AMBON, Siwalimanews – Musda IX Golkar Kota Ambon yang ber­langsung sejak 9-11 September tak mem­buahkan hasil. Musda deadlock, dan ditunda sampai batas waktu yang tidak ditentukan.

Yusri AK Mahedar yang memim­pin sidang tak kapabel. Alhasil si­dang berjalan alot, dan tidak bisa dikendalikan.

Hasil kerja steering committee yang  dipimpin Marcus Pattiapon yang menya­ta­kan Max Sia­hay seba­gai satu-satu­nya calon yang meme­nu­hi persya­ratan duku­ngan 30 per­sen suara terus diper­soalkan oleh kubu kandidat Elly Toisuta. Padahal kerja steering committee sudah sesuai Juklak DPP Nomor 02 Tahun 2020.

Sekretaris steering commitee, Frets Kerlely kepada wartawan, Ju­mat (11/9) menegaskan, dinamika yang terjadi sudah berada di luar kewenangan steering commitee dan sepenuhnya berada dalam tanggung jawab pimpinan musda Yusri AK Mahedar. “Kalau soal dinamika itu sudah bukan wewenang steering commitee, tapi murni pimpinan musda,” tandas Kerlely.

Menurutnya, dinamika yang terjadi sebagai akibat dari pimpinan musda yang bias dan tidak bisa mengontrol jalannya sidang.

Baca Juga: Pimpinan Sidang tak Netral, Musda Golkar Molor

Persoalan yang terjadi berawal dari pimpinan musda membuka ruang untuk kembali dilakukan verifikasi pe­megang hak suara. Padahal berdasar­kan Juklak DPP Nomor 02 Tahun 2020 yang berwenang melakukan verifikasi berkas yaitu steering commite. Akibat­nya muncul dualisme dukungan.

Dualisme dukungan berasal dari dewan penasehat, yang awalnya tidak masuk dalam verifikasi faktual berkas yang ditutup pada 29 Agustus lalu. Berkas dukungan baru dimasu­kan setelah proses penutupan.

Alhasil Musda Golkar Kota Ambon harus diskorsing untuk waktu yang tidak ditentukan.

Pimpinan Sidang Harus Netral

Anggota Dewan Pembina DPP Par­tai Golkar, Zeth Sahuburua meminta agar pimpinan musda netral. Jangan berpihak kepada salah satu calon.

Sahuburua yang sudah malang me­lintang di partai berlambang pohon be­ringin ini mengatakan, supaya musda berjalan dengan baik, pimpinan sidang tidak boleh berpihak ke siapapun.

“Jadi, pemimpin musda harus 100 per­sen netral. Tidak boleh berpihak ke siapa pun. Tidak boleh lari dari itu. Harus disiplin organisasi. Sebab, kalau dia berpihak ke satu orang berarti ba­haya,” kata Sahuburua kepada Siwa­lima di Ambon Sabtu (12/9).

Menurutnya, seorang pimpinan sidang dalam memimpin jalannya musda harus menguasai AD/ART, petunjuk pelaksanaan dari DPP dan peraturan organisasi.

“Menguasai AD/ART, juklak yang diturunkan dari DPP dan peraturan organisasi itu penting, supaya kalau ada pertanyaan, pimpinan sidang mampu menjawabnya. Mampu meng­klarifikasi. Upayakan harus netral. Sebab dengan kenetralan, dia bisa mengarahkan musda dengan baik. Kalau ada kepentingan lain ada ribut sana sini. Padahal kita boleh beda pendapat. Tapi tidak boleh pecah,” tandas Sahuburua.

Ia berharap hak-hak suara yang su­dah ditentukan di dalam AD/ART harus berjalan dengan baik dan sesuai me­kanisme. Olehnya itu Musda Golkar Kota Ambon harus sesuai aturan, kare­na Ambon menjadi barometer bagi ka­bupaten dan kota lainnya di Maluku.

“Yang akan menjadi ketua DPD II Golkar Kota Ambon itu bebannya sangat besar. Pertama dia harus menyiapkan calon walikota dan wakil walikota. Dia juga harus menyiapkan calon-calon legislatif untuk pemilu 2024. Ketiga, dia juga harus mem­persiapkan pemenangan pemilu 2024. Terakhir, dia harus menyiapkan bakal calon gubernur dan wakil gubernur. Karena Kota Ambon posisi strategis karena semua partai akan merebut kota ini,” jelas Sahuburua.

Ia meminta kepada kader-kader Gol­kar Kota Ambon untuk bertarung da­lam semangat kebangsaan dengan mengedepankan persyaratan dan mekanisme yang sudah diatur dalam organisasi.

“Jadi Ketua DPD itu tidak boleh sembarangan. Tentunya, dia sudah memiliki persyaratan. Pertama sudah memenuhi apa yang menjadi syarat dalam AD/ART, Juklak yang diturun­kan DPP. Jadi sudah ada pada pera­turan minimal sudah ada 30 persen suara. Karena itu persyaratan. Silakan siapa yang memenuhi persyaratan silakan maju. Kalau ada yang tidak memenuhi persyaratan ya harus legowo,” tandasnya.

Ngaku Ditekan RL

Ketua Golkar Kecamatan Teluk Am­bon, Pemy Souissa mengaku ditekan oleh Walikota Ambon, Richard Louhe­napessy untuk mengalihkan duku­ngan ke Elly Toisuta.

