Polda Maluku Lembek Usut Korupsi
AMBON, Siwalimanews – Polda Maluku tahun ini terkesan lembek menangani kasus korupsi baik di tingkat polres maupun polda sendiri. Jangankan kasus baru, kasus-kasus lama pun sampai sekarang belum tuntas.
Dibawah kepemimpinan Kapolda, Irjen Baharudin Djafar, tidak ada satu pun kasus korupsi sampai ke pengadilan. Kecuali kasus penggelapan dana nasabah BNI karena menarik perhatian publik.
Kasus-kasus korupsi yang ditangani Ditkrimsus dan belum tuntas seperti ADD/DD Akoon Kecamatan Nusalaut Kabupaten Malteng, kasus pengadaan spead boat di Kabupaten MBD. Di Polresta Ambon dan Pulau-pulau Lease, termasuk paling banyak tangani kasus korupsi tapi tak satu pun tuntas.
Kasus-kasus itu yakni dugaan korupsi SPPD Fiktif Pemkot Ambon tahun 2011, korupsi pajak kendaraan dan lain sebagainya. Praktisi Hukum Fileo Pistos Noija mengatakan, Kapolda seharusnya memberikan arahan kepada penyidik. Penyidik harus ditekankan bekerja secara profesional, prosedural dan transparan.
“Kapolda harus memperhatikan penyidik. Dia harus memberikan instruksi untuk mereka segera menangani kasus,” ujarnya kepada Siwalima Rabu (26/8)..
Baca Juga: Personel Gegana Beri Himbauan Tentang Bahaya CovidMenurut Noija, dibawah kepemimpinan Kapolda Baharudin Djafar harus tetap fokus dan berani dalam mengungkap kasus apapun. “Apalagi kasus korupsi, harusnya segera ditangani. Kalau tidak, nanti dinilainya tak berprestasi bertugas di Maluku,” tandas Noija.
Noija tidak mengetahui alasan apa sehingga kasus-kasus korupsi itu belum tuntas penanganannya. Padahal sangat berhubungan dengan kepastian hukum seseorang. “Orang harus tahu persis dia ini pelaku kejahatan atau bukan. Kalau penuntasan kasus korupsi harus jalan, tidak boleh ada alasan,” katanya.
Sementara itu, Praktisi Hukum, Nelson Sianressy mengatakan kredibilitas penyidik Polda Maluku dipertanyakan, apabila proses penanganan sejumlah kasus korupsi tak kunjung selesai.
Sianressy meminta Kapolda Maluku rajin-rajin pengawasan di polres-polres, terutama Polresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, lantaran polres itu banyak menangani kasus korupsi.
“Biasanya kalau ada kasus kasus lama, sudah ada kerugian negara belum diproses,
ini yang dipertanyakan kredibilitas penyidiknya. Apakah penyidiknya ini sudah ‘masuk angin ataukah ada apa,” tegas Sianressy kepada Siwalima kemarin melalui telepon selulernya.
Ia menjelaskan, masuk angin yang dimaksudkan adalah penyidik sudah kena intervensi dari orang yang berkasus.
“Penyidik kan kadang-kadang juga masuk angin. Bisa saja, ada tekanan atau permainan orang yang terlibat langsung dengan kasus yang ditangani penyidik.
Untuk diketahui, kasus dugaan korupsi ADD dan DD Akoon, Kecamatan Nusalaut Kabupaten Malteng. tahun 2015-2017. Tahun 2015, DD yang bersumber dari APBN senilai Rp 267.905.708, tahun 2016 Rp 601. 130.006, dan 2017 Rp 965.935. 966.
Sementara itu, untuk ADD yang bersumber dari APBD tahun 2015 senilai Rp 86.777.573, tahun 2016 Rp 101.310.090, tahun 2017 Rp 499.741.966.
Dalam penggunaan dua anggaran ini, diduga terjadi penyelewengan pada sejumlah pekerjaan, dikarenakan semua dikendalikan oleh raja, sekretaris dan bendahara.
Dalam penggunaan pada item-item itu terjadi penyelewengan anggaran pada sejumlah proyek diantaranya, pengadaan bodi speed dan air bersih di Negeri Akoon.
Kasus lainnya, polisi belum berhasil mengusut tuntas kasus dugaan korupsi SPPD fiktif Pemkot. Padahal hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sudah dikantongi.
Kasus dugaan korupsi SPPD fiktif Pemkot Ambon diduga merugikan negara Rp 742 juta lebih, dinaikan ke tahap penyidikan, setelah tim penyidik Tipikor Satreskrim Polresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease melakukan gelar perkara di Kantor Ditreskrimsus Polda Maluku, di Mangga Dua Ambon, pada Jumat 8 Juni 2019 lalu.
Dalam gelar perkara tersebut, tim penyidik Tipikor Satreskrim memaparkan hasil penyelidikan dan berbagai bukti adanya dugaan korupsi dalam SPPD fiktif tahun 2011 di Pemkot Ambon.
Anggaran sebesar dua miliar dialokasikan untuk perjalanan dinas di lingkup Pemkot Ambon. Dalam pertanggungjawaban, anggaran tersebut habis dipakai. Namun, tim penyidik menemukan 100 tiket yang diduga fiktif senilai 742 juta lebih.
Dalam penyelidikan dan pe-nyidikan, sejumlah pejabat telah diperiksa, termasuk Walikota Ambon, Richard Louhenapessy dan Sekot AG Latuheru. Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) juga sudah dikirim penyidik ke Kejari Ambon sejak Agustus 2018 lalu. (Cr-1)
Tinggalkan Balasan