AMBON, Siwalimanews – Polisi tetap keukeuh untuk melakukan penyelidikan kasus tukar guling lahan milik Perpustakaan Pemrov Maluku.

Kendati pihak Yayasan Pendidikan Poitek meminta penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku untuk menghentikan kasus tukar guling lahan perpustakaan daerah Maluku, namun polisi tetap usut.

Direskrimsus Polda Maluku, Kombes Harold Wilson Huwae, memastikan pihaknya tetap mengusut kasus dugaan korupsi  kasus tukar guling lahan perpustakaan daerah.

“Proses tetap jalan,” ujar Huwae singkat menjawab Siwalima melalui pesan whatsapp, Rabu (19/10).

Huwae enggan berkomentar lebih jauh, dirinya hanya memastikan kasus ini tidak akan dihentikan tetapi tetap proses hukum. “Proses hukum tetap jalan,” katanya singkat.

Baca Juga: Kadis PRKP Aru Digarap BPK & Ditreskrimsus Polda Maluku

Untuk diketahui, kasus ini berawal dari rencana Yayasan Poitek yang berminat melakukan tukar guling lahan Pemprov yang terletak di Jalan AY Patty, dengan tiga kapling lahan mereka di Desa Rumah Tiga, Kecamatan Teluk Ambon.

Kedua pihak yang berkepenting­an lalu melakukan kesepakatan. Poitek akan memberi tiga SHM me­reka seluas 4.612 meter persegi. Se­lain itu, mereka juga akan membayar Rp9,4 miliar kepada Pemprov.

Informasi yang diperoleh Siwalima di Kantor Gubernur, Pemprov Maluku telah menerima bayaran dari Yayasan Poitek sebesar Rp1,4 miliar. Yayasan ini sendiri memiliki tiga sertifikat hak milik (SHM) seluas 4.612 meter persegi. Sedangkan Perpustakaan daerah memiliki lahan seluas 3.449 meter persegi.

Dengan demikian harga yang belum dibayarkan yayasan Poitek Rp8,4 miliar ke Pemprov.

Mirisnya, Poitek yang baru me­lunasi Rp1,4 miliar, bisa dengan mudah memperoleh sertifikat tanah milik yayasan Pemprov tersebut. Padahal semestinya setifikat tanah baru bisa diperoleh setelah pem­bayaran lahan dilunasi.

Sumber ini menduga, ada kong­kalikong dan kerjasama yang dila­kukan oleh oknum-oknum di Pem­prov kala itu dengan modus memba­ngun sekolah, padahal diduga ada rencana bisnis besar yang akan dibangun dilahan tersebut.

Sumber ini juga mengaku, Pem­prov Maluku menghitung pemba­yaran Rp9,4 miliar tersebut belum termasuk harga lahan, dan baru bangunannya saja.

Periksa Assagaff

Dipastikan hari ini, Kamis (20/10) tim penyidik Bareskrim Polri akan memeriksa mantan Gubernur Ma­luku, Said Assagaff.

Assagaff dianggap paling me­ngetahui terkait tukar guling lahan Perpustakaan daerah ini.

“Tanggal 20 diperiksa di Bares­krim,” jelas Huwae saat dikonfirmasi Siwalima,

Huwae memastikan jika pada panggilan ketiga ini, Assagaff juga tidak hadir dan tidak mengindahkan panggilan penyidik maka pihaknya akan melakukan upaya paksa.

Namun Huwae tidak menyebutkan panggilan paksa seperti apa.

Poitek Minta Stop

Sebelumnya, pihak Yayasan Pendidikan Poitek mengklaim tidak ada kerugian keuangan negara dalam kasus dugaan korupsi tukar guling lahan Perpustakaan Maluku dengan Yayasan Poitek.

Dalam laporan hasil pemeriksaan BPK tertanggal 25 Mei 2018 yang dikantongi Yayasan Pendidikan Poitek dari BPK  menyatakan, ada­nya indikasi kerugian daerah sebe­sar Rp1.147.886.000 dan potensi kerugian daerah dari kekurangan penilaian tanah berdasarkan NJOP sebesar Rp3.250.967.000.

Ketua I Yayasan Pendidikan Poitek, Rudy Mahulette mengata­kan, definisi kerugian keuangan negara berdasarkan pasal 1 angka 22 UU Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yaitu, kerugian negara/daerah adalah kekurangan uang, surat berharga dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.

“Sesuai pasal tersebut, kerugian keuangan negara harus dibuktikan dengan adanya kehilangan uang, surat berharga dan barang. Menjadi pertanyaan, apakah sertifikat tanah yang diserahkan kepada Yayasan Pendidikan Poitek termasuk dalam surat berharga,” ungkap Mahulette kepada wartawan di Ambon, Kamis (13/10).

Dijelaskan, sesuai KUH Dagang dalam buku 1 titel 6 dan 7 menyata­kan, macam-macam surat berharga antara lain, wesel, cek, kwitansi dan surat sanggup. Ada juga surat berharga di luar KUHD yakni bilyet giro (BG), kartu kredit, travel cheque, obligasi, surat saham, bilyet depo­sito, surat utang negara dan surat berharga lain yang sudah ditentukan nilainya sehingga syarat untuk dinyatakan sebagai surat berharga yaitu harus memiliki nilai uang.

