Dalam kehidupan sehari-hari, kita berpegang teguh dengan hukum yang berlaku. Hal ini karena Indonesia adalah negara hukum sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Konsep negara hukum mengarah pada tujuan terciptanya kehidupan demokratis dan terlindungi hak asasi manusia, serta kesejahteraan yang berkeadilan.

Hukum adalah peraturan berupa norma dan sanksi yang dibuat dengan tujuan mengatur tingkah laku manusia untuk menjaga ketertiban, keadilan, dan mencegah terjadinya kekacauan. Hukum merupakan peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah.

Hukum memiliki fungsi sebagai pelindung kepentingan manusia agar kepentingan tersebut dapat terlindungi, maka dalam pelaksanaannya hukum dilaksanakan secara nyata. Hukum juga menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat.

Penegakan hukum yang dimaksud adalah untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dan institusi negara mulai dari kebijakan, aplikasi, dan eksekusi serta menerapkan produk secara efektif pada tataran implementasinya. Faktor penyebab lemahnya penegakan hukum di Indonesia terjadi karena masalah terbesar dalam penegakan hukum terutama pada negara berkembang seperti Indonesia bukan berada dalam sistem hukum itu sendiri, melainkan kualitas sumber daya manusia dari penegak hukum itu sendiri.

Dengan demikian, peran yang diemban oleh setiap para penegak hukum itu posisi yang strategis guna  terlaksananya hukum yang adil. Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang  penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme,  telah menetapkan beberapa prinsip-prinsip dasar. Prinsip-prinsip dasar inilah yang  digunakan sebagai panduan bagi penyelenggara negara guna mewujudkan  penegakan hukum yang dapat menjalankan tugas dan tanggung jawab dengan  sungguh-sungguh.

Baca Juga: Target KPK di Pemkot Ambon

Dalam upaya penegakan hukum, kasus korupsi dapat berdampak destruktif bagi tatanan kehidupan manusia dan sudah cukup banyak korupsi menghancurkan setiap tatanan kehidupan suatu bangsa, membawa ketidakadilan, ketimpangan, kemiskinan serta keterbelakangan rakyat dalam sebuah negara.

Permasalahan mengenai korupsi menjadi permasalahan yang rumit. Bahkan korupsi sepertinya sudah menjadi hal yang biasa. Kasus korupsi sudah sering terdengar di telinga kita. Sekalipun berbagai peraturan perundang-undangan untuk memberantasnya telah ada, tetapi sampai saat ini pemerintah belum juga berhasil memberantas kegiatan dan pelaku korupsi.

Korupsi merupakan tindakan yang sangat melanggar pancasila dimana pelakunya harus dihukum dengan adil dan tanpa toleransi apapun, masalah korupsi ini adalah masalah yang serius di Indonesia karena korupsi ini perlahan demi perlahan akan merusak ketahanan nasional. Yang membuat kita prihatin, penegakan hukum mengenai korupsi ini terkesan tidak adil.

Seperti contoh, orang biasa yang ketahuan melakukan tindak pencurian kecil langsung ditangkap dan dihukum seberat-beratnya. Sedangkan seorang pejabat negara yang melakukan korupsi uang milyaran rupiah milik negara dapat bebas berkeliaran dengan bebasnya. Berbeda halnya dengan kasus-kasus yang hukum dengan tersangka dan terdakwa orang-orang yang memiliki kekuasaan, jabatan dan nama. Proses hukum yang dijalankan begitu berbelit-belit dan menunda-nunda.

Sama halnya dengan kasus dugaan korupsi penyelewengan anggaran di Sekretariat DPRD Kota Ambon tahun 2020, yang berdasarkan temuan BPK merugikan negara sebesar Rp 5,3 miliar namun akhirnya dihentikan proses penyelidikannya oleh Kejari Ambon. Lalu, dimanakah rasa keadilan itu ?

Kajari Ambon, Fris Dian Nale berdalih penghentian kasus ini dikarenakan tim penyidik mempertimbangkan asas pemanfaatan pasca seluruh kerugian negara telah dikembalikan sebesar Rp.1.5 miliar pada tahap pertama dan Rp.4 miliar tahap berikutnya.

Dihentikannya kasus ini membuat masyarakat bingung, lantaran banyak kasus yang serupa, namun prosesnya tetap jalan sekalipun kerugian sudah dikembalikan. Kejari dinilai melakukan perlindungan terhadap tindakan korupsi. Kejari Ambon sudah tidak bisa lagi memberikan rasa keadilan hukum kepada masyarakat artinya proses penegakan supremasi hukum harus mem­pertimbangkan rasa keadilan masyarakat yang menjadi korban dari praktik kejahatan itu. (*)