AMBON, Siwalimanews – Guna memperpendek rentang kendali pembangunan karena luas wilayah Maluku lima kali dari Pulau Jawa sehingga pemekaran layak dilakukan oleh pemerintah pusat.

Wacana pemekaran Provinsi Kepulauan Maluku Tenggara Raya (MTR) bersama 13 daerah otonom baru sudah sejak lama dibicarakan oleh tokoh-tokoh pemuda, tokoh masyarakat bahkan sudah mendapat persetujuan DPRD dan Pemerintah Provinsi Maluku.

Ketua Badan Perjuangan Pembentukan Provinsi Kepulauan Maluku Tenggara Raya Joseph Sikteubun kepada Siwalima, Selasa (28/2) mengaku pemekaran itu menguntungkan wilayah.

Dirinya membandingkan ketika Maluku pisah dengan Maluku Utara tahun 1999, kemajuan pembangunan jauh melebih provinsi induk.

“Sampai sekarang Maluku masih provinsi termiskin ke empat secara nasional, banyak ketimpangan pembangunan, maka untuk memperpendek rentang kendali, Maluku layak dimekarkan,” tegas Sikteubun.

Baca Juga: BKP-BTR dan Polda Maluku Jalin Kerjasama

Menurutnya bukan persoalan mau berpisah dari segi kultur, karena dari Halmahera sampai Tenggara jauh adalah saudara namun berpisah secara pemerintahan itu pasti.

Saat ini lagi pendekatan pembangunan di Maluku masih bersifat gradual, sehingga kata mantan anggota DPRD Maluku itu ketimpangan sangat terasah apalagi di pulau-pulau terluar.

“Intinya upaya percepatan pembangunan adalah dengan melakukan pemekaran dan perjuangan itu sampai sekarang masih terus di suarakan termasuk 13 DOB di Maluku,” ujarnya.

Walaupun, saat ini pemerintah pusat belum mencabut moratorium pemekaran padahal sejumlah wila­yah lain juga telah dimekarkan. Kenapa karena papua misalnya menggunakan Undang-Undang otonomi daerah sedangkan di daerah lain masih menggunakan UU nomor 23 tentang pemerintah daerah.

“Jadi pemekaran Jazirah, Lease, Seram Utara, Talabatai, Wakate, Kei Besar, Aru Perbatasan, Tanimbar Utara, Pulau-pulau Terselatan sampai hari ini tetap kita per­juangkan,” ucapnya.

Wacana Pemekaran

Sebelumnya diberitakan, Pemprov tak mampu membawa Maluku keluar dari garis kemiskinan, padahal me­miliki sumber daya alam berlimpah lagi pula, pembangunan hanya terpusat di Ambon dan Maluku Tengah.

Untuk itu DPRD Maluku kembali mewacanakan pemekaran Provinsi Tenggara Raya pisah dari provinsi induk Maluku.

“Ini demi menekan angka peng­angguran terbuka, apalagi saat ini honor semua dirumahkan. Selain itu DAU dan DAK bisa menjawab kebutuhan masyarakat di Maluku Tenggara Raya karena dikelola kita sendiri,” tegas Ketua Komisi I DPRD Maluku kepada Siwalima, Senin (27/2).

Menurutnya pengusulan daerah otonomi baru terus disuarakan walaupun pemerintah pusat belum mencabut moratorium.

“Jadi kita tidak membicarakan ibu kota di kabupaten mana, apakah Kota Tual, Aru MBD atau Tanimbar Itu nanti. Sekarang kita memper­juangkan Provinsi Maluku Tenggara Raya,” jelasnya.

Ia mengaku sampai hari ini, jika ada orang bilang pemekaran mungkin tidak penting, namun bagi DPRD, merupakan hal yang sangat penting, untuk menjawab keisolasian wila­yah-wilayah yang ada di daerah terluar.

Kenapa penting, ia menjelaskan kalau dihitung hasil alam misalnya laut, bernilai ratusan triliun, namun kembali lagi ketika dihitung dalam bentuk DAU dan DAK sangat kecil sekali dikelola,

“Paling mentok 3,2 triliun itupun turun lagi untuk Maluku. Untuk itu soal pemekaran kita berharap intervensi itu, sebab dalam UU juga mengisyaratkan itu dan saya pikir ini elegan,” tegasnya lagi.

Selain pemekaran Provinsi Teng­ga­ra Raya, ia juga memastikan kalau DPRD juga mengawal pengusulan 13 DOB di Provinsi Maluku.

Menurutnya empat kecamatan di Tenggara Raya, pemekaran di Tanimbar Utara maupun Pulau-pulau Terselatan, Aru dan Kei Besar, termasuk di dalamnya 13 DOB telah ada kesempatan bersama antara gubernur Maluku dan DPRD.

“Sampai sekarang kita tetap menyuarakan,” ujar Rumra.

Meskipun sampai saat ini, katanya kebijakan moratorium tetap diber­lakukan pemerintah pusat terkait dengan pemekaran daerah otonom baru termasuk di Maluku. (S-09)