter lebih.
Pawai di Negeri Aboru
Warga Negeri Aboru, Kecamatan Pulau Haruku, Kabupaten Malteng, keluar memenuhi jalan-jalan dengan membawa bendera RMS pada Sabtu (25/4) pagi, yang diklaim sebagai HUT RMS.
Tak hanya dikibarkan di rumah-rumah, namun warga Aboru, baik orang tua, pemuda maupun anak-anak melakukan pawai keliling negeri itu sambil membawa bendera RMS, dan berteriak Mena Muria. Aksi mereka hanya disaksikan oleh personil TNI dan Polri. Bahkan, ada yang hanya mengambil video tanpa bertindak apa-apa.
Dalam video yang viral di facebook, warga sama sekali tidak mempedulikan aparat keamanan TNI dan Polri yang berjaga. Mereka justru dengan semangat meneriakan merdeka.
Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Roem Ohoirat yang dikonfirmasi menegaskan, pihaknya tetap melakukan proses hukum terhadap peristiwa Aboru.
Menurutnya, situasi dan kondisi di Aboru tidak memungkinkan untuk aparat langsung melakukan penangkapan dan pengamanan.
“Situasi saat itu tidak mungkinkan untuk langsung dilakukan pengamanan dan penangkapan. Banyak anak-anak sekolah yang terlibat. Tidak hanya orang tua dan pemuda di sana, tetapi ada melibatkan anak-anak juga. Nah, saat ini kita sementara koordinasi dengan raja untuk bagaimana proses penegakan hukum harus dilakukan. Saya tegaskan, persitiwa Abotu tetap diproses hukum,” tandas Ohoirat.
Ohoirat juga menegaskan, pihaknya sudah menangkap delapan orang yag dianggap melakukan aksi makar.
“Jadi kita tangkap pasca HUT itu delapan orang, dengan rincian, tiga orang di Ambon, dua orang di Desa Haruku, Kabupaten Malteng dan tiga orang lagi ditangkap di Pulau Ambon. Semua berjumlah delapan orang,” ungkapnya.
Terancam Pecat
Pemprov Maluku sudah mendapatkan informasi soal kerlibatan pegawai Perpustakaan dan Kearsi-pan Daerah, Johanis Pattiasina dalam FKM-RMS. Ia terancam sanksi pemecatan. “Benar yang bersangkutan merupakan ASN pemprov,” ujar Kepala BKD Maluku, Jasmono ketika dikonfirmasi Siwalima, melalui telepon selulernya, Sabtu (25/4).
Ia menjelaskan, ASN dilarang untuk melakukan perbuatan melawan hukum karena jelas diatur dalam UU nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan Peraturan Pemerintah Nomor: 11 tahun 2017 tentang manajemen PNS serta Peraturan Pemerintah Nomor : 53 tahun 2010 tentang disiplin PNS.
“Aturan sudah sangat jelas. Dan yang bersangkutan selain diproses hukum, juga dapat akan diberikan sanksi disiplin tingkat berat berupa diberhentikan dengan tidak hormat sebagai PNS,” tegas Jasmono. (S-32/S-39)
Tinggalkan Balasan