“Sebagaimana defenisinya surat berharga yaitu dokumen yang memiliki nilai uang yang diakui dan dilindungi oleh hukum untuk ke­pentingan transaksi perdagangan, pembayaran, penagihan atau sejenis lainnya. Dalam buku sertifikat tidak mencantumkan nilai uang, dengan demikian buku sertifikat tidak termasuk surat berharga, tetapi bukti kepemilikan atas tanah dan bangu­nan yang nilai manfaatnya baru ada bila menyatu dengan objek yaitu tanah dan bangunannya,” jelasnya

Ditegaskan, sesuai ketentuan diatas maka sudah menjadi sangat terang benderang bahwa perjan­jian tukar menukar tanah dan ba­ngunan antara Pemerintah Provinsi Maluku, dengan Yayasan Pendi­dikan Poitek tidak ada kerugian negara/daerah didalamnya seba­gaimana LHP BPK.

Dikatakan, pihaknya memilih tanah milik Provinsi Maluku yang sekarang adalah Kantor Perpusta­kaan Daerah Maluku, karena tanah tersebut dahulu adalah milik sah dari Yayasan Pendidikan Poitek sesuai eigendom verponding No 363 dan No 364 yang juga terdaftar dalam daftar hak kantor BPN Kota Ambon.

“Karena situasi politik negara pada tahun 1966 maka tanah dan bangunan sekolah berstutus diba­wah pengawasan Pepelrada yang kemudian pada tanggal 21 Juli 1955 dialihkan ke Departemen P&K  dan pada tanggal 18 November 2009 diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Maluku yang sekarang dimanfaatkan sebagai kantor Perpustakaan Daerah Maluku,” ujarnya.

Seharusnya, lanjut dia, sesuai ketentuan UU Nomor 5 tahun 1960 telah memberikan prioritas kepada pihak yang menguasainya, dalam hal ini Yayasan Pendidikan Poitech,” ujarnya.

Menurutnya, pihak yayasan dapat meminta agar tanah tersebut dikembalikan tanpa melalui proses tukar guling, namun karena pertim­bangan bahwa perlu adanya lokasi pengganti untuk Kantor Perpus­takaan Daerah Maluku maka pihak yayasan telah menyediakan lahan berlokasi di Wailela.

“Dalam perjanjian, selain menen­tukan penyediaan lahan pengganti, yayasan juga berkewajiban untuk membayar ganti rugi sebesar Rp9.448.000.000 secara bertahap. Untuk itu  pada tanggal 29 November 2017, yayasan telah membayar ke rekening kas daerah sebesar Rp1.448.000.000, namun hingga saat ini yayasan belum memperoleh keuntungan dari perjanjian tukar guling tersebut karena lokasi dimaksud masih dimanfaatkan oleh Pemprov Maluku sebagai Perpusta­kaan Daerah,” terangnya.

Diperiksa

Hampir dua jam lebih tim penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku meme­riksa mantan Kepala Badan Pengelo­laan Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Maluku, Lutfi Rumbia.

Rumbia digarap sebagai saksi dalam kasus kasus dugaan korupsi tukar guling lahan Pemprov yang merugikan daerah dengan intens memeriksa saksi-saksi.

Pemeriksaan dipusatkan di ruang Subdit III Kantor Ditreskrimsus Polda Maluku, di kawasan Rijali, Rabu (12/10).

Rumbia yang saat ini menjabat Kadis Ketahanan Pangan Maluku mendatangi Markas Ditreskrimsus sekitar pukul 09.00 WIT.

“Tadi beliau sekitar pukul 09.00 WIT, datangnya menggunakan mobil pelat hitam dan selesai sekitar jam 11.30 WIT,”ungkap sumber di Ditreskrimsus.

Pemeriksaan Rumbia ini juga dibenarkan Kasubdit III Ditreskrim­sus Polda Maluku, Kompol Indra Sandi Purnomo Sakti melalui Kanit I AKP Rifal Adikusuma.

Hanya saja Rifal enggan berko­mentar lanjut mengenai pemeriksaan tersebut.

“Iya yang bersangkutan diperiksa tadi,”singkat Rifal.

Mangkir

Sebelumnya, Mantan Gubernur Maluku, Said Assagaf kembali tidak hadir dalam panggilan pemeriksaan yang dilayangkan penyidik Ditres­krimsus Polda Maluku.

Sesuai agenda Assagaff yang dalam panggilan pertama tak hadir, dipanggil kembali untuk diperiksa pada Selasa (11/10). Namun lagi- lagi dirinya tak hadir dalam panggilan kedua ini.

“Agendanya hari ini, tapi alasan­nya sakit tanpa ada keterangan atau riwayat penyakit dari dokter,”jelas Ditreskrimsus Polda Maluku Kom­bes Harold Wilson Huwae kepada wartawan di Ditreskrimasus Polda Maluku, Selasa (11/10) lalu.

