AMBON, Siwalimanews – Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Masohi melakukan demonstrasi di Kantor Bupati Maluku Tengah, Senin (16/8) mengkritisi sikap Pemkab Malteng atas berbagai masalah yang selama ini dinilai masyarakat, masih belum dapat diselesaikan.
Salah satu hal yang menjadi sorotan PMII yakni buruknya pelayanan di RSUD Masohi di tengah pandemi Covid-19 terutama krisis oksigen di rumah sakit tersebut yang mengakibatkan banyak nyawa tidak dapat tertolong.
“Segudang masalah yang telah kami evaluasi selama ini masih belum bisa diselesaikan selama 10 tahun terakhir ini. Kaderisasi pemerintahan yang memperburuk sistem birokrasi pemkab, hingga masalah pelayanan kesehatan di masa pandemi saat ini tidak mampu diatasi. Bahkan RSUD Masohi saat ini krisis oksigen. Akibatnya pelayanan tidak maksimal, bahkan sampai nyawa rakyat melayang,” teriak Ahmad Tehuayo dalam orasinya.
Aksi yang bermula dari jalan Abdulah Soulissa Masohi itu hingga Kantor DPRD Malteng pada pukul 11.00 hingga 14.00 WIT itu, juga menyebutkan pelayanan RSUD Masohi paling bobrok di Indonesia. Pasalnya oksigen sebagai salah satu sarana kesehatan yang vital tidak dapat disiapkan dengan baik.
“Tak hanya birokrasi Malteng yang mempertontonkan rangkap jabatan, namun juga pelayanan kesehatan yang tidak baik dan bobrok se-Indonesia. Saat ini rumah sakit krisis oksigen akibatnya pelayanan kesehatan tidak berjalan baik. Ironisnya pemda malah tenang-tenang saja, padahal kita sedang menghadapi pandemi yang ganas,” ucapnya.
Aksi itu sempat berlangsung tegang antara massa dan aparat kepolisian dari Polres Malteng yang mengawal aksi demo itu, bahkan aksi saling dorong pun tak terhindar. Hal ini dikarenakan, massa mendesak Bupati Tuasikal Abua ataupun Sekda Rakib Sahubawa menemui mereka, namun massa hanya ditemui Asisten II Bahrum Kalauw yang ditolak massa.
Usai berorasi di depan Kantor Bupati Malteng, puluhan mahasiswa itu kemudian melanjutkan aksi yang sama di Gedung DPRD Malteng. Setelah berorasi secara bergantian sekitar 20 menit, para demonstran itu kemudian ditemui Wakil Ketua DPRD Herry Haurissa didampingi Ketua Komisi IV Jailani Tomagola, Ketua Komisi II Sukri Wailissa dan Sekretaris Fraksi Gerindra Weliyoop Putuhena.
Haurissa didepan para demonstran menjelaskan, DPRD memiliki semangat yang sama dengan mahasiswa untuk menata dan membenahi Malteng. Namun demikian Haurissa minta mahasiswa untuk juga menghargai tugas dan fungsi DPRD.
“Kawan-kawan adalah kelompok masyarakat yang cerdas. Tentu kami hargai aksi ini. Saya kira semangat kita sama. Kita pun juga sering berteriak di lembaga ini untuk perjuangkan harapan masyarakat. Olehnya kami berharap kawan-kawan juga menghargai lembaga ini, dengan menyampaikan aspirasi secara baik. Kami pastikan akan mengawalnya sesuai tugas dan fungsi kami,” jelas Haurissa.
Haurissa juga mempersilahkan para demonstran untuk menyampaikan aspirasi mereka di dalam ruangan yang telah disiapkan, namun puluhan mahasiswa ini tetap bersikeras menolaknya dan meminta pimpinan DPRD menghadirkan sekda dan bupati untuk bertemu mereka bersama para wakil rakyat saat itu.
“Kami telah bersepekat dan berkomitmen untuk tidak menyampaikan tuntutan kami dalam ruangan. Kami minta lembaga ini menghadirkan bupati dan sekda sekarang juga. Kalau tidak kami tetap akan kembali melakukan aksi dengan massa yang lebih banyak,” ancam Juslan Loulatu dalam orasinya.
Setalah berorasi beberapa menit dan tidak ada kejelasan kehadiran bupati maupun sekda, para demonstran kemudian membacakan pernyataan sikap mereka dan membubarkan diri.
Namun sebelum meninggalkan gedung DPRD, mereka mengancam akan kembali menggelar aksi yang sama dengan massa yang lebih besar lagi. (S-36)