Souissa yang juga pegawai kontrak di Pemkot Ambon kepada Siwalima, Sabtu, (12/9) menjelaskan, sebelum Musda walikota menghubunginya untuk mempertanyakan arah duku­ngan dirinya.

“Sebelum musda itu siangnya wali­kota telepon beta dan bertanya Pemy pilih siapa di musda,” ujar Souissa menirukan pertanyaan walikota.

Mendengar pertanyaan itu, Souis­sa lantas menjawab jika dirinya bersama Golkar Teluk Ambon telah memberikan dukungan kepada Max Siahay. Alasannya selama bekerja untuk pemenangan pileg maupun pilkada, Golkar Kecamatan Teluk Ambon selalu bekerja dengan Max.

“Beta sampaikan kalau beta bilang beta pilih Max Siahay. kenapa pilih Max Siahay? Beta bilang kan dari dolo sama-sama dengan pak Max pilkada maupun pileg,” tuturnya.

Mendengar jawab Souissa, RL, sapaan Richard Louhenapessy mem­pertanyakan alasan Golkar Teluk Ambon tidak memilih Elly Toisuta. Wali­kota bahkan mengeluarkan nada ancaman. “Kenapa tidak pilih ibu Elly? hati-hati loh ibu Elly itu ketua DPRD apalagi you kan kontrak di pemerintah kota,” beber Sousissa menirukan kata-kata RL.

Namun Souissa tak goyah. Ia me­nyatakan siap menerima semua resiko atas pilihannya. Namun RL yang dikonfirmasi di arena musda, mem­bantah fakta yang dibeberkan oleh Souissa. “Tidak per­nah saya lakukan itu,” tandasnya singkat.

Bagi-bagi Uang

Ketua Golkar Kecamatan Teluk Ambon, Pemy Souissa menuding Elly Toisuta bagi-bagi uang agar dipilih menjadi Ketua Golkar Kota Ambon.

Souissa kepada Siwalima, Sabtu (12/9) mengungkapkan, awalnya Zeth Pormes mengontak dirinya dan me­nyampaikan Max Siahay tidak memiliki ijazah dan pasti digugurkan  saat pemeriksaan berkas sesuai dengan Juklak Nomor 2 Tahun 2020.

“Waktu itu Zeth telepon lalu bincang-bincang kalau dirinya tidak tahu pak Max ini belum punya ijazah dan pas dia tahu dia langsung ambil sikap untuk lawan Max, dan dia sampaikan Pemi apapun resikonya Max pasti digugurkan,” jelasnya.

Mendengar penjelasan Zeth Por­mes, Souissa lantas memikirkan karir politik semua kader Golkar Teluk Ambon jika nantinya Max Siahay ke­mudian digugurkan dari pencalonan sebagai ketua DPD.

Keesokan harinya, Zeth menghu­bungi Souissa kembali untuk bertemu dengan Fatli, salah satu tim peme­na­ngan  Elly Toisuta dan selanjutnya di­antarkan bertemu dengan Elly. Se­dang­kan Zeth sementara menjemput Sekretaris Golkar Teluk Ambon Ari Per­sulessy dan ketua Kecamatan Nu­saniwe, Marlen Nikijuluw.

“Besoknya beta ditelepon Zeth dan disampaikan hal yang sama, lalu dong bilang nanti bakudapa dengan Fatli di muka mesjid An-Nur dan dibawa ke ibu Elly, sementara beta duduk beta telepon Zeth dan dia katakan kalau ada ambil Ari sekretaris  dan ketua Ke­camatan Nusaniwe,” terang Souissa.

Lanjut Souissa, sementara duduk dirinya disuruh untuk menandata­ngani surat yang dibuat oleh tim Elly Toisuta, namun dirinya menolak.

“Tiba-tiba disuruh tanda tanggan surat yang dong buat sendiri, memang beta baca juga tapi kan dong ada banyak orang seng mungkin katong mau batalkan akang,” tutur Souissa dengan dialeg Ambon.

Souissa kemudian beralasan tidak membawa cak dan meminta izin kembali ke rumah untuk mengambil cap. Namun tim Elly memaksa untuk ikut dan mengantar dirinya dengan mobil dinas Ketua DPRD Kota Ambon DE 3.

Setelah kembali, ternyata Sekre­taris Golkar Teluk Ambon Ari Per­sulessy juga telah berada di rumah Elly Toisuta dan keduanya pun me­nandatangani surat pembatalan duku­ngan dengan alasan Max Sia­hay akan digugurkan saat kembali dilakukan verifikasi berkas.

Setelah surat itu ditandatangani, Elly meminta Fatli untuk meng­ambil uang untuk diberikan kepada Ketua Ke­camatan Teluk Ambon dan Nusa­niwe masing-masing lima juta rupiah.

Sambungnya, setelah masuk dalam tahapan musda, dirinya kaget saat melihat Zeth Pormes memasukan berkas dukungan bagi Elly Toisuta kepada pimpinan musda.

Sementara Elly Toisuta saat dikon­fimasi, terkait dengan pemberian uang kepada beberapa ketua kecamatan untuk memuluskan dirinya menolak untuk berkomentar. “Untuk semen­tara beta no comment,” tandasnya, saat dihubungi Minggu (13/9) malam melalui telepon selulernya. (Cr-1/S-32)