Atas ketidakhadiran Mantan Gubernur Maluku ini, Penyidik akan kembali melakukan pemanggilan mengingat keterangan Assagaff  sebagai pengambil keputusaan kala itu sangat dibutuhkan.

Tak hanya Assagaff, mantan Kepala BPKAD Lutfi Rumbia juga tidak hadir dalam periksaan. Padahal sesuai agenda Lutfi juga harusnya diperiksa bersama Assagaff pada Selasa (11/10).

Informasi yang dihimpun Siwa­lima di Markas Ditreskrimsus Polda Maluku, Lutfy diketahui tidak hadir lantaran berada diluar kota. Dirinya baru akan diperiksa penyidik usai kembali dari luar kota nanti.

Kooperatif

Kendati begitu, sejumlah kalangan berharap mantan Gubernur Maluku, Said Assagaff bisa kooperatif me­menuhi panggilan polisi.

Pasalnya, keterangan Assagaff sebagai mantan Gubernur dinilai sangat membantu penyidik Ditres­krimsus dalam menuntaskan kasus dugaan korupsi tukar guling lahan Pemprov ini.

Praktisi hukum Alfaris Laturake juga meminta mantan Gubernur Maluku Said Assagaff untuk men­dukung proses hukum dengan memenuhi panggilan Ditreskrimsus Polda Maluku guna dilakukan pemeriksaan.

“Kami minta Pak Said ini untuk lebih kooperatif dan menghargai proses hukum yang dilakukan oleh Ditreskrimsus Polda Maluku, jadi harus datang saja,” tegas Laturake.

Kedatangan Assagaf dalam meme­nuhi panggilan Ditreskrimsus sangat penting bagi kepolisian guna menentukan langkah-langkah selanjutnya, artinya demi kepen­ti­ngan hukum polisi pasti membu­tuhkan begitu banyak bukti.

Kalau panggilan tersebut tidak diindahkan maka akan menghambat proses penegakan hukum yang ditangani oleh Ditreskrimsus Polda Maluku dan berkonsekuensi akan menghambat proses hukum dari kepolisian juga.

“Datang saja dan jelaskan kalau tidak bersalah pasti tidak ada ma­salah, dan polisi pasti kedepankan asas praduga tak bersalah dalam melakukan proses hukum,” ujarnya.

Laturake pun meminta Ditres­krimsus Polda Maluku agar dapat tegas dalam mengusut kasus du­gaan korupsi tukar guling lahan perpustakaan yang diduga meru­gikan daerah tersebut.

Terpisah, Praktisi hukum Rony Samloy mengatakan, Ditreskrimsus Polda Maluku harus terus menun­jukkan komitmennya dalam pem­berantasan korupsi termasuk dalam kasus dugaan korupsi tukar guling lahan perpustakaan Maluku.

Untuk mendukung upaya pene­gakan hukum yang dilakukan Ditreskrimsus, kata Samloy maka Said Assagaf harus bersikap koo­peratif dengan mengindahkan panggilan kepolisian dan tidak boleh lagi menghindar atas alasan apapun.

“Semua orang harus tunduk dihadapan hukum dan sebagian warga negara yang baik siapapun yang diduga terlibat dalam kasus ini harus kooperatif termasuk Said Assagaff,” tegas Samloy.

Kooperatif menunjukkan bukan saja sebagai mantan pejabat publik, tetapi sebagai seorang negarawan yang menghargai proses hukum dan menghargai kerja-kerja dari aparat penegak hukum.

Jika kondisi kesehatan menjadi alasan mangkir dari panggilan polisi, maka dapat ditolerir  tetapi polisi juga harus tetap mengacu pada SOP yang ada dan tetap konsisten mengambil keterangan dari mantan Gubernur Maluku Said Assagaff.

Ditreskrimsus Polda Maluku dalam pemeriksaan tetap mengede­pankan asas praduga tak bersalah, maka wajib hukumnya bagi Said Assagaff untuk bersikap kooperatif sebab semua orang memiliki kedu­dukan yang sama didepan hukum dan pemerintahan.

Serahkan SPDP

Setelah hampir empat tahun sejak 2018 lalu mandek ditangani Ditres­krimsus Polda Maluku, akhirnya kasus dugaan korupsi tukar guling lahan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Provinsi Maluku,  dengan lahan milik Yayasan Poitech Hong Tong diserahkan ke Kejati Maluku.

Kasus yang penangganannya sempat  terhambat akibat adanya kesalahan administratif yang mem­buat audit kerugian oleh BPKP Maluku masih tertunda, kini ka­susnya kembali dibergulir setelah surat pemberitahuan dimulainya penyidikan sudah masuk jaksa.

“Untuk kasus ini, SPDPnya sudah masuk 12 September kemarin, selanjutnya menjadi kewajiban penegak hukum yang menangani kasus tersebut untuk melakukan penyidikan lebih lanjut,” ungkap Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Wahyudi Kareba kepada wartawan di Ambon, Senin (19/9) lalu. (S